Abimana jatuh cinta pada seorang gadis cantik bernama Sarah Candra sejak pertemuan pertama dimalam mereka berdua dijodohkan.
Abimana yang dingin tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia menyukai Sarah.
Hal itu membuat Sarah khawatir, jika ternyata Abiamana tidak menyukai seorang wanita.
Berbagai hal ia lakukan agar mengetahui kebenarannya. Sampai pada akhir dimana Abi menyatakan perasaannya dan mengajak ia menikah.
Berbagai ujian menghampiri keduanya, hingga sempat terancam membatalkan pernikahan yang sudah disusun jauh-jauh hari, hingga kembalinya sang mantan kekasih yang meminta nya untuk kembali dan menyebar rahasia yang dilakukan Sarah jika ia menolak.
Akankah hubungan keduanya berhasil hingga ke jenjang pernikahan? Ataukah keduanya akan mencari jalannya masing-masing?
Simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hitam Tapi Manis
Hitam tapi manis
Aku tersenyum setelah berhasil melakukannya dengan Abimana. Ia pun tersenyum dengan begitu sangat manis. Ini adalah kali pertama aku melihatnya tersenyum seperti ini.
"Kau tahu Sarah, ini akan terjadi ketika kita merasa bahagia,” aku setuju, ini terjadi begitu saja, mengingat yang kulakukan kemarin itu sungguh memalukan.
"Maukah kamu menikah denganku?,” tanya Abimana kali ini dengan serius dan menatap mataku, aku hanya tersenyum membalasnya.
Sesaat aku merasa menjadi seseorang yang paling berbahagia. Ini kah rasanya dicintai oleh seseorang yang juga kita cintai.
***
Kami dahulu adalah orang miskin. Ayah selalu mengatakan padaku, bahkan meski kita adalah orang miskin, kita harus selalu mau menjadi orang yang mau untuk berbagi, besar atau kecilnya pendapatan yang kita terima.
Ayah bilang, bahwa di dalam harta kita ada rezeki yang Tuhan kirimkan untuk kita.
"Sesungguhnya mereka telah mendapat upahnya, namun apabila engkau bersedekah hendaklah tangan kirimu tidak mengetahuinya." Itu yang tertera dalam Al-Kitab, dan Ayah selalu memegang teguh prinsipnya untuk hal itu. Aku pun selalu mengikuti Ayah.
Kami memang Miskin, tapi Ayah adalah seseorang yang selau menyisihkan uang nya untuk di tabung dan di bagi untuk Panti Asuhan Katolik. dan itu selalu ia lakukan selama hidupnya hingga hari ini aku melakukannya untuk anak-anak itu.
Mereka juga adalah orang yang turut andil saat pemakaman Ayah, saat sebelum peti di masukkan ke dalam tanah, mereka pun memberi kan khotbahnya.
Aku senang sekali berada disini. Dulu aku pun sering menghabiskan waktu di tempat ini. Karena kami pun bukan orang kaya, aku akan di titipkan disini sebelum Ayah berangkat bekerja.
Sekarang setelah aku dewasa dan pergi mengikuti Ibu, aku masih sering berkunjung kesini. Aku menyukai anak-anak disini, terkadang aku juga meluangkan waktu untuk mengajari anak-anak disini. Aku ingin sekali mengenalkan mereka pada seseorang yang akan menjadi pendamping hidupku.
Aku berharap aku bisa mengajak Sarah kesini, sebelum kami memutuskan untuk segera menikah, aku ingin mengenalkannya pada anak-anak disini. Bukankah akan bagus jika kami mendapat banyak do'a dari anak-anak ini.
°°°
Semakin hari waktu menunjukkan semakin dekat dengan waktu pernikahan kami. Aku bahagia memiliki seseorang sepertinya. Aku pun berharap, bahwa pertemuan kami adalah pertemuan yang bisa dia banggakan. Tuhan, aku berjanji akan selalu menyertainya dalam duka dan senangku.
Orang-orang terdekat sudah aku dan Sarah beritahu. Rencana nya kami akan menikah secara tertutup saja, kami hanya akan mengundang beberapa keluarga terdekat dan anak-anak disini, itu menurutku.
Aku menceritakan niatku pada Sarah, ia tidak begitu merespon keinginanku. Kata Sarah tidak akan begitu bagus jika mengundang anak-anak.
Terlebih Sarah tidak begitu menyukai anak-anak, mereka itu nakal dan sedkit merepotkan. Aku menjelaskan pada Sarah, jika kita mengundang mereka maka akan ada banyak yang mendo'akan untuk pernikahan kita nanti, tapi ia tetap menolak.
Sarah bilang cukup hanya mendapatkannya dari para pemuka Agama saja. Baiklah aku mengalah, aku tidak ingin masalah ini semakin melebar. Meski aku cukup sedikit kecewa. Anak-anak itu suci, do'a mereka pasti akan langsung terkabulkan.
"Bagaimana, Abi? Apa kata Sarah?,” tanya Ibu ketika kami sedang menyantap makan malam. "Apa ia setuju?" lanjutnya. Aku menggeleng menjawab pertanyaan Ibu.
"Baguslah, memang untuk apa mengundang anak-anak itu, mereka itu akan merepotkan dan sangat nakal!,” jelas Ibu terlihat puas.
Aku membantah pernyataan Ibu, aku menjelaskan jika mereka tidak akan senakal itu, karena nanti ada Suster yang akan mengurus mereka.
"Tetap saja, Abi. Jika kau tetap keras kepala, maka katakan saja seperti itu pada Sarah!," kata Ibu kesal. "Sudah, sudah, jangan berdebat. Anakmu bukan anak kecil lagi,” ujar Ayah menengahi perdebatan Antara Ibu dan Ayah.
Seusia makan malam, aku menghampiri Ayah yang sedang berada di teras lantai atas Rumah, dari sini kita bisa menikmati pemandangan Indah. Bagian sana ada lampu-lampu rumah yang berkelap kelip saat malam, juga angin yang cukup menyejukkan saat badan terasa panas sekali.
"Kau tahu Abi, jangan berdebat dengan Ibumu. Dia hanya ingin yang terbaik bagimu. Hari itu juga saat ini!,” lanjut Ayah tiri membuka pembicaraan.
Aku terdiam mendengar perkataan Ayah. Beberapa hari aku merasa jadi seseorang yang curiga pada setiap orang. Pada Ibu, Ayah dan juga Sarah. Kata orang, ini adalah ujian mendekati pernikahan.
Kamu akan meragukan pasanganmu, kamu juga akan diuji dengan perempuan cantik dan begitu sebaliknya. Merasa bosan atau bahkan jahatnya kau ingin mengakhiri pernikahan yang bahkan belum di mulai.
Kata orang, hari itu adalah hari yang kamu harus menguat-nguatkan hatimu. Sebab pasanganmu, pun sedang diuji dengan hal yang sama. Aku pun begitu.
Sarah menghubungiku meminta untuk bertemu, aku pun menemuinya. Sarah menceritakan jika ia sangat menantikan hari itu. Menceritakan ia sebenarnya adalah seseorang yang sangat agresif dan tidak bisa menahan diri. Sarah memintaku untuk melakukan itu padanya.
"Ayo, Abimana. Aku mau kita melakukan itu! Teman-temanku mereka sudah melakukan itu jauh-jauh hari.”
"Kau sedang tidak sehat, kan? Ayo, aku antar kau pulang!.”
"Tidak, Abi. Aku menginginkan itu sekarang!.” bantah Sarah.
"Tidak-tidak, kau sepertinya sedang mabuk sekarang.”
Mendengar itu Sarah tampak kesal, sebelum pergi sarah lebih dulu mengatakan jika aku tidak menghargai keinginannya. Aku tidak tahu mengapa ia begitu terburu-buru. dan meminta aku melakukan hal aneh dengannya.
***
Ponselku berbunyi tanda pesan masuk dari Sarah. Disana ia mengatakan akan memberiku waktu untuk melakukannya dengan dia. Ia bilang ia tersinggung dengan perkataanku, ia bilang jika kami tidak melakukannya maka ia meminta untuk kami membatalkan saja rencana pernikahan ini.
Aku mengacak rambutku frustasi, menyebalkan. Mengapa Sarah begitu memiliki banyak tingkah. Apa ia tidak bisa melakukan hal normal saja. Mengajakku berdebat dan menekan aku untuk melakukan hal-hal salah. Padahal ia sebelumnya tidak seperti ini.
Aku mencoba menetralkan perasaanku, tenang. Baiklah, aku akan menganggapnya sebagai ujian kesabaran, atau ujian pernikahan. Aku tidak boleh gegabah dan menghentikan hubungan baik yang sudah di buat oleh kedua keluarga kami. Tentu, aku tak boleh mengecewakan mereka untuk kali kedua. Tentang permintaan Sarah, aku akan mencoba meyakinkannya bahwa ia hanya sedang bingung. Aku memutuskan untuk menemui Sarah lagi.
***
"Itu tidak benar, Sarah. Tidak ada seorang pun yang bisa membenarkannya!,” Sarah menatapku tersenyum dan menggenggam tanganku.
"Aku hanya berbohong Abi, kau sudah lulus dalam tes ini,” jelasnya sumringah.
"Surpriseeeee,...!!!,” teriak anak-anak dari belakang, mereka adalah teman-teman Sarah, mereka bilang ini adalah tes pra nikah yang mereka lakukan dari sejak lama untuk mengetes calon pasangan yang sebentar lagi akan menikah.
"Jia Sarah, kau membuatku khawatir saja!,” kataku mengacak rambutnya gemas.
"Khawatir kenapa bro?,” ejek teman Sarah yang lain.
"Khawatir terperangkap, hahah,” dan kami semua tertawa. Kami menikmati hari ini dengan sangat bahagia.
"Aku tidak menyangka kau sangat begitu polos, Abi,” terang Sarah.
"Tuan memang begitu, Nona ,” sambung Jack dengan wajah seriusnya.
"Oh ya, perkenalkan saya Jackson, saya pengawal tuan Abimana ,” Sarah meng-oh riakan perkenalan itu.
"Bukankah Jackson terlalu kaku, bahkan di tempat seperti ini!,” kata Sarah padaku. Aku menyetujuinya. Dia tampak kaku bahkan dihari biasa.
"Jackson, bukankah kau bisa memanggil Abi saja, bukan Tuan. Terlebih ini adalah hari biasa ". kata Sarah melihat ke arahku bergantian.
Aku tersenyum tanda setuju. Jack pun tersenyum menimpali itu, aku hanya belum terbiasa. Itu pengakuannya. Ah ya, ini kali pertama aku melihat Jackson tersenyum. Ia adalah pria yang sangat kaku.