Nadia, seorang gadis desa, diperkosa oleh seorang pria misterius saat hendak membeli lilin. Hancur oleh kejadian itu, ia memutuskan untuk merantau ke kota dan mencoba melupakan trauma tersebut.
Namun, hidupnya berubah drastis ketika ia dituduh mencuri oleh seorang CEO terkenal dan ditawan di rumahnya. Tanpa disangka, CEO itu ternyata adalah pria yang memperkosanya dulu. Terobsesi dengan Karin, sang CEO tidak berniat melepaskannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cecee Sarah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Delapan Belas
Samuel menghadiri pesta ulang tahun Harris Roberts malam itu. Keluarga Roberts adalah salah satu keluarga politikus ternama di kota itu, sudah tiga generasi mereka terlibat dalam dunia politik dan menempati posisi-posisi penting. Di usia 60 tahun, Harris menggelar perayaan besar yang dihadiri banyak tokoh penting, termasuk Samuel.
Tidak sekadar datang, Samuel juga membawa hadiah istimewa. Harris, yang menyukai barang-barang antik, langsung terpukau ketika Samuel memberinya kalung giok berbentuk salib seukuran genggaman tangan. Hadiah itu jelas menunjukkan perhatian Samuel terhadap selera tradisional Harris, dan sang tuan rumah pun menerimanya dengan penuh pujian dan rasa senang.
Harris menerima hadiah dari Samuel dengan penuh penghargaan. Kalung giok antik itu langsung menarik perhatiannya, menunjukkan betapa Samuel memahami selera tradisionalnya. Bagi Harris, ini adalah hadiah yang sangat berharga.
Sedangkan di pintu masuk vila, para pengawal Samuel melirik ke arah hujan sambil menggerutu. Salah satu dari mereka tiba-tiba tersadar akan sesuatu dan berkata, "Apa yang akan kita lakukan dengan wanita itu?"
Mereka ingat bahwa atas perintah Tuan Samuel, Nadia dikurung di balkon tanpa makanan atau minuman. Setelah melihat kemarahan Samuel tadi, mereka tidak berani bertindak tanpa izin. Namun, mereka mulai khawatir, apakah dia mampu bertahan dalam cuaca seperti ini? Masalah serius akan muncul jika terjadi sesuatu pada Nadia, karena jelas dia memiliki arti khusus bagi Samuel.
Setelah bertukar pandang, para pengawal itu segera menuju balkon. Ketika tiba di sana, mereka menemukan Nadia berjongkok lemah di sudut, basah kuyup oleh hujan, tidak sadarkan diri, dan wajahnya terlihat pucat dengan demam tinggi. Terkejut, mereka segera membopongnya keluar dari balkon dan membawanya ke kamarnya, bingung harus melakukan apa.
Kondisi ini harus segera dilaporkan kepada Samuel sebelum keadaan semakin buruk.
Di aula perjamuan yang luas dan mewah, pesta Harris berlangsung meriah. Tokoh bisnis dan pejabat terkemuka dari seluruh kota hadir, mengenakan jas elegan dan gaun malam berkilauan. Mereka berdiri berpasangan, berbincang, dan tertawa sambil membawa gelas anggur. Alunan musik lembut mengisi ruangan, menambah suasana elegan dan anggun. Di luar, tanpa disadari oleh para tamu, hujan mulai turun deras.
Di dalam aula, Samuel terus menemani Harris. Harris kagum dengan sosok Samuel yang muda namun sukses, dan bahkan berniat memperkenalkannya kepada putrinya, Victoria, yang baru kembali dari studi di luar negeri. Harris berpikir bahwa jika Victoria dan Samuel bersatu, itu akan menjadi ikatan yang kuat antara keluarga mereka.
Musik dansa mulai dimainkan, dan banyak pasangan mulai turun ke lantai dansa. Harris tersenyum pada putrinya. "Victoria, kenapa tidak berdansa dengan Tuan Samuel?"
Victoria, yang sudah lama mengagumi Samuel, langsung tersipu. Pemuda itu adalah sosok paling memukau di pesta itu. Dengan keberanian yang muncul dari dukungan ayahnya, Victoria akhirnya melangkah mendekati Samuel.
Samuel pun menyambutnya dengan sopan dan hendak mengulurkan tangan, tetapi tiba-tiba teleponnya berdering.
"Maaf, saya harus menjawab telepon ini," ucap Samuel dengan anggukan sopan pada Harris dan Victoria, sebelum beralih untuk menerima panggilan.
Di ujung telepon, suara panik pengawalnya terdengar, "Tuan Samuel, Nona Nadia pingsan dan sedang demam tinggi!"
Samuel mengernyit mendengar kabar tersebut. “Demam tinggi? Bagaimana mungkin?”
Pengawal itu menjelaskan, "Suhu malam ini turun drastis, dan hujan deras mungkin membuatnya sakit."
Samuel segera memerintahkan, "Panggil dokter sekarang juga. Aku akan segera pulang!"
Setelah mengakhiri telepon, Samuel mendekati Harris dan Victoria. "Maaf, Tuan dan Nona Roberts, saya harus pulang karena ada urusan mendesak."
Harris memandang Samuel dengan bingung. "Ada apa, Samuel?"
Samuel terdiam sejenak, lalu berkata, "Kucing saya sedang sakit parah di rumah."
Harris mengangguk mengerti, "Silakan saja, Samuel. Semoga lekas sembuh."
Samuel bergegas pergi, meninggalkan Harris dan Victoria yang merasa kehilangan kesempatan bersamanya. Saat Samuel sudah tak terlihat lagi, Harris mendadak teringat bahwa Samuel hanya memiliki anjing kesayangan. "Sejak kapan dia punya kucing?"
Saat Samuel melangkah keluar dari aula perjamuan, ia langsung disambut oleh suara hujan deras yang mengguyur.
"Sial!" gumamnya kesal. Tanpa ragu, ia bergegas ke arah mobil. Seorang penjaga pintu buru-buru menawarkan payung, namun Samuel menolak dengan anggukan singkat dan wajah muram. Ia langsung menuju mobil dan mengemudikannya dengan kecepatan tinggi kembali ke vila.
Di sepanjang jalan, hujan membasahi kaca depan hingga pandangannya sulit. Meskipun wiper bekerja cepat, beberapa kali ia hampir menabrak kendaraan lain. Namun, itu tak menghentikannya untuk terus memacu mobil dengan lebih cepat, berharap segera tiba di rumah.
Begitu tiba di vila, Samuel bergegas keluar dari mobil, bahkan tak peduli dengan jas dan rambutnya yang basah. Di ruang tamu, seorang pelayan yang gelisah langsung menyambutnya.
"Tuan Samuel, pakaian Anda basah," ujarnya cemas, tetapi Samuel mengabaikannya. "Di mana dia?"
"Nona Nadia ada di kamarnya. Kami sudah memanggil dokter pribadi, dan Dr. William akan segera datang…"
Samuel tak menunggu pelayan itu selesai bicara dan langsung melangkah menuju kamar Nadia.
Di dalam kamar, Nadia terbaring di tempat tidur. Rambutnya yang basah menempel di wajahnya yang pucat dan demam. Matanya terpejam rapat, bibirnya gemetar. Dia terlihat rapuh, hampir seperti boneka yang kehilangan kehidupan.
Samuel merasakan perih di hatinya melihat kondisi Nadia. Dengan hati-hati, ia menyentuh pipinya, namun tangannya seketika mengepal menahan emosi.
Tabib di sampingnya berkata gemetar, "Tuan... pakaiannya masih basah. Kami hanya bisa membaringkannya sambil menunggu Anda."
Samuel melirik pakaian Nadia yang basah kuyup hingga terlihat bisa diperas. Rasa bersalah dan amarah berkecamuk dalam dirinya. "Sudah berapa lama dia kehujanan?" tanyanya tegas.
Dengan gugup, pelayan itu menjawab, "Dua... dua jam."
Mendengar itu, Samuel merasa geram. Ternyata mereka baru menyadari Nadia setelah dua jam hujan deras mengguyurnya tanpa perlindungan dan tanpa makan. Ia memang marah pada Nadia, tapi tidak pernah berniat menyiksanya seperti ini.
Samuel mengatupkan rahangnya dan memandang tajam pada para penjaga. "Berlutut di halaman, sekarang! Kalian tetap di sana sampai dia sembuh!"
Para penjaga itu tersentak dan langsung berlutut di tengah hujan, dengan rasa takut membayangkan apa yang akan terjadi jika Nadia tidak segera membaik.
Setelah mereka pergi, Samuel beralih menatap tubuh Nadia yang lemah. Dengan hati-hati, ia mengangkatnya dan mulai melepas pakaian basah yang menempel di tubuhnya. Samuel tahu, jika Nadia sadar dan melihatnya seperti ini, ia pasti akan marah. Tapi dia tak bisa membiarkannya terbaring dengan pakaian basah. Itu hanya akan memperburuk keadaannya.
Dalam kondisi tak sadarkan diri, Nadia tampak lebih lembut, tak melawan atau berbicara sinis seperti biasanya. Ia tampak tenang dalam pelukan Samuel, berbeda dari sosoknya yang biasa lincah dan keras kepala.
Samuel mengangkat tubuh ramping Nadia, membawanya ke kamar mandi, dan memandikannya dengan air hangat. Setiap gerakan dilakukan dengan penuh kehati-hatian, seolah takut menyakitinya.
Saat tangan Samuel menyentuh kulit Nadia yang lembut, ia tak bisa menghindari rasa panas membara di tubuhnya sendiri.