Cahaya Airin, istri yang tak diinginkan oleh suaminya. Rasa sakit hati kala sang suami terus menghinanya membuat air matanya terus berjatuhan.
Hingga suatu hari gadis yang biasa di panggil Aya itu mencoba merubah penampilannya untuk mendapatkan hati suaminya.
Apakah Aya akan berhasil membuat suaminya mencintainya?
Selamat membaca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rima Andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Suara dering ponsel membuat mata yang terpejam itu membuka matanya perlahan. Namun tangannya sudah meraba benda pipih yang berhasil membangunkannya itu.
Tanpa melihat siapa yang memanggilnya, Aya langsung menjawab sebuah panggilan dari ponselnya.
"Iya halo," ucap Aya dengan suara serak khas bangun tidur. Iapun mulai mendudukkan dirinya dan bersandar pada sofa. Karena semalam ia tidur di sofa yang ia duduki.
"Nona, Tuan Hendra sudah siuman. Dan sekarang beliau menanyakan Anda," ucap seseorang dari sebrang telepon.
Seketika bola matanya terbuka sempurna, perasaan bahagia mendera hatinya. Saking senangnya Aya pun menitihkan air mata bahagia.
"Baiklah, Aku akan segera ke sana," ucapnya dan langsung menutup panggilan telepon tersebut.
"Terimakasih Tuhan engkau sudah mengabulkan doa ku," ucapnya dalam doa. Lalu pandangannya teralihkan pada sosok pria yang masih terlelap di atas ranjang, yaitu Bryan suaminya.
"Dia tidur seperti kerbau," gumam Aya. Lalu Ia berjalan menuju lemari. Aya melihat berbagai macam pakaian kantor,jas dan kemeja.
Aya pun menggerutu seraya menyiapkan pakaian kerja untuk Bryan. "Untung saja sekarang pria arogan itu berstatus suami, dengan terpaksa Aku harus menyiapkan pakaian kerja untuknya," gerutunya.
Aya mengambil stelan baju yang sekiranya menurutnya pas untuk Bryan. Dan menaruhnya di ujung ranjang. Tak lupa Aya mengambil pakaian miliknya di dalam koper kecilnya itu.
Setelahnya Aya bersiap menuju bathroom untuk membersihkan dirinya.
Keluar dari bathroom Aya menggelengkan kepalanya saat melihat Bryan yang masih tertidur pulas. Iapun melangkahkan kakinya mencari sisirnya.
Aya merapikan rambutnya dan mengepangnya. Ia juga menggunakan make up tipis. Setelah dirasa cukup. Aya pun memakai kacamata tebalnya dan mengambil tas kecilnya.
"Masih sangat pagi, sebaiknya Aku membantu para pelayan untuk menyiapkan sarapan," ucapnya dan langsung melangkah keluar dari sana.
" Selamat pagi," sapa Aya kepada para pelayan yang tengah sibuk di dapur.
Mereka semua pun terkejut dengan kehadiran Aya disana.
"Nona muda, Apa yang Anda lakukan di sini?," Tanya salah satu pelayan itu.
"Aku akan membantu kalian membuat sarapan," ucap Aya seraya tersenyum kepada mereka.
Namun yang terlihat di raut wajah mereka, saat ini mereka takut dan menundukkan kepala.
"Jangan Nona, atau nanti Tuan Bagaskara akan marah kepada kami karena membiarkan Nona menginjak dapur," ucap pelayan itu menunduk.
"Kalian jangan khawatir, Aku yang akan bertanggungjawab bila Papa marah nanti. Apa kalian sudah memulainya?," Tanyanya.
"Belum Nona, kami baru mempersiapkan bahan-bahannya."
"Kalau begitu biarkan Aku yang memasaknya, kalian lakukan saja pekerjaan yang lain." Ucap Aya.
"Tapi Nona"
"Sudah kalian pergi dan lakukan pekerjaan lainnya, biarkan urusan masak memasak menjadi urusan saya," ucapnya tersenyum.
"Baiklah Nona"
Dengan ragu para pelayan itu meninggalkan Aya dan melakukan pekerjaan lainnya.
Aya tersenyum melihat bahan masakan yang ada di depannya itu. Memasak adalah kegemaran Aya, makannya Ia merasa senang.
Sebelum memasak, Aya menggunakan celemek agar pakaiannya tidak kotor nantinya. Lalu iapun dengan cekatan mengolah bahan makanan itu sehingga menjadi berbagai hidangan makanan.
Satu jam Aya berkutat di dapur, akhirnya ia pun selesai. Ia melihat jam tangannya dan sudah menunjukkan pukul enam.
Aya melihat kotak makanan disana, kemudian Ia pun mengambilnya dan mengisinya dengan makanan yang Ia masak tadi.
"Aku akan mengambil sedikit makanan ini untuk ku makan di rumah sakit nanti," ucapnya tersenyum.
Aya berniat akan menghidangkan makanan itu di meja makan.
"Nona biarkan kami yang melakukannya, anda pasti lelah karena harus memasak semua makanan ini," ucap pelayan yang menghampirinya untuk membantunya.
"Baiklah bibi," ucap Aya tersenyum.
Pelayan itu melihat Aya yang membawa kotak bekal makanan. Iapun mengerutkan keningnya.
"Untuk siapa makanan itu Nona?."
Aya mengikuti arah pandang pelayan itu kearah kotak bekal yang Ia bawah.
"Ini untuk ku bibi. Aku akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk ayah ku."
"Jadi Anda tidak sarapan di rumah bersama Tuan besar dan Tuan muda?."
"Tidak bibi, tolong nanti katakan pada Papa kalau aku pergi ke rumah sakit." Ucap Aya.
"Baiklah Nona, terimakasih sudah membantu kami," ucap pelayan itu.
"Bibi tidak perlu berterima kasih, memasak adalah kegemaranku. Yasudah bi, kalau begitu Aku harus pergi. Ayahku pasti sudah menungguku." Ucap Aya dengan senyumnya.
"Baiklah Nona, hati-hati di jalan. Semoga ayah anda segera sembuh," ucap pelayan itu tulus dan dianggukki oleh Aya.
Lalu Aya melangkah keluar dari rumah utama milik Tuan Bagaskara. Iapun menaiki taksi yang sebelumnya sudah di pesannya.
***
Sampai di rumah sakit, Aya tak hentinya tersenyum. Ia sangat senang mendengar ayahnya yang sudah siuman tadi pagi.
Aya membuka pintu ruang rawat ayahnya dengan senyumnya. Dan Aya pun masuk kedalam sana.
Aya melihat Sang ayah tengah berbicara dengan perawat yang di utus oleh Papa mertuanya.
"Ayah"
Hendra dan perawat itu pun menoleh kearah Aya.
"Nak, kemarilah ayah sangat merindukanmu," ucap Hendra masih sedikit lemah.
Aya pun langsung berlari menghampiri ayahnya. Aya duduk di samping ayahnya setelah perawat itu berdiri di sampingnya.
Aya menggenggam tangan sang ayah dan menciumnya. "Ayah, Aya sangat merindukan ayah. Syukurlah ayah sudah siuman," ucap Aya seraya mencium punggung tangan sang ayah berkali-kali.
"Ayah juga merindukanmu nak, maafkan ayah sudah membuatmu khawatir," ucap Hendra.
"Yang terpenting sekarang ayah sudah siuman dan baik-baik saja. Aku benar-benar sangat merindukanmu yah," ucap Aya seketika air matanya pun tumpah.
"Maafkan ayah nak, Kau pasti kebingungan saat ayah sakit. Darimana Kau mendapatkan biaya operasi ayah nak?" tanya Hendra ingin tahu.
Aya segera mengusap air matanya dan tersenyum. "Ayah tidak perlu mengkhawatirkan semua itu. Yang terpenting sekarang ayah bisa segera pulih seperti sedia kala." Ucap Aya berusaha tersenyum. Aya tidak ingin ayahnya tahu tentang pengorbanannya.
***
Sedangkan di rumah utama Tuan Bagaskara.
Saat ini Tuan Bagaskara dan Bryan tengah duduk bersama di meja makan. Mereka heran karena menu sarapan pagi kali ini terlihat berbeda dari sebelumnya.
"Dimana istri mu Bryan?," tanya Bagaskara.
"Mana Bryan tahu pa, Bryan bangun tadi sudah tidak melihatnya," ucap Bryan.
"Permisi Tuan, tadi Nona muda berpesan bahwa Nona muda pergi ke rumah sakit untuk menjenguk ayahnya," ucap pelayan yang mendengar Bagaskara menanyakan Aya.
Bryan mengerutkan keningnya mendengar ucapan pelayan itu. "Ayahnya sakit?," Ucap Bryan dalam hati.
Bagaskara yang mengerti pun menganggukkan kepalanya. "Baiklah, terimakasih sudah memberitahu ku."
Pelayan itu pun segera kembali ke dapur dan mengerjakan pekerjaan lainnya.
Kini Tuan Bagaskara dan Bryan pun mulai mengambil sarapan paginya dan menyendokkan makanan itu ke dalam mulut mereka.
Seketika keduanya terdiam saat merasakan makanan dalam mulutnya. Setelah menelan makanan itu, Bagaskara kembali memanggil pelayan itu.
"Siapa yang memasak makanan ini?," Ucap Bagaskara, membuat pelayan itu pun menelan salivanya takut.
"Apa rasanya tidak enak Tuan, maafkan saya Tuan. Tadi saya sudah melarang Nona muda, tapi Nona muda bersikeras untuk membuat sarapan pagi ini Tuan," ucapnya takut.
Seketika Bagaskara pun terkejut, tak terkecuali Bryan. Rasa masakan itu sama persis seperti masakan almarhum istrinya.
"Baiklah, kalau begitu kembalilah," ucap Bagaskara kepada pelayan itu.
Sebuah senyum tersungging tips di bibirnya. Lalu Ia kembali melahap makanan itu hingga tandas. Sedangkan Bryan, jangan tanya lagi. Karena sedari tadi ia terus saja melahap sarapannya dengan lahap.
***