Jiwa seorang ilmuwan dunia modern terjebak pada tubuh pemuda miskin di dunia para Abadi. Ia berusaha mencapai puncak keabadian untuk kembali ke bumi. Akankah takdir mendukungnya untuk kembali ke bumi…. atau justru menaklukkan surgawi?
**
Mengisahkan perjalanan Chen Lian atau Xu Yin mencapai Puncak Keabadian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almeira Seika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25—Teknik Tanpa Bentuk
Xu Yin hanya diam menatap namanya di papan giok itu. Wajahnya datar dan tenang. Tapi, pikirannya mulai berkecamuk. Antara keresahan dan kebingungan. Ia merasa, seseorang yang lebih tinggi sengaja mengincar dirinya dengan memasangkan Hao Lin sebagai pasangan duelnya.
Dibalik diamnya, tiba-tiba muncul sahabatnya, Duan Fang.
"Aku tidak menyangka jika para Tetua akan memasangkanmu dengan Hao Lin." Ucapnya dengan nada kesal, sembari bibirnya cemberut.
Xu Yin tersenyum, sembari menggelengkan kepala. "Kenapa malah kau yang kesal?"
Duan Fang membalas, "Tentu saja kesal! Sahabatku harus melawan wanita jalang seperti Hao Lin." Bibirnya masih cemberut.
Mendengar ucapan itu, Murid Dalam yang bergumul di depan papan giok segera menatap dua sahabat itu. Mereka berbisik-bisik.
Duan Fang segera menatap sinis ke arah mereka dan mengatakan ucapan yang menusuk. "Berani kalian bersikap seperti itu pada Senior?" Nadanya sangat tajam dan mengandung tekanan Qi.
Seluruh Murid Dalam yang berada di sana merasakan tekanan itu sembari gemetar, dan segera menunduk. Kemudian menangkupkan tangan sebagai rasa hormat. "Maafkan kami Senior Duan."
Mata Duan Fang semakin melotot, dan kembali mengucapkan kata-kata yang menusuk. "Dasar bodoh! Kalian seharusnya minta maaf pada Xu Yin, bukan padaku!"
Akhirnya, seluruh Murid Dalam itu juga memberi hormat pada Xu Yin sambil berkata serempak. "Maafkan kami, Senior Xu."
Xu Yin tersenyum tipis dan menggelengkan kepala, kemudian menatap Duan Fang dengan ekspresi gembira. Duan Fang juga menunjukkan ekspresi bahagianya. Kemudian, lengannya meraih pundak Xu Yin. "Ayo, kita latihan saja di halaman belakang."
Mereka berdua pun pergi ke halaman belakang asrama untuk berlatih beberapa teknik. Setelah selesai berlatih, Xu Yin menatap Duan Fang, lama. Dan berkata, "Sepertinya aku akan meditasi tertutup. Untuk mempersiapkan diri."
Duan Fang tersenyum dan mengangguk. "Baiklah. Tapi... dimana kau akan meditasi?"
"Di kamar asrama." Jawab Xu Yin dengan polos.
Duan Fang bingung saat mendengar jawaban sahabatnya itu. "Memangnya di asrama Qi yang dihasilkan cukup?" tanyanya.
"Cukup ataupun tidak. Aku akan bermeditasi di kamar asrama saja." Jawab Xu Yin.
"Baiklah. Aku juga akan bermeditasi, tapi tidak di kamar asrama. Aku memiliki goa sendiri. Jika kau mau, kita bisa meditasi berdua." Duan Fang menawarkan kebaikan pada Xu Yin.
Tetapi, Xu Yin menolak hal itu. Setelah itu, mereka berpisah. Xu Yin bermeditasi di kamar asramanya, sementara Duan Fang, di sebuah goa yang agak jauh dari Sekte.
Dan malam itu, untuk pertama kalinya, seluruh Sekte Tiangu bisa merasakan fluktuasi aura dari arah sayap barat asrama Murid Inti. Suara Qi mengalir deras seperti badai yang menari di dalam tubuh seseorang.
Para Murid hingga Tetua, bisa merasakan fluktuasi yang tidak biasa itu.
"Apa ini?"
"Datangnya dari arah asrama Murid Inti."
"Tidak seperti biasanya ada Murid Inti yang meditasi di asrama sekte."
"Apa sekte ini memiliki energi Qi yang cukup untuk bermeditasi? Kurasa, murid ini tidak biasa."
Namun, saat Wu Ling dan komplotannya merasakan energi ini. Mata mereka langsung membulat. Mereka teringat beberapa tahun yang lalu, saat Xu Yin meditasi pintu tertutup di kamar asrama Murid Luar. Hanya butuh waktu tiga bulan bagi Xu Yin untuk menembus Qi Awekening 9, membuat mereka merinding.
"Ini pasti dia."
"Aku yakin ini dia."
"Kabar dari murid paviliun barat, Xu Yin itu... akan duel adu teknik melawan Hao Lin. Salah satu Murid Inti yang berada di ranah Qi Tempering tahap awal."
"Dia pasti berusaha meningkatkan kultivasinya."
Di tengah kamar yang galap, Xu Yin duduk bersila. Aura langit dan bumi berputar mengelilinginya. Peluh menetes di pelipisnya, tapi matanya tetap tertutup rapat. Ia bertekad akan membunuh siapa pun yang ingin menghancurkannya.
"Jika dunia ini ingin menjatuhkanku... maka aku akan membuatnya membungkuk terlebih dahulu."
Xu Yin tidak lagi memikirkan latihan teknik ataupun mantra. Baginya, tak ada arti berlatih kedua hal itu, jika tubuhnya belum sanggup menanggungnya. Dan jika dia tidak bisa menembus Qi Awekening 19 dalam tiga bulan ke depan, maka ia akan keluar dari Sekte... bukan karena takut kalah, tapi karena tidak ingin mati sia-sia di panggung yang telah mereka pasang untuk membunuhnya.
Malam berganti malam. Tubuh Xu Yin terendam dalam kabut spiritual yang ia padatkan sendiri dari langit-langit kamar. Qi-nya bergejolak, merobek saluran meridian yang masih belum pulih sepenuhnya sejak tiga tahun lalu. Rasa sakit datang seperti cambuk tak terlihat, tapi ia tidak menghindar. Ia menyambutnya. "Sakit ini lebih ringan daripada penghinaan yang mereka lakukan padaku," pikirnya.
Ketika murid lain tertidur, Xu Yin masih duduk tegak. Ketika fajar menyingsing, ia belum membuka matanya. Rasa lapar, haus, dan lelah telah menjadi ilusi. Satu-satunya kenyataan adalah, ia harus naik dan bangkit.
Dan tanpa disadari, sebuah riak Qi keemasan mulai muncul samar di telapak tangannya, pertanda akan ada peningkatan yang mengguncang tubuhnya dari dalam.
Tingakatannya akhirnya naik menjadi Qi Awakening 19. Tetapi masih terlalu kasar. Perlu dihaluskan lagi dengan sebuah pil. Namun, Xu Yin tidak peduli dengan pil. Ia mencoba menghaluskan Qi Awekening 19 miliknya dengan meditasi lebih lama.
Setiap nafas yang ia hembuskan terasa seperti pisau yang mencabik-cabik dari dalam. Tapi Xu Yin tidak berhenti. Ia terus menyedot Qi yang berada di kamarnya, walau tipis, tetapi ia mencernanya dengan teknik pernapasan yang dimodifikasi sendiri.
Hampir dua bulan berlalu dalam keheningan penuh badai. Di dalam kamar sempit itu, lahirlah kembali seorang murid yang telah lama dipaksa merangkak.
Xu Yin berdiri. Napasnya lambat dan dalam, namun tubuhnya kini dipenuhi pancaran aura yang padat dan kuat.
Ia belum mencapai Qi Tempering. Tapi kini ia sudah lebih dari sekadar murid Qi Awakening.
Dan di malam ke-enam puluh, tepat setelah tubuhnya selesai menghaluskan tahap Qi Awakening 19. Xu Yin membuka matanya.
"Hao Lin," bisiknya, "kau akan jadi batu pertama yang kupijak menuju puncak."
Satu hari setelah ia keluar dari meditasi tertutup, tak satupun Murid Inti berada di asrama. Sepertinya, mereka semua juga bermeditasi tertutup, guna mempersiapkan duel ujian tengah semester yang akan diadakan beberapa hari lagi.
Xu Yin yang telah mengembalikan kultivasinya ke tahap Qi Awekening 19, ia memiliki sebuah ide yang sebelumnya tidak pernah terlintas.
Di bawah langit malam yang sunyi, Xu Yin duduk bersila di tengah bebatuan puncak gunung. Angin berdesir lembut, membawa aroma kabut dan tanah lembap yang baru diterpa hujan.
Sebagai seorang ilmuwan di Bumi, Xu Yin pernah menciptakan reaktor mini dalam ruang tidur mungilnya, menyatukan teori kuantum dan teknologi yang belum ada nama.
Kini, sebagai seorang kultivator di dunia ini, ia menerapkan logika yang sama pada hukum spiritual dan teknik kultivasi. Setiap teknik adalah sistem. Setiap sistem adalah formula. Dan setiap formula bisa disempurnakan, atau dimusnahkan.
Dua nama teknik yang pernah menjadi kutukan baginya ‘Nafas Tanpa Bentuk’ dan ‘Langit Tanpa Bentuk’
Xu Yin mengingat dengan jelas hari ketika memakai teknik itu untuk pertama kalinya. Dunianya gelap dan detak jantungnya nyaris berhenti. Saat ia sadar kembali, meridiannya telah hancur. Kultivasinya jatuh ke dasar. Hidupnya hampir lenyap oleh keputus-asaan.
Namun justru dari ambang kematian itu, ia menyadari satu hal. Teknik ini bukanlah kesalahan. Kesalahannya adalah pada ketidaksiapan tubuhnya, bukan pada tekniknya. Seperti mesin eksperimen yang meledak bukan karena desain buruk, tapi karena wadahnya terlalu rapuh.
Dan malam itu, di puncak pegunungan yang sunyi tanpa saksi, Xu Yin mulai merombak ulang dasar-dasar teknik terlarang tersebut. ‘Nafas Tanpa Bentuk’ bukan lagi sebatas cara menghilangkan diri dari dunia, tapi potensi untuk keluar dari hukum alam. Ia memecah komponen energi teknik itu, mempelajari bagaimana aliran waktu dan ruang bisa diputus oleh fluktuasi Qi tertentu.
Setiap kali ia bernapas, ia menghitung denyutnya. Setiap hembusan napas dibarengi dengan manipulasi detak spiritual. Ia mengubah struktur dasar teknik, mengganti jalur energi, memperhalus resonansi darahnya.
Hari-hari berlalu. Xu Yin akhirnya berhasil dengan idenya itu. Ia memperkenalkan satu modifikasi berbahaya. penggabungan antara teknik Nafas Tanpa Bentuk dan Langit Tanpa Bentuk.
Hasilnya... sebuah teknik baru lahir.
Xu Yin memberinya nama ‘Teknik Tanpa Bentuk’. Dan teknik ini, sebagaimana namanya, tidak lagi terikat pada hukum alam. Ia akan mencoba teknik itu kepada binatang roh yang tengah mengintainya dari kejauhan...
pedang biasa bisa apa nggak? tergantung ilmu seseorang atau tergantung pedangnya?
mungkin padanan sapu terbang penyihir atau karpet terbang aladin. cerita2 benda terbang yg jadi kendaraan yang lebih kuno.
ibunya jadi hangat.