Natasya Amira seorang gadis berusia 22 tahun terpaksa harus menikah dengan Reza Setiawan Admaja, seorang pria berusia 27 tahun yang tak lain adalah kekasih sahabatnya sendiri. akankah pernikahan yang tak di dasari cinta tersebut akan bahagia??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebenaran yang menyakitkan.
Usai berkonsultasi dengan dokter sesuai dengan janjinya tadi, kini Reza mengantar istrinya untuk menemui bi Inah.
"Mas, bi Inah pasti ikut bahagia jika tahu Tasya tengah mengandung." Ujar Tasya, ketika mereka sedang dalam perjalanan, menuju panti jompo untuk menemui bi Inah.
"Iya sayang, mas juga mau minta maaf sama bi Inah, karena tidak sempat mengundang beliau saat pernikahan kita dulu." Kata Reza kembali menyanyangkan sikapnya dulu.
"Iya mas, bi Inah juga pasti akan mengerti dengan kondisi mas saat itu." jawab Tasya sembari mengelus perutnya yang tentunya belum terlalu buncit tersebut.
Reza melirik ke arah Tasya, yang sejak tadi terus mengelus perutnya, dan kini ia pun ikut mengelus perut sang istri, dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya masih sibuk memegang kemudi.
"Sehat terus ya nak di perut mama!! papa jadi nggak sabar nih, pengen cepat cepat berjumpa dengan jagoan papa." Ujar Reza yang kini ikut mengelus perut sang istri.
"Mas pengennya anak kita cewek apa cowok??." tanya Tasya.
"Kalau mas tidak pernah mempermasalahkan mau anak kita cewek atau cowok, asal dia lahir dalam keadaan sehat, mas sudah sangat bersyukur sayang." jawab Reza.
"Nak, kamu sangat beruntung bisa memiliki papa seperti papa Reza, mama berharap kelak kamu lahir menjadi orang yang hebat seperti papa kamu." bathin Tasya seraya menatap ke arah suaminya.
Ketika masih dalam perjalanan, tiba tiba ponsel Tasya bergetar, tanda ada seseorang tengah menghubunginya.
"Halo." Kata Tasya, ketika menerima panggilan dari nomor yang tidak di kenal tersebut.
"Maaf, apa benar ini dengan nona Tasya??." terdengar seseorang tengah bertanya di seberang telepon.
"Iya benar pak, maaf kalau boleh tahu dengan siapa saya berbicara??." tanya Tasya dengan hati yang mulai tak menentu, sebab nomor tersebut tidak di save di ponsel Tasya.
"Begini nona, kami dari pihak panti jompo cahaya kasih, ingin memberi kabar jika saat ini ibu Inah sedang di rawat di rumah sakit." terang seorang pria di seberang telepon.
"Apa?? bi Inah masuk rumah sakit, tapi kenapa bisa beliau sampai masuk rumah sakit pak?? apa yang sebenarnya terjadi dengan bi Inah??." rentetan pertanyaan di lontarkan Tasya, karena panik dengan kondisi bi Inah.
"Sebaiknya anda segera ke rumah sakit nona!! karena kami pun belum tahu pasti penyebab pingsannya bi Inah pagi tadi, sebab beliau masih dalam penanganan dokter sampai saat ini." terang pria tersebut, sebelum memutuskan sambungan telepon.
Setelah mendapat serlok dari pria tadi, Reza segera berbalik arah menuju rumah sakit.
"Mas, pantes saja sejak semalam perasaan Tasya nggak enak, Tasya terus kepikiran dengan bi Inah." Ujar Tasya, yang tanpa terasa buliran bening lolos dari sudut matanya.
"Sayang kamu tenang dulu, sebaiknya kita sama sama berdoa agar tidak terjadi sesuatu pada bi inah." Reza mencoba untuk menenangkan Tasya yang terlihat begitu panik.
" Iya mas, semoga saja keadaan bi Inah baik baik saja." sahut Tasya masih dengan linangan air mata.
Setibanya di rumah sakit, Tasya yang hendak berlari di cegat oleh Reza.
"Sayang jangan berlari seperti itu, jika bi Inah melihat kamu seperti ini, beliau juga pasti akan sedih, karena sekarang kamu lagi hamil sayang." Reza mencegah Tasya yang hendak berlari untuk mencari keberadaan Bi Inah. sementara Tasya yang sadar jika saat ini ia tengah berbadan dua, mengikuti seruan Reza untuk berjalan perlahan mencari keberadaan bi Inah di rumah sakit tersebut.
Baru saja memasuki ruang IGD, seseorang tengah menghampiri langkah Reza serta Tasya.
"Nona Tasya, anda nona Tasya kan??." sapa seorang pria yang tadi sempat mengabari Tasya.
"Iya pak, saya Tasya." sahut Tasya.
"Mari ikut dengan saya nona, karena sejak tadi ibu Inah terus memanggil manggil nama nona." ujar pria tersebut seraya melangkah dan di ikuti oleh Tasya serta suaminya, Reza.
Linangan air mata Tasya kembali membasahi wajah cantiknya, di saat melihat wanita parubaya tersebut terbaring lemah di brankar rumah sakit.
"Bi, kenapa bisa begini??." ucap Tasya ketika berada di ruang IGD.
Baru saja Tasya menemui bi Inah, seorang dokter jaga mendatangi mereka.
"Maaf nona, pasien masih harus mendapatkan penanganan, sebaiknya anda keluar dulu!!." seru Dokter jaga yang bertugas di ruang IGD.
"Tasya." langkah Tasya yang hendak melangkah keluar tercegat, ketika mendengar suara bi Inah memanggil namanya.
"Bi, bibi sudah sadar??." bukan hanya Tasya, dokter pun terkejut dengan keajaiban tersebut, Bi Inah yang rencananya akan mendapatkan perawatan intensif di ruang ICCU, kini telah sadarkan diri walaupun masih dalam kondisi yang sangat lemah.
"Dok, biarkan saya berbicara sebentar dengan gadis ini!! ada sesuatu yang sangat penting yang ingin aku sampaikan padanya." ucap Bi Inah dengan nada lemah dan terbata. sementara dokter yang melihat kondisi pasien yang sangat ingin mengatakan sesuatu pada seseorang tersebut hanya bisa pasrah, dan mengabulkan permintaan pasien.
"Baiklah nona, saya beri waktu sepuluh menit, sebelum pasien kembali mendapatkan penanganan lebih lanjut." ujar dokter kemudian menunggu keduanya, dari kejauhan bersama dengan Reza.
"Sya, sebelumnya bibi ingin meminta maaf sama kamu nak, karena selama telah menyembunyikan kebenaran dari kamu." terang Bi Inah dalam kondisi yang sangat lemah.
"Apa maksud bibi??." Tasya benar benar bingung, dengan penuturan wanita parubaya tersebut.
"Sya, sebenarnya kamu bukan anak kandung Janah." ucapan bi Inah sontak membuat Tasya terkejut sekaligus bingung. karena setahunya ibu Janah adalah ibu kandung yang telah melahirkan dirinya kedunia.
"Apa maksud perkataan bibi, Tasya benar benar tidak mengerti bi, tolong jangan membuat Tasya semakin bingung bi." Tasya kembali mengulang pertanyaannya, karena belum sepenuhnya mengerti dengan ucapan wanita parubaya tersebut.
"Lima belas tahun yang lalu, saat ibu dan ayahmu hendak bercerai, tidak sengaja Janah menemukan dirimu di sebuah terminal. kamu yang sedang terlihat kebingungan, membuat hati Janah perih, dengan hati yang gembira, ia membawamu kembali ke rumahnya. sejak menemukan dirimu, ayah dan ibumu tidak jadi bercerai. hingga tujuh tahun kemudian ayah kamu meninggal dunia dan di susul ibumu, ketika kamu berusia tujuh belas tahun nak. dan sebelum meninggal Janah yang sudah bersahabat lama denganku, menitipkanmu padaku nak" Tasya benar benar terkejut dan terpukul mendengar semua penjelasan bi Inah, hingga kakinya tak sanggup lagi menopang bobot tubuhnya.
"Sayang." dengan sigap Reza berlari menahan tubuh sang istri, yang hendak terjatuh.
"Mas." Tasya menangis sejadi jadinya dalam dekapan sang suami, sebelum ia benar benar pingsan dalam dekapan Reza.
"Apa yang sebenarnya di katakan bi Inah tadi pada Tasya, hingga Tasya bisa seperti ini??." Bathin Reza ketika telah membopong tubuh sang istri dan membaringkannya di salah satu brankar rumah sakit.
"Bagaimana keadaan istri saya dok??." tanya Reza ketika dokter baru saja memeriksa kondisi kesehatan Tasya.
"Kondisi istri anda baik baik saja tuan,sepertinya nona Tasya hanya sedikit syok serta banyak pikiran.." terang dokter tentang kondisi Tasya saat ini.
Pasangan suami istri Bambang dan Janah, mengurungkan niat mereka bercerai ketika Janah tidak sengaja menemukan Tasya di sebuah terminal saat itu,.Tasya yang dalam kondisi yang memprihatinkan tersebut, sama sekali tidak mengenal orang tuanya, lebih tepatnya saat itu Tasya hilang ingatan. setelah kehadiran seorang gadis kecil berusia sekitar tujuh tahun ketika itu, membuat kehidupan rumah tangga Bambang dan Janah menjadi harmonis.kemudian mereka memutuskan untuk pindah, ke sebuah desa terpencil di kota Y. sampai sebuah kecelakaan kerja yang merenggut nyawa Bambang, tujuh tahun setelahnya. lalu di ikuti oleh sang istri, ketika gadis yang mereka beri nama Natasya Amira tersebut berusia tujuh belas tahun. sebelum meninggal, Janah sempat menitipkan Tasya pada seorang sahabatnya yang bernama Inah, yang saat itu berdomisili di kota Jakarta.
Setelah sadar dari pingsannya tadi, betapa terkejutnya Tasya saat mendengar kabar, jika bi Inah telah meninggal dunia.
"Mas, aku ingin menemui bi Inah, masih banyak yang ingin Tasya tanyakan pada bi Inah, mas." ujar Tasya sembari mencoba untuk turun dari brankar rumah sakit.
"Sayang." Reza mencoba mencegah, Tasya yang hendak turun dari tempat tidur rumah sakit.
"Sayang kamu harus kuat!!." Ucap Reza yang tidak tega melihat istrinya dalam keadaan mengandung harus menerima kenyataan, jika bi Inah telah tiada.
"Apa maksud mas Reza??." tanya Tasya, dengan tatapan menyelidik.
"Kamu harus kuat sayang, bi Inah telah tiada." jawaban suaminya bagai petir di siang bolong bagi Tasya.
"Kamu sedang bercandakan mas?? nggak lucu mas." ujat Tasya yang menyangka jika suaminya sedang bercanda.
"Mas nggak lagi bercanda sayang, Bi Inah benar benar sudah meninggal dunia." lanjut terang Reza, untuk meyakinkan Tasya tentang berita kematian bi Inah.
"Kenapa bi Inah harus pergi secepat itu, mengapa bi Inah harus pergi sebelum memberikan penjelasan siapa sebenarnya orang tua kandung Tasya??." bathin Tasya, sembari terisak
Di saat bi inah mengatakan jika ia bukan anak kandung dari ibu Janah dan Pak Bambang, orang tua yang selama ini di anggap Tasya, sebagai orang tua kandungnya. Tasya baru sadar mengapa saat ia kecelakaan di usia dua belas tahun dulu, golongan darah ayah ataupun ibunya tidak cocok dengannya. ternyata hari ini Tasya tahu jawabannya, golongan darah mereka tidak cocok, sebab mereka berdua bukanlah orang tua kandung Tasya.
apa Wiki wik nya merem kok gak nampak