“DASAR WANITA PEMBAWA SIAL KAU, DHIEN! Karena mu, putraku meninggal! Malang betul hidupnya menikahi wanita penyakitan macam Mamak kau tu, yang hanya bisa menyusahkan saja!”
Sejatinya seorang nenek pasti menyayangi cucunya, tetapi tidak dengan neneknya Dhien, dia begitu membenci darah daging anaknya sendiri.
Bahkan hendak menjodohkan wanita malang itu dengan Pria pemabuk, Penjudi, dan Pemburu selangkangan.
"Bila suatu hari nanti sukses telah tergenggam, orang pertama yang akan ku tendang adalah kalian! Sampai Tersungkur, Terjungkal dan bahkan Terguling-guling pun tak kan pernah ku merasa kasihan!" Janji Dhien pada mereka si pemberi luka.
Mampukah seseorang yang hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama itu meraih sukses nya?
Berhasilkah dia membalas rasa sakit hatinya?
Sequel dari ~ AKU YANG KALIAN CAMPAKKAN.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
U ~ Bab 05
Kami bernyawa, bukan hanya sekedar nama.
...----------------...
Ayek menuruni jalan sedikit menukik, anak laki-laki itu hanya mengenakan kaos singlet tidak berlengan, dan celana pendek, di lehernya tergantung ketapel terbuat dari ban karet, serta kompeng yang diikat dengan tali plastik berwarna merah muda, sebelah tangannya menyeret tali tambang kecil yang terdapat jerigen plastik.
"Sekarang sudah jelas ‘kan, apa yang kulakukan?!” hardik Dhien.
Ayek manggut-manggut, seraya menatap rumput tercabut se akar-akarnya. “Mana tahu Kak Dhien masih mirip adik tak pintar ku tu, yang di mana jongkok, disitulah nya berak.”
Dhien menarik napas panjang, menghadapi bocah ingusan dan cengeng ini memang membutuhkan kesabaran ekstra. “Kau hendak kemana? Mengapa mengomel terus muncung memble mu tu?”
Bertambah panjang saja bibir Ayek, kala dikatain ndower. “Tadi Mamak menyuruh belik barang, tapi aku lupa hendak belanja apa!”
“Lah, yang kau seret tu bukannya sudah jadi petunjuk mu!”
Ayek menatap ke belakang, lalu menepuk jidatnya. “Ini lah kalau ketika bayi cuma di kasih air tajin, besarnya jadi pelupa.”
"Alasannya teross! Bilang saja kalau kau memang tak pintar, alias Paok!” ucap Dhien begitu tega, saat melihat mata Ayek sudah berkaca-kaca. “Menangis lah! Berani kau meneteskan air mata, maka bersiaplah ku lempar batu!”
Anak laki-laki itu langsung menggeleng, cepat-cepat ngemut kompeng nya.
“Macam mana kau mau jadi kuat, baru ku gertak sedikit sudah mewek, Yek!” Dhien bersedekap dada.
"Mengompeng teros lah kau! Rontok semua nanti gigi mu, baru tahu rasa!" celetuknya lagi.
Ayek melepaskan kompeng nya. “Aku kan masih anak kecil, jadi wajarlah kalau cengeng dan masih ngompeng, lagi pula kata Mamak ku, kalau nanti giginya habis, bisa diganti dengan gigi Kambing.”
"Astaghfirullah." Dhien menggeleng kepala, dirinya kehabisan kata-kata.
“Kecil jari kelingking kau! Tinggi badan sudah melebihi anak seusia mu, tapi mental mengapa masih sependek Burung kau yang sering digigit Tengu!” cecar Dhien.
“Tak usah buka celana buluk kau tu! Masih sama nya kecilnya kacuk mu, bantat!” Lagi-lagi Dhien mengatai Ayek, dia sengaja melakukan hal itu, agar anak tetangganya ini menjadi sedikit kuat mentalnya.
“Kakak tega, tapi tak apa, aku terima! Sebab, sekarang Kak Dhien adalah guru ku!” Ayek menunduk hormat, tidak melihat kalau Dhien sudah menahan tawa agar tidak terbahak-bahak.
“Bagus! Sekarang kau cium tu jerigen, bau nya apa?”
Seperti anak penurut, Ayek langsung mengambil jerigen berwarna putih kecoklatan dengan berat 2 liter. “Bau minyak tanah.”
“Berarti kau disuruh beli minyak lampu!” balas Dhien.
Dahi Ayek mengernyit. “Tapi, seingat ku yang masih hilang timbul ni, kalau tak salah … Mamak cakap, belik 1 liter minyak makan.”
“Astaga! Paoknya kau, Yek! Paling bisa membuatku naik darah!” Dhien mengelus dada nya, mencoba bersabar padahal dia orang paling tidak sabaran.
“Kau mau keracunan, sebab makan sesuatu yang diolah dari minyak makan campur minyak lampu. Iya?!”
“Bisa ya ... macam tu, Kak?” tanyanya seperti orang tidak berdosa.
“Enyah kau, Yek!” Dhien mengacungkan parangnya, langsung saja Ayek lari tunggang-langgang sambil menarik tali tambang, dan ngempeng.
Selepas kepergian Ayek, Dhien duduk di kursi kayu teras rumah, membiarkan saja rumput yang tercabut agar terjemur sinar matahari, setelah kering baru di bakar.
Baru saja Dhien hendak masuk rumah, kembali dia mendengar Ayek bernyanyi tidak jelas.
“Dasar lagu tak nyambung. Masa habis potong Bebek Angsa, Nona minta dansa, apa hubungannya coba? Kan aneh! Tak tahu apa mereka, kalau Bebek ya Bebek, Angsa lain lagi jenisnya!”
"Sudahlah, Dhien!” Emak Inong yang ikut mendengarkan, mencoba menghalangi sang anak.
“Tak bisa dibiarkan, Mak!” Lalu, Dhien melangkah mendekati jalan umum.
“Mana minyak tanah yang kau beli, Yek?”
“Kan, kan … gara-gara Kakak, permen rokok ku jadi kegigit!” Ayek kembali hendak menangis kala permen mirip rokok itu tinggal separuh.
“Kau disuruh beli apa, lain pula yang kau bawa. Habislah kau nanti, kalau sampai Mamak mu mengamuk!” Dhien mencoba menakuti.
“Tak lah! Bukan salah ku, sebab jerigennya hilang entah kemana.” Ayek kembali mengunyah permennya yang masih tersisa.
“Membual saja kau! Lalu buntut mu tu, kalau bukan jerigen apa namanya?!”
Ayek langsung melihat ke belakang badannya, yang mana ada jerigen, ternyata talinya ia kalungkan jadi satu bersama antek-anteknya.
“Ayek! Sebenarnya kau pergi belik minyak lampu, atau melayat! Mengapa lama betul?!” Teriakan ibunya Ayek terdengar sangat nyaring.
“Habislah aku, Kak! Tak mau pulang lah diri ini!” Bukan kembali ke huniannya, Ayek malah bersembunyi di dalam rumah Dhien.
***
Hari pun berlalu, serta minggu berganti, tiba saatnya Dhien hendak dipersunting oleh Fikar, pemuda dari kampung Pertanian.
Kabar pernikahan mendadak Dhien sudah tersebar luas, banyak mulut yang mempertanyakan alasannya, tidak sedikit pula yang menuding kalau Dhien hamil di luar nikah.
Amala yang baru pulang dari menderes getah, langsung pergi ke rumah sahabatnya, dia membawa sesuatu dalam kantong kresek berwarna hitam.
“Dhien!” panggilnya.
“Ya, aku di dapur Mala!”
Mala pergi ke arah dapur, ternyata Dhien dan Emak Inong sedang mengupas kulit buah pinang, Mala ikut berjongkok.
“Ini aku bawa yang kau pinta.” Mala membuka ikatan plastik.“Cukup segini 'kan? Bila tak, biar ku petik lebih banyak lagi! Semoga saja langsung beda alam nya nanti!”
Dhien mengambil alih plastik hitam itu, lalu mengeluarkan isinya di atas karung yang sudah dipotong bagian sisinya agar terbentang lebar.
"Sudah cukup ni, Mala! Terima kasih ya," ucapnya haru, menatap hangat wajah teduh Nur Amala.
“Apa betulan manjur? Daun dan buah kecubung tu, Dhien?” Emak Inong bertanya dengan wajah cemas.
Dhien tersenyum menyakinkan, tangannya menekan buah kecubung yang terasa seperti berduri tajam kala digenggam. “Pasti Mak! Sebelumnya Dhien sudah pernah bertanya pada guru karate, beliau bercerita banyak tentang manfaatnya.”
Meskipun belum sepenuhnya percaya, Emak Inong tetap mengangguk sebagai bentuk menyemangati. Ya, dirinya seratus persen mendukung semua rencana Dhien, sudah saatnya mereka tidak lagi tunduk pada si pemberi luka.
Dhien sendiri memilih jujur kepada ibunya, tidak ada yang ditutupi, semua itu sebagai bentuk menghargai dan menganggap bahwa Emak Inong sebagai sosok begitu istimewa.
“Sudah cukup kita tak dianggap ada, kini saatnya untuk membebaskan diri dan membuktikan bila kita makhluk bernyawa yang sangat berharga!” ucap Dhien dengan sorot mata begitu dingin.
Dhien sadar diri kalau menghadapi Fikar, tidak cukup hanya mengandalkan tenaga saja, harus juga menggunakan strategi yang matang.
.
.
“Kau tampung darahnya, Mala! Semakin banyak malah tambah bagus!”
"Ya Rabb, tolong lindungi permata hati hamba! Lancarkan lah setiap rencana yang hendak ia lakukan! Tutuplah mata serta insting mereka, agar tak menyadari kalau hendak diakali!"
.
.
Bersambung.
Kak, saya mau nanya ... udah berasa macam acara mamah Dedeh aja✌️😊
Kalau saya sisipkan foto, nggak menganggu konsentrasi yang baca 'kan?
Soalnya belajar dari GAMALA, ternyata banyak juga yang belum tahu, misal buah apa atau apa gitu. Jadi, tak sisipkan foto sekalian di sini.
semangaat Dhien doaku meyertaimu
tar kembali lagi skalian bawa tiker sm kupi , klo dh End yak. 🤩😘🤗