Aluna, gadis berusia delapan belas tahun dengan trauma masa lalu. Dia bahkan dijual oleh pamannya sendiri ke sebuah klub malam.
Hingga suatu ketika tempat dimana Aluna tinggal, diserang oleh sekelompok mafia. Menyebabkan tempat itu hancur tak bersisa.
Aluna terpaksa meminta tolong agar diizinkan tinggal di mansion mewah milik pimpinan mafia tersebut yang tak lain adalah Noah Federick. Tentu saja tanpa sepengetahuan pria dingin dan anti wanita itu.
Bagaimana kehidupan Aluna selanjutnya setelah tinggal bersama Noah?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 010
“Tenang saja, Nona. Semua penghuni di mansion ini tidak seperti apa yang anda pikirkan. Mereka semua sangat ramah kecuali pemilik rumah,” ucap Yasmin.
Aluna diam dan pasrah, mengikuti keman Yasmin akan membawanya. Meski jauh di dalam lubuk hatinya, ada banyak pertanyaan yang ingin Aluna tanyakan.
“Aku akan bertanya nanti padanya. Sekarang lebih baik aku mengikuti perintah nyonya Yasmin,” batin Aluna.
Mereka berdua memasuki sebuah ruangan. Melewati lorong kecil dan sampailah mereka di depan pintu bercat putih.
Bibir Aluna lagi-lagi tak berhenti mengucapkan kata ‘woah’ selama menuju kemari. Ia benar-benar mengagumi keindahan mansion mewah itu.
“Masuklah, kamu harus segera tidur. Karena mulai besok kita akan sibuk!” Yasmin membuka pintu tersebut dengan perlahan.
“A—apa ini kamarku, Nyonya?” Aluna menutup mulutnya tak percaya melihat ruangan kamar yang ada di depannya saat ini. Ia hampir berteriak kegirangan seperti anak kecil.
Yasmin tersenyum dan menggeleng pelan melihat tingkah Aluna. “Apa kamu menyukainya?”
“Ya, aku sangat menyukainya. Aku nyaman berada disini. Membuatku melupakan apa yang pernah terjadi dan—” Aluna tak melanjutkan kalimatnya. Ia tiba-tiba membisu.
Lidahnya kelu, tenggorokannya terasa kering. Aluna ingat benar bagaimana kehidupannya beberapa jam lalu sebelum Vincent membawanya kemari.
“Ceritakan apa yang kamu rasakan padaku besok pagi. Sekarang masuk dan istirahatlah. Jangan lupa bersihkan tubuhmu lebih dulu. Aku akan menyiapkan semuanya saat kamu mandi,” ucap Yasmin.
Yasmin membuka semakin lebar pintu itu. Aluna yang melihatnya langsung terkejut. “Apa kamu yakin ini kamarku, Nyonya?” Aluna kembali mengulang pertanyaan yang sama.
“Panggil saja aku, Yasmin. Karena aku bukan pemilik mansion ini. Statusku hanyalah sebagai kepala pelayan.” Yasmin mengajak Aluna masuk dan mengelilingi kamarnya.
Sebuah kamar yang memiliki luas dua kali lipat dari kamar milik Aluna saat dia masih tinggal bersama Hugo—pamannya.
“Kamar ini akan menjadi kamarmu selama kamu tinggal di sini. Jangan heran jika nampak mewah. Karena tuan selalu mengajarkan kami untuk menghormati seorang tamu seperti raja. Meski itu pelayan sekalipun, Nona.” Yasmin menjelaskan agar Aluna mengerti dan tidak salah paham.
“Aku Aluna dan panggil saja aku seperti itu,” ucapnya.
“Baiklah, Aluna. Silahkan duduk.” Yasmin memapah Aluna duduk di tepian tempat tidur. “Aku akan mengambil air hangat dan salep untuk mengobati lukamu dulu.”
“Terima kasih, Yasmin. Hanya saja aku harus menolaknya. Ini luka kecil, besok pasti sembuh,” ucap Aluna, lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan memejamkan matanya.
Berharap jika Yasmin segera pergi dari sana. Aluna tidak mau merepotkan orang lain lagi.
Yasmin menghela nafas. Melihat keadaan gadis itu, membuatnya iba. Namun, Yasmin juga tidak mau memaksakan kehendaknya jika Aluna menolak.
Meninggalkan Aluna seorang diri, Yasmin menutup rapat pintu kamarnya sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya.
Sementara Aluna, meski sudah merasa aman mendapatkan tempat tinggal baru. Hatinya masih belum tenang.
“Ayah, ibu, kakak... Aku benar-benar merindukan kalian,” lirihnya dan tanpa sadar butiran-butiran bening itu menetes dari sudut matanya.
******
Di tempat lain, dengan waktu yang sama. Seorang pria terlihat murka dan menghajar beberapa anak buahnya sebagai pelampiasan.
“Kalian benar-benar bodoh! Mencari satu gadis saja tidak becus!” teriak lantang pria itu dengan sorot mata tajam.
“M—maafkan kami, Tuan. Wanita itu dibawah oleh Vincent, salah satu orang kepercayaan Noah. Dan dia jugalah yang sudah berhasil menghabisi ayah dan adik kandung anda.” pengawal itu menunduk dengan wajah ketakutan.
“Aku sudah tahu tanpa kamu menjelaskannya padaku! Yang aku mau hanya dia. Karena dia adalah aset berharga untukku!” pria itu mendekati sang pengawal lalu menepuk pundaknya. “Bawa dia padaku dalam keadaan hidup dan tanpa tergores sedikitpun!” titahnya.
“B—baik, Tuan!”
Pria itu tersenyum licik. Menjilat bibir bawah dan atas dengan lidahnya sendiri.
“Aluna...” lirihnya sambil membayangkan gadis itu berada di bawah kungkungan tubuhnya tanpa balutan apapun. Melewati malam panas dengan ber cinta sepuas hatinya.
“Ah sial, sepertinya aku butuh pelampiasan sekarang.”
Pria bertubuh tinggi dengan jambang tipis itu menyuruh anak buahnya untuk membawa beberapa wanita ke kamarnya.