Tragedi Ranjang Kakak Tiri

Keesokan paginya..

Ares yang mengetahui Nao kesiangan ia sengaja menunggu wanita itu di parkiran sebelum berangkat ke kampus, Nao datang dengan roti yang masih di mulut melangkah untuk memasuki mobil.

"Benar-benar itik yang masih tidur seperti kebo." Sindir Ares.

"Ah mengagetkanku saja!." Nao terhenyak dengan kehadiran Ares yang tampaknya sehabis joging. "Kenapa? ada apa? aku harus cepat-cepat pergi."

Ares celingak-celinguk melihat sekeliling takutnya ada bibi pembantu yang berkeliaran atau penjaga mansion. Di rasa aman Ares mendekati Nao hingga tubuh Nao bertabrakan dengan badan mobil.

"Kapan kira-kira kau kembali?."

"Mungkin sekitar jam 2 siang, hari ini aku mendapat hari libur dari kantor jadi tidak ke perusahaan." Balas Nao seraya menghabiskan roti itu, tanpa sadar selai coklat menempel pada bibir sexy-nya.

"Ada apa?." Lanjut Nao yang menyadari jika ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh Ares. "Merindukanku?." Sengaja Nao.

Ares tersenyum. "Tentu saja, bahkan aku ingin sekamar denganmu adik itik."

"Haish itu tidak mungkin." Timpal Nao.

Ares menatap intens wajah cantik yang sedang menatapnya. "Dengar, hari ini keluarga Tessa akan datang kau ingat perjanjian kita? bagaimana pun nanti aku akan menjadikanmu alasan utama apalagi kau sekarang bukan kekasih palsuku lagi."

"Namun untuk menampakkan diri itu tidak mungkin." Timpal Nao yang bingung harus bagaimana, cukup rumit baginya.

"No problem, aku hanya ingin memberitahu kekasihku agar tidak terjadi kesalahpahaman." Balas Ares.

Masih terdengar ambigu bagi Nao saat Ares menyebutnya kekasih, namun ia nyaman dan senang akan hal itu. "Oke."

Tatapan mata Ares tertuju pada bibir ranum Nao yang terdapat selai bekas roti. "Kemari.." Ares menarik leher jenjang gadis itu, menj*lat bibir Nao menyesap selai sekaligus Ares jadikan alasan untuk menciumnya leluasa.

Nao yang panik dilihat orang rumah langsung mendorong dada bidang Ares. "Kenapa berlanjut? aku harus berangkat sekarang."

Ares menggigit bibir bawahnya seraya mengacak-acak rambut Nao. "Iya-iya, pergilah."

Dengan jantung yang berdebar Nao menancap gas meninggalkan pelataran rumah besar itu. "Ah ya Tuhan." Pipi Nao merona.

Setelah Nao hilang dari pandangan Ares berlari kecil untuk masuk ke dalam rumah, ia berjalan menuju meja makan untuk sarapan yang dimana Agam dan Sarah juga sudah menunggunya.

Benar saja sekitar jam 9 pagi Tessa dan keluarganya datang ke kediaman keluarga Leonardgo.

Agam dan Bram saling berpelukan begitupun dengan istri mereka, Tessa sendiri memberi salam.

"Duduklah."

Dua orang pembantu datang membawa jamuan, bersamaan dengan Ares yang datang ikut bergabung bersama mereka.

"Ares om turut bangga dengan kinerjamu Airoo sekarang sedang berada di puncaknya berkatmu." Ujar Bram.

"Terimakasih om."

Tessa melirik pria tampan itu sementara Ares hanya diam dengan ekspresi dinginnya seperti biasa.

"Apa kabar Ares?." Ujar Tessa.

"Baik."

"Om datang ke sini hanya ingin kejelasan mengenai rencana perjodohan antara kamu dengan Tessa, ada yang mengatakan jika kamu sebenarnya sudah memiliki kekasih dan berencana membatalkan perjodohan ini, benar?." Mulai Bram.

"Tentu saja itu benar dan aku menginginkan rencana perjodohan ini dibatalkan."

"Agam bagaimana dengan kesepakatan kita?." Tampak Bram kecewa begitu pun dengan Tessa.

"Memang waktu itu kita sepakat namun aku tidak bisa memaksa Ares, Bram." Balas Agam.

"Kita yang sudah hampir 4 tahun bersama-sama, dan juga sikapmu seolah mencintaiku apa semuanya itu bohong Ares?." Timpal Tessa.

"Maaf Tessa tapi aku tidak pernah menyuruhmu untuk memiliki perasaan padaku."

Bram menghela nafas panjang. "Oke kesepakatan ini kita batalkan saja, namun Ares perusahaan om dan juga papamu bekerja sama dan kontrak kerjanya di mulai minggu depan. Om harap kamu membimbing Tessa karena kalian akan sering bersama dari mulai sekarang."

Tessa menyunggingkan senyum tipis, kesempatan yang diberi papanya akan ia gunakan untuk membuat Ares jatuh hati dan terpikat padanya. "Kita lihat saja nanti Ares." Batin Tessa yakin.