Arjuna, putra dari Dewa Arka Dewa dan Dewi Laksmi, adalah seorang dewa yang sombong, angkuh, dan merasa tak terkalahkan. Terlahir dari pasangan dewa yang kuat, ia tumbuh dengan keyakinan bahwa tidak ada yang bisa menandinginya. Dengan kekuatan luar biasa, Arjuna sering merendahkan dewa-dewa lainnya dan merasa bahwa dirinya lebih unggul dalam segala hal.
Namun, sikapnya yang arogan membawa konsekuensi besar. Dewa Arka Dewa, ayahnya, yang melihat kebanggaan berlebihan dalam diri putranya, memutuskan untuk memberi pelajaran yang keras. Dalam upaya untuk mendewasakan Arjuna, Dewa Arka Dewa mengasingkan Arjuna ke dunia manusia—tanpa kekuatan, tanpa perlindungan, dan tanpa status sebagai dewa.
Di dunia manusia yang keras dan penuh tantangan, Arjuna harus menghadapi kenyataan bahwa kekuatan fisik dan kesombongannya tidak ada artinya lagi. Terpisah dari segala kemewahan Gunung Meru, Arjuna kini harus bertahan hidup sebagai manusia biasa, menghadapi ancaman yang lebih berbahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa lalu Arjuna dan Kumala
Arjuna, Kirana, dan Bara baru saja keluar dari gedung tempat Pak Rizal bekerja. Malam mulai menyelimuti kota, lampu-lampu jalanan bersinar terang, dan angin berhembus lembut membawa aroma jalanan yang khas.
Saat mereka berjalan menuju mobil, seorang wanita berambut panjang dengan pakaian kasual tetapi tetap berwibawa menghampiri mereka. Ia tampak familiar, terutama bagi Kirana dan Bara yang sering mengikuti berita dan perkembangan dunia.
Wanita itu (tersenyum tipis, menatap Arjuna lekat-lekat): "Akhirnya kita bertemu, Arjuna."
Arjuna menoleh, sedikit mengernyit.
Arjuna (bingung): "Kau siapa?"
Kirana (terkejut, berbisik ke Bara): "Bara… itu Dinata Maharani, kan?"
Bara (membelalak, menatap Dinata dengan penuh kekaguman): "Iya! Presenter Jejak Petualang! Tapi… bukan hanya itu… katanya dia juga—"
Kirana mengangguk pelan, masih menatap Dinata dengan rasa waspada dan penasaran. Rumor tentang Dinata Maharani yang sebenarnya adalah Asvara, sang penyihir alam yang pernah menyelamatkan Jakarta dan Samarinda dari serangan para penyihir jahat, masih beredar luas.
Arjuna tetap memasang ekspresi datar, tetapi ia bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dari Dinata. Ada energi aneh yang mengalir di sekitarnya, sesuatu yang mengingatkannya pada kekuatan para dewa.
Dinata (menatap Arjuna dalam-dalam, lalu berkata dengan suara rendah tetapi tegas): "Aku datang bukan untuk bicara soal dunia hiburan… Aku ingin bicara denganmu, Arjuna. Kau dan aku memiliki sesuatu yang harus kita bahas."
Bara dan Kirana saling berpandangan, sadar bahwa pertemuan ini bukan sekadar kebetulan.
Arjuna (menatap Dinata, menyilangkan tangan di dada): "Apa maksudmu? Bicara tentang apa?"
Dinata (menatapnya tajam): "Tentang masa lalumu. Tentang sesuatu yang lebih besar dari yang kau pikirkan. Dan tentang… Kumala."
Mata Arjuna membelalak mendengar nama itu.
Di tengah hiruk-pikuk kota yang tetap berjalan seperti biasa, percakapan ini bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang mungkin bisa mengubah takdir Arjuna di dunia manusia.
Bab Baru – "Rahasia Asvara"
Arjuna masih terpaku menatap Dinata, mencoba mencerna kata-kata yang baru saja diucapkannya. Namun, sebelum ia bisa merespons, Dinata mengangkat satu tangannya, dan dalam sekejap, udara di sekitar mereka bergetar.
"Tidurlah."
Sebuah cahaya hijau samar melesat dari ujung jarinya, menyelimuti Kirana dan Bara. Dalam hitungan detik, keduanya ambruk dengan napas teratur, jatuh ke dalam tidur yang dalam tanpa sempat bereaksi.
Arjuna (terkejut, mundur selangkah): "Apa yang kau lakukan?!"
Dinata (tenang, sambil menggerakkan tangannya di udara): "Tenang saja. Mereka hanya tidur. Aku tidak ingin mereka ikut dalam percakapan ini."
Dengan gerakan tangan lainnya, sebuah portal bercahaya hijau muncul di belakang Bara dan Kirana. Seperti tersedot oleh kekuatan tak terlihat, tubuh mereka melayang perlahan ke dalam portal, dan dalam sekejap, mereka menghilang.
Arjuna (mengerutkan dahi, mulai merasa tidak nyaman): "Kau… penyihir?"
Dinata (tersenyum tipis, lalu menatap Arjuna dalam-dalam): "Lebih dari itu. Aku adalah Asvara."
Arjuna menegang. Nama itu tidak asing baginya. Ia menatap Dinata lebih dalam, kini mulai memahami bahwa wanita di depannya bukan sekadar presenter TV atau sekadar petualang biasa.
Dinata (membuka tangan ke udara, membentuk lingkaran sihir lain): "Kita perlu bicara di tempat yang lebih aman."
Seketika, sebuah portal hijau lain terbuka di antara mereka. Dari dalamnya, Arjuna bisa merasakan hawa lembap khas hutan hujan tropis, aroma tanah basah, dan suara samar burung-burung malam berkicau.
Dinata (melangkah ke portal, lalu menoleh ke belakang): "Kau ingin tahu lebih banyak tentang Kumala, bukan? Ikutlah denganku ke Borneo. Aku akan menjelaskan segalanya."
Arjuna menatap portal itu dengan ragu, tetapi di dalam dirinya, sesuatu seakan menariknya untuk melangkah masuk. Dengan tarikan napas dalam, ia akhirnya mengikuti Dinata melewati cahaya hijau itu, meninggalkan hiruk-pikuk kota dan memasuki jantung hutan belantara yang dipenuhi misteri.
Berikut revisi adegan dengan menyesuaikan bahwa Kumala kini menjadi entitas dan bagaimana roh Kumala berinteraksi dengan Dinata sebelum akhirnya berubah ke bentuk entitasnya sendiri.
Bab Baru – "Bayangan Masa Lalu"
Saat mereka berdua keluar dari portal, Arjuna merasakan tanah lembap di bawah kakinya. Pepohonan tinggi menjulang di sekelilingnya, menciptakan kanopi alami yang hanya membiarkan sedikit cahaya bulan menembus ke bawah. Suara hutan Borneo menyambut mereka—nyanyian serangga malam, desiran dedaunan, dan gemuruh sungai yang mengalir di kejauhan.
Di hadapannya, Dinata mulai berubah.
Sebuah cahaya hijau lembut mengelilingi tubuhnya, rambutnya yang sebelumnya hitam pekat kini memanjang dan berubah menjadi hijau zamrud yang berkilau di bawah sinar rembulan. Pakaian kasualnya lenyap, berganti dengan jubah hijau tua berornamen ukiran akar dan daun, sementara permata hijau di dadanya bersinar terang. Inilah sosok asli Dinata—Asvara, sang Penyihir Alam.
Arjuna tertegun. Mata Dinata yang kini bercahaya hijau seolah menatap langsung ke jiwanya, membangkitkan ingatan yang telah lama ia kubur.
Arjuna (suara lirih, hampir seperti bisikan): "Kumala..."
Dinata menatapnya dengan penuh tanda tanya.
Dinata (mengernyit): " sudah kuduga ada sesuatu yang berhubungan dengan Kumala "
Arjuna tidak langsung menjawab. Jantungnya berdegup lebih cepat, bukan karena ketakutan, melainkan karena kenangan lama yang menyeruak begitu kuat.
Arjuna (menghela napas, suaranya lebih berat): "Dulu... aku pernah bertemu dengannya."
Dinata terdiam, memberi isyarat pada Arjuna untuk melanjutkan.
Arjuna (menatap langit, seperti mengingat sesuatu yang jauh di masa lalu): "Seratus tahun lalu, sebelum aku diasingkan ke Bumi, aku pernah turun ke dunia manusia... pada masa kerajaan-kerajaan Nusantara masih berjaya. Di sana, aku bertemu dengan Kumala."
Wajah Arjuna terlihat penuh dengan penyesalan. Ia mengepalkan tangannya, seolah masih bisa merasakan masa lalu yang menyakitkan.
Arjuna (tersenyum pahit): "Aku mencintainya. Tapi dia... dia selalu menolakku."
Dinata menelan ludah. Ada sesuatu yang aneh dalam dirinya—seperti dua keping teka-teki yang akhirnya bertemu setelah sekian lama. Sejak pertama kali memperoleh kekuatan Asvara, roh Kumala selalu ada dalam dirinya, membisikkan nasihat dan membimbingnya. Namun, ada satu hal yang selalu ia pertanyakan—mengapa Kumala tidak pernah menceritakan tentang Arjuna?
Dinata (berbisik, matanya sedikit berkabut): "Jadi itu sebabnya... Mengapa aku merasa ada sesuatu yang aneh saat melihatmu."
Arjuna menatap Dinata dalam-dalam.
Arjuna (suara pelan, nyaris tidak terdengar): "Kumala... di mana dia sekarang?"
Dinata menghela napas panjang sebelum menjawab.
Dinata (dengan suara penuh kesedihan): "Roh Kumala selalu ada bersamaku sejak aku mendapatkan kekuatan ini. Dia membimbingku, mengajarkanku tentang keseimbangan dan alam."
Arjuna mengernyit.
Arjuna (penasaran): "Tapi aku bisa merasakan sesuatu yang berbeda... Seperti dia tidak lagi hanya sekadar roh."
Dinata menunduk sejenak sebelum mengangkat tangannya. Permata hijau di dadanya mulai bersinar lebih terang, dan perlahan-lahan, sebuah sosok mulai muncul di belakangnya.
Bayangan berbentuk siluet seorang wanita dengan rambut panjang melayang di udara. Tubuhnya tampak transparan, bercahaya hijau samar, dengan sorot mata yang dalam dan penuh kebijaksanaan.
Arjuna terdiam.
Arjuna (suara tercekat): "Kumala..."
Sosok itu membuka matanya, menatap Arjuna dengan ekspresi yang sulit dijelaskan—antara kerinduan dan ketegasan.
Kumala (suara lembut, namun bergema di udara): "Arjuna... sudah lama sekali."
Arjuna melangkah maju, tapi sebelum bisa mendekat, energi hijau menyelimutinya, membuatnya berhenti di tempat.
Dinata (menghela napas, menjelaskan): "Beberapa waktu lalu, saat aku benar-benar menjadi Asvara seutuhnya... Kumala tidak lagi hanya menjadi bagian dari diriku. Dia... berubah menjadi entitas tersendiri."
Arjuna menatap Kumala dengan ekspresi rumit.
Arjuna (pelan, hampir seperti bisikan): "Jadi kau benar-benar telah pergi..."
Kumala menatapnya tanpa ekspresi.
Kumala (tegas): "Aku tidak sepenuhnya pergi, Arjuna. Aku hanya tidak lagi berada di dunia manusia seperti sebelumnya. Kini, aku adalah bagian dari keseimbangan itu sendiri."
Arjuna mengepalkan tangannya.
Arjuna (kesal, frustrasi): "Lalu mengapa kau tidak pernah memberitahuku?! Mengapa kau selalu menolak aku dulu?"
Kumala hanya tersenyum samar.
Kumala (lembut, namun tegas): "Karena takdirku bukan bersamamu, Arjuna."
Dinata menatap interaksi mereka dengan hati yang berat.
Dinata (berbisik pada dirinya sendiri): "Jadi inilah perasaan yang selama ini kurasakan... Ada sesuatu yang tertinggal dalam hubungan mereka."
Kumala berbalik menatap Dinata sejenak sebelum kembali pada Arjuna.
Kumala (suaranya berubah serius): "Tapi ini bukan saatnya untuk mengungkit masa lalu. Aku muncul di sini bukan untuk mengobrol denganmu, Arjuna. Aku muncul karena bahaya besar akan segera datang."
Arjuna mengerutkan dahi.
Arjuna (tegas): "Apa maksudmu?"
Dinata melangkah maju, mengangkat tangannya, dan dari telapak tangannya muncul cahaya hijau yang membentuk proyeksi di udara—sebuah sosok gelap yang samar, dengan aura yang begitu kuat hingga membuat seluruh hutan terasa bergetar.
Dinata (suara bergetar): "Karena kekuatan yang pernah mengalahkan Kumala... akan segera kembali."