AKU BUKAN WANITA PEMBAWA SIAL

AKU BUKAN WANITA PEMBAWA SIAL

DHIEN ~ Bab 01

RENCANA PERJODOHAN

......................

“Suka ataupun tidak, kau harus menikah dengan laki-laki pilihan kami! Bila menolak, segera angkat kaki dari rumah peninggalan anak ku!” Mata tuanya menatap penuh benci sosok wanita yang tidak lain salah satu cucunya sendiri.

“Anak yang Nenek sebut tu, adalah Ayah kandungku! Sudah menjadi kewajibannya memberikan hunian bagi istri serta darah dagingnya! Jadi, tak payah lah mencari alasan demi menjerumuskan diri ini dalam jurang penderitaan!” Wanita berkaos panjang longgar, dan celana jeans, tanpa mengenakan hijab itu tersenyum penuh cemooh.

Nek Blet menggebrak meja, nada suaranya naik satu oktaf. “Dasar Wanita pembawa sial kau, Dhien! Karena mu, putraku meninggal! Malang betul hidupnya menikahi wanita penyakitan seperti Mamak kau, yang hanya bisa menyusahkan saja!”

“Hei wanita tua renta! Jangan pernah membawa nama Emak ku! Dia sama sekali tak salah, tapi Nenek sendirilah yang menciptakan neraka pada biduk rumah tangga mereka!” Dhien berseru lantang, paling tidak bisa dia kalau sang ibu di hina.

“Di mana sopan santun kau, Dhien! Dia tu nenek mu yang wajib dihormati!” Winda yang sedari tadi diam ikut membentak.

Dhien menoleh menatap sepupunya. “Kau cakap perihal sopan-santun pada orang yang selalu kalian pandang sebelah mata, kalian caci maki, dan kalian katai si pembawa sial, apa pantas? Lucu sekali kau Winda! Muak kutengok wajah bak malaikat mu, padahal hatimu macam pantat kuali tak pernah di cuci, hitam penuh iri dengki!!”

“Tutup mulut Kau! Dasar Anak tak tahu diri! Haram bagimu mengatasi cucu kesayanganku!” maki nek Blet.

“Baik. Kalau macam tu, berarti aku boleh pergi dari rumah bak neraka ni ‘kan? Sebab tak diperkenankan berkata-kata!” Dhien begitu santai beranjak hendak berlalu dari rumah neneknya dari pihak almarhum bapaknya.

“Melangkah lah kau dari pintu tu, maka siap-siap kehilangan tempat berteduh!” ancam Nek Blet.

Dhien berbalik, menatap tajam mata neneknya yang menghunus tepat pada netranya, tanpa aba-aba diambilnya guci keramik berukuran kecil pada buffet ruang tamu dan …

PYAR.

Semua pasang mata yang ada di sana terbelalak tanpa terkecuali, terlebih wanita tua itu mendapati pajangan kesayangannya sudah remuk menghantam dinding tembok.

“Kalau kalian masih butuh diri untuk dimanfaatkan, harap jaga sikap! Aku bukan lagi gadis kecil yang hanya diam saja bila dihina apalagi disakiti!” Dhien kembali melangkah dan duduk pada sofa ruang tamu.

“Ka_u!” Pundak nek Blet ditahan oleh anak perempuannya, ibu si Winda.

Zulham yang sedari tadi menjadi penonton ikut geram, dia berdiri dan langsung mengikis jarak dengan adiknya. “Kau betul-betul tak punya otak, Dhien!”

PLAK.

Wajah Dhien sampai tertoleh ke kanan, kala pipi kirinya ditampar begitu kuat.

Tidak ada pancaran sedih apalagi jatuhnya air mata, Dhien tetap tenang, menatap berani Abang kandungnya yang selama ini hanya tahu menyakiti fisik maupun perasaannya.

“Kau salah satu orang yang membuat ku tak berotak, Zulham! Berkat mu, diri ini paham bila tak selamanya darah tu lebih kental daripada air. Adanya kau di dunia ini hanya hama bagiku, tak ada gunanya! Status mu sebagai Abang kandung cuma hiasan belaka tanpa berarti apapun!”

Tangan yang tadi begitu berani menyakiti tanpa bersusah payah berpikir terlebih dahulu, kini bergetar halus, rasa percaya dirinya pun terkikis kala menatap manik hampa adiknya, Zulham kembali duduk pada seberang sofa.

Ayie, bibinya Dhien mencoba bersuara seraya membujuk sang keponakan, dia ikutan duduk di sofa samping ibunya.

“Dhien, coba sekali saja kau tak melulu menganggap kami musuh! Kami hanya ingin memberikan yang terbaik bagimu, agar kau tak lagi perlu bekerja keras, berpanas-panasan di bawah terik matahari, mencari kayu bakar demi membuat perut kenyang_"

"Fikar tu, pemuda yang baik, ekonominya pun sudah mapan, dari keluarga berada pula, dapat dipastikan kehidupan kau dan ibumu terjamin!” sambungnya dengan nada lembut penuh kepalsuan.

Dhien tertawa sumbang, mengesampingkan rasa perih pada pipinya. “Tak perlu cakap manis macam tu, Bik! Aku paham betul akal busuk kalian. Menjual diri ini dengan kedok perjodohan! Alamak … indahnya kata-kata kiasan yang kudengar ni!”

“Baiklah … anggap saja aku menyukai niat baik keluarga titisan Fir'aun ni. Namun, ada syaratnya! Berikan padaku surat pembelian tanah rumah warisan Ayahku!” sambung nya tenang.

“Tak kan!” Nek Blet spontan berteriak.

“Astaghfirullah. Tak nya Nenek takut bila tu jantung copot? Tapi, bagus jualah bila hal tu terjadi, hilang satu orang pembenci maka sedikit damai lah hidup ku ini!” cibir Dhien seenaknya sendiri, dia sudah kehilangan apa itu namanya sopan santun bila berhadapan dengan keluarga almarhum bapaknya.

Nek Blet sampai sesak napas, cucunya yang tidak dianggapnya ini memang terkenal ceplas-ceplos, kasar, tidak jarang bertindak anarkis, serta bermulut tajam.

"Tak ada tawar menawar, Dhien! Kau harus setuju … atau_”

“Jangan mengancam ku, Indri! Siapa kau? Berani betul ikut campur!” Dhien membentak kakak iparnya, istri dari Zulham, seketika Indri bungkam.

“Bila keputusan kalian telah bulat, maka keinginan ku pun tak bisa diganggu gugat! Serahkan suratnya, maka aku pun setuju menikah dengan laki-laki tukang zina tu!” ucapnya lantang.

Lagi dan lagi semua orang terkesiap, tidak menyangka kalau Dhien mengenal sosok Fikar.

Dhien menatap sengit para orang yang ada di sana. “Kalian kira aku bodoh, sama sekali tak tahu latar belakangnya. Sini ku kasih paham! Fikar tu ... bukan cuma pemburu lubang wanita, tapi juga penjudi serta tukang mabok! Puas kalian? Tentu lah, ‘kan sesuai harapan yang selalu ingin menyiksa fisik serta mental ku!”

Ruangan semula panas, seketika terasa dingin, setiap pasang mata saling melirik, tentu mereka terkejut, Dhien tidak sebodoh yang mereka pikir.

Nek Blet akhirnya menyerah, dia memberikan surat penjualan tanah yang ada bangunan rumah tempat tinggal Dhien bersama ibunya. Sebenarnya warisan itu memang milik Dhien, tetapi direbut paksa dari tangan Emak Inong.

“Terima kasih banyak ya keluarga keturunan Setan, senang bisa bekerja sama dengan kalian! Oh ya, atur saja kapan tepatnya aku harus bersanding dengan Badjingan tu!” Dhien mencium selembar surat kepemilikan, lalu beranjak dari sana, sebelum mencapai pintu, dia sempatkan menendang pinggiran sofa tunggal yang diduduki oleh Zulham.

DUG.

“Anggap saja satu sama ya, Abang ku yang malang!” cibirnya dengan raut begitu puas.

“Dasar wanita pembawa sial kau, Dhien!” Zulham meraung kesakitan, kepalanya terantuk lantai keras.

Tidak cukup sampai di sana, sebelum menaiki sepedanya, terlebih dahulu Dhien mendekati kurungan Ayam jago milik abang dan pamannya.

“Keluar lah kalian! Tak perlu bertaruh nyawa demi tetap hidup.” Dhien membuka dua songkok ayam.

Ayam tadi langsung berkokok nyaring seperti berterima kasih pada Dhien, lalu berlari sekencang mungkin memasuki semak belukar yang ada di belakang rumah Nek Blet.

“Astaga! Ayam jago ku!” Idris suami si Ayie berteriak sambil berlari hendak menangkap Ayam yang biasa diadu setiap hari Rabu.

Dhien yang sudah mengayuh sepedanya, tertawa terpingkal-pingkal. Begitu sampai di perkebunan karet dengan jalan setapak, dia berhenti, menyandarkan sepedanya pada pohon rambung, seketika tubuhnya luruh.

“Sakit ya Allah! Sampai kapan hamba kuat menghadapi setiap ujian dari Engkau ya Rabb?” dirinya terduduk di tanah berumput, menangis tergugu seraya memukuli dadanya.

"Apa betul bila hamba wanita pembawa sial ya Tuhan? Sehingga mereka enggan mengakui diri ini! Tolong jawab ya Rabb!”

Sepasang tangan kekar mengulurkan sapu tangan miliknya.

"Siapa kau ...?"

.

.

Bersambung.

Akhirnya kita bersua kembali ya Kak🥰

Salam sayang selalu 😘

Jangan sungkan-sungkan bila ingin berkomentar 🙏❤️

Terpopuler

Comments

ora

ora

Kalau neneknya macam begitu, apa juga masih wajib😌

2025-02-05

14

Ani

Ani

tidak ada yang namanya orang pembawa sial.. karena bagi orang yang beriman pada qada dan qadar pasti paham benar.

mungkin jika aku jadi Dhien pun akan melakukan hal serupa...😥😥😥😥

hai hai kk aku mampir lagi dikaryamu semangat menulis sehat selalu...

2025-02-05

4

Yuli a

Yuli a

aku Dzikri....🤣🤣🤣😋
udah launching ya kk...
kayaknya bagus nih.. bab pertama udah bikin emosi aja....

2025-02-05

5

lihat semua
Episodes
1 DHIEN ~ Bab 01
2 DHIEN ~ Bab 02
3 DHIEN ~ Bab 03
4 DHIEN ~ Bab 04
5 DHIEN ~ Bab 05
6 DHIEN ~ Bab 06
7 DHIEN ~ Bab 07
8 DHIEN ~ Bab 08
9 DHIEN ~ Bab 09
10 DHIEN ~ Bab 10
11 DHIEN ~ Bab 11
12 DHIEN ~ Bab 12
13 DHIEN ~ Bab 13
14 DHIEN ~ Bab 14
15 DHIEN ~ Bab 15
16 DHIEN ~ Bab 16
17 DHIEN ~ Bab 17
18 DHIEN ~ Bab 18
19 DHIEN ~ Bab 19
20 DHIEN ~ Bab 20
21 DHIEN ~ Bab 21
22 DHIEN ~ Bab 22
23 DHIEN ~ Bab 23
24 DHIEN ~ Bab 24
25 DHIEN ~ Bab 25
26 DHIEN ~ Bab 26
27 DHIEN ~ Bab 27
28 DHIEN ~ Bab 28
29 DHIEN ~ Bab 29
30 DHIEN ~ Bab 30
31 DHIEN ~ Bab 31
32 DHIEN ~ Bab 32
33 DHIEN ~ Bab 33
34 DHIEN ~ Bab 34
35 DHIEN ~ Bab 35
36 DHIEN ~ Bab 36
37 DHIEN ~ Bab 37
38 DHIEN ~ Bab 38
39 DHIEN ~ Bab 39
40 DHIEN ~ Bab 40
41 DHIEN ~ Bab 41
42 DHIEN ~ Bab 42
43 DHIEN ~ Bab 43
44 DHIEN ~ 44
45 DHIEN ~ Bab 45
46 DHIEN ~ Bab 46
47 DHIEN ~ Bab 47
48 DHIEN ~ Bab 48
49 DHIEN ~ Bab 49
50 DHIEN ~ Bab 50
51 DHIEN ~ Bab 51
52 DHIEN ~ Bab 52
53 DHIEN ~ Bab 53
54 DHIEN ~ Bab 54
55 DHIEN ~ Bab 55
56 DHIEN ~ Bab 56
57 DHIEN ~ Bab 57
58 DHIEN ~ Bab 58
59 DHIEN ~ Bab 59
60 DHIEN ~ Bab 60
61 DHIEN ~ Bab 61
62 DHIEN ~ Bab 62
63 DHIEN ~ Bab 63
64 DHIEN ~ Bab 64
65 DHIEN ~ Bab 65
66 DHIEN ~ Bab 66
67 DHIEN ~ Bab 67
68 DHIEN ~ Bab 68
69 DHIEN ~ Bab 69
70 DHIEN ~ Bab 70.
71 DHIEN ~ Bab 71
72 DHIEN ~ Bab 72
73 DHIEN ~ Bab 73
74 DHIEN ~ Bab 74
75 DHIEN ~ Bab 75
76 DHIEN ~ Bab 76
77 DHIEN ~ Bab 77
78 DHIEN ~ Bab 78
79 DHIEN ~ Bab 79
80 DHIEN ~ Bab 80
81 DHIEN ~ Bab 81
82 DHIEN ~ Bab 82
83 DHIEN ~ Bab 83
84 DHIEN ~ Bab 84
85 DHIEN ~ Bab 85
86 DHIEN ~ Bab 86
87 DHIEN ~ Bab 87
88 DHIEN ~ Bab 88
89 DHIEN ~ Bab 89
90 DHIEN ~ Bab 90
Episodes

Updated 90 Episodes

1
DHIEN ~ Bab 01
2
DHIEN ~ Bab 02
3
DHIEN ~ Bab 03
4
DHIEN ~ Bab 04
5
DHIEN ~ Bab 05
6
DHIEN ~ Bab 06
7
DHIEN ~ Bab 07
8
DHIEN ~ Bab 08
9
DHIEN ~ Bab 09
10
DHIEN ~ Bab 10
11
DHIEN ~ Bab 11
12
DHIEN ~ Bab 12
13
DHIEN ~ Bab 13
14
DHIEN ~ Bab 14
15
DHIEN ~ Bab 15
16
DHIEN ~ Bab 16
17
DHIEN ~ Bab 17
18
DHIEN ~ Bab 18
19
DHIEN ~ Bab 19
20
DHIEN ~ Bab 20
21
DHIEN ~ Bab 21
22
DHIEN ~ Bab 22
23
DHIEN ~ Bab 23
24
DHIEN ~ Bab 24
25
DHIEN ~ Bab 25
26
DHIEN ~ Bab 26
27
DHIEN ~ Bab 27
28
DHIEN ~ Bab 28
29
DHIEN ~ Bab 29
30
DHIEN ~ Bab 30
31
DHIEN ~ Bab 31
32
DHIEN ~ Bab 32
33
DHIEN ~ Bab 33
34
DHIEN ~ Bab 34
35
DHIEN ~ Bab 35
36
DHIEN ~ Bab 36
37
DHIEN ~ Bab 37
38
DHIEN ~ Bab 38
39
DHIEN ~ Bab 39
40
DHIEN ~ Bab 40
41
DHIEN ~ Bab 41
42
DHIEN ~ Bab 42
43
DHIEN ~ Bab 43
44
DHIEN ~ 44
45
DHIEN ~ Bab 45
46
DHIEN ~ Bab 46
47
DHIEN ~ Bab 47
48
DHIEN ~ Bab 48
49
DHIEN ~ Bab 49
50
DHIEN ~ Bab 50
51
DHIEN ~ Bab 51
52
DHIEN ~ Bab 52
53
DHIEN ~ Bab 53
54
DHIEN ~ Bab 54
55
DHIEN ~ Bab 55
56
DHIEN ~ Bab 56
57
DHIEN ~ Bab 57
58
DHIEN ~ Bab 58
59
DHIEN ~ Bab 59
60
DHIEN ~ Bab 60
61
DHIEN ~ Bab 61
62
DHIEN ~ Bab 62
63
DHIEN ~ Bab 63
64
DHIEN ~ Bab 64
65
DHIEN ~ Bab 65
66
DHIEN ~ Bab 66
67
DHIEN ~ Bab 67
68
DHIEN ~ Bab 68
69
DHIEN ~ Bab 69
70
DHIEN ~ Bab 70.
71
DHIEN ~ Bab 71
72
DHIEN ~ Bab 72
73
DHIEN ~ Bab 73
74
DHIEN ~ Bab 74
75
DHIEN ~ Bab 75
76
DHIEN ~ Bab 76
77
DHIEN ~ Bab 77
78
DHIEN ~ Bab 78
79
DHIEN ~ Bab 79
80
DHIEN ~ Bab 80
81
DHIEN ~ Bab 81
82
DHIEN ~ Bab 82
83
DHIEN ~ Bab 83
84
DHIEN ~ Bab 84
85
DHIEN ~ Bab 85
86
DHIEN ~ Bab 86
87
DHIEN ~ Bab 87
88
DHIEN ~ Bab 88
89
DHIEN ~ Bab 89
90
DHIEN ~ Bab 90

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!