NovelToon NovelToon
Pacarku Simpanan Ayahku

Pacarku Simpanan Ayahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / CEO / Identitas Tersembunyi / Kaya Raya / Angst / Sugar daddy
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: patrickgansuwu

Harry sama sekali tak menyangka, bahwa pacarnya yang selama ini sangat ia sayangi, ternyata justru menjalin hubungan dengan ayah kandungnya sendiri di belakangnya! Dan parahnya lagi, pacarnya itu adalah simpanan ayahnya sekaligus selingkuhan ibunya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon patrickgansuwu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12. Hadiah kecil Raline

Langkah Raline tergesa-gesa saat ia menuruni tangga kampus. Rambutnya yang dikuncir setengah berayun pelan, mengikuti gerakan tubuhnya. Di tangan kanannya, ia menggenggam sebuah kotak kecil yang dibungkus rapi dengan kertas biru metalik dan pita putih. Di dalamnya, ada sepasang manset perak bertuliskan inisial “H&R” yang ia pesan khusus untuk Harry.

Hari ini, ia ingin memberikan kejutan itu—sebuah hadiah kecil sebagai pengganti momen anniversary mereka yang terlewat karena kesibukan Harry beberapa waktu lalu.

"Hari ini pasti dia akan tersenyum saat menerimanya," gumam Raline dengan penuh semangat.

Namun, langkahnya terhenti seketika ketika ia merasakan sebuah genggaman di lengan kirinya.

Raline menoleh kaget. "Eh?"

Seseorang berdiri di hadapannya. Sosok yang tak asing, dengan jas hitam elegan dan senyum yang terlalu tenang untuk disebut wajar. Calvin.

"Sayang, kenapa buru-buru sekali?" tanyanya santai. Matanya menyipit kecil menatap Raline, seolah sudah tahu ke mana tujuan gadis itu.

"D-daddy?" Raline tergagap, buru-buru menarik lengannya, namun pria itu justru mempererat genggamannya.

"Ayo kita pulang bareng! Mobilku sudah di parkiran," ajaknya tenang.

Raline buru-buru menggeleng. "Maaf, tapi aku nggak bisa sekarang. Aku mau ke kantor Harry."

Calvin terdiam sejenak, lalu tersenyum lebih lebar. "Oh, jadi kamu mau kasih kejutan buat anak aku itu, ya? Daddy bisa antar kamu kok."

"Aku bisa sendiri," tolak Raline, mulai merasa tak enak hati.

Namun, Calvin malah menyodorkan kunci mobil ke arah Raline dan berkata, "Kamu pikir aku akan membiarkan gadisku pergi sendiri? Lagipula, bukankah lebih cepat kalau aku yang antar kamu?"

"Daddy..."

"Cepat, sebelum macet. Atau kamu nggak ingin kejutanmu sampai tepat waktu?" ucapnya sambil menatap kado di tangan Raline.

Dengan berat hati, Raline akhirnya mengangguk. Ia tahu melawan Calvin akan membuat masalah baru. Dan meskipun hati kecilnya merasa tak nyaman, ia tetap mengikuti langkah pria itu menuju mobil mewah yang terparkir di sudut kampus.

Sepanjang perjalanan, suasana terasa canggung. Calvin beberapa kali mencoba membuka pembicaraan, tapi Raline hanya menjawab seperlunya.

"Harry sangat beruntung punya gadis seperti kamu," ucap Calvin tiba-tiba.

Raline menoleh cepat. "Aku bukan... bukan miliknya secara resmi."

Calvin tertawa pelan. "Ah, tapi hatimu jelas sudah jadi miliknya. Sayang sekali."

Raline tak menanggapi. Ia hanya menunduk, memeluk kotak kecil itu lebih erat, berharap waktu bisa berjalan lebih cepat.

Akhirnya, mobil mereka tiba di depan gedung kantor tempat Harry bekerja. Sebelum Raline sempat turun, Calvin sudah lebih dulu membuka pintu untuknya.

"Terima kasih, Daddy," ucap Raline cepat.

Namun sebelum ia benar-benar pergi, Calvin menarik tangannya sekali lagi, membuat gadis itu menoleh.

"Kalau nanti dia nggak menghargai pemberianmu... Daddy selalu punya tempat untukmu," bisik Calvin lembut di dekat telinganya.

Raline langsung menatapnya tajam, lalu buru-buru melepaskan tangannya dan berlari masuk ke dalam gedung, tak ingin mendengar kata-kata itu lebih lama.

Ia tak tahu mengapa jantungnya terasa berdebar tak karuan, bukan karena gugup memberikan hadiah pada Harry, tapi karena kalimat terakhir Calvin barusan... terasa seperti ancaman yang dibungkus manis.

÷÷÷

Langkah kaki Raline terdengar ringan di dalam lobi gedung perkantoran itu. Meski tempat itu dipenuhi pekerja dengan setelan formal dan suasana sibuk, kehadiran Raline dengan balutan blouse putih dan rok biru tua justru menarik perhatian beberapa pasang mata. Namun, gadis itu tampak tak peduli. Matanya fokus pada meja resepsionis yang berada di tengah lobi.

"Nanda!" panggil Raline ketika sudah cukup dekat. Resepsionis cantik berambut pendek itu menoleh dan tersenyum hangat melihat Raline.

"Mbak Raline! Wah, kamu jarang-jarang ke sini siang-siang begini," sapa Nanda sambil berdiri, sedikit membungkuk ramah. "Mau ketemu Pak Harry, ya?"

Raline hendak menjawab, namun sebelum bibirnya sempat bergerak, suara laki-laki yang sangat dikenalnya itu sudah terdengar dari arah kanan.

“Raline?”

Gadis itu segera menoleh, dan benar saja—Harry berdiri di sana dengan senyum khas yang selalu berhasil membuat jantungnya berdebar. Jas kerjanya masih rapi, kemeja putih di baliknya tampak sedikit terbuka pada bagian leher, memperlihatkan sisi maskulin dari lelaki itu.

"Harry..."

Tanpa sadar, Raline tersenyum dan melangkah cepat ke arahnya, memeluk lelaki itu sekilas sebelum melepaskannya kembali. "Aku sengaja datang. Aku kangen banget..."

Harry tertawa kecil, menyentuh pipi Raline dengan lembut. "Aku juga, Sayang. Kenapa kamu nggak bilang dulu kalau mau ke sini?"

"Karena aku mau kasih kejutan buat kamu," ucap Raline sambil menunjukkan kotak kecil berwarna biru yang ia genggam.

Melihat itu, senyum Harry makin lebar. "Ayo ke ruanganku! Kita ngobrol di sana."

Raline mengangguk, dan mereka pun berjalan beriringan ke arah lift eksekutif. Beberapa karyawan memperhatikan mereka, berbisik-bisik pelan, namun Harry tampak tak terganggu. Di matanya, hanya ada Raline saat ini.

Dari balik meja kerjanya yang tak jauh dari arah lift, Sandrina memperhatikan pemandangan itu.

Wajahnya yang tadi ceria saat mengetik proposal perlahan berubah datar. Matanya mengikuti langkah Harry dan Raline yang menghilang ke dalam lift.

"Jadi itu... tunangannya, ya..." gumam Sandrina lirih.

Ia menarik napas dalam-dalam dan kembali menatap layar komputernya. Tangannya masih bergerak, tapi pikirannya sudah jauh melayang.

Sandrina tahu, ia hanya sekretaris. Ia tak punya hak apa-apa atas Harry. Tapi mengapa hatinya terasa tak nyaman sejak melihat Raline tadi?

Ia menggigit bibir bawahnya pelan, berusaha menepis rasa asing yang baru saja tumbuh.

Sementara itu, di dalam ruangan kerja Harry yang luas dan nyaman, Raline duduk di sofa empuk sambil menyerahkan hadiah kecil itu.

"Ini untuk kamu... harusnya aku kasih pas anniversary kemarin, tapi ya... kamu sibuk."

Harry membuka bungkusan itu perlahan. Melihat sepasang manset perak berukir inisial mereka berdua, mata pria itu tampak berbinar.

"Ini... cantik banget, Raline. Aku suka," ujarnya tulus. "Terima kasih, Sayang."

Raline tersenyum puas. "Aku cuma pengen kamu tahu, aku selalu mikirin kamu, meskipun kita jarang ketemu karena kerjaanmu."

Harry membalas senyuman itu, lalu menarik gadisnya ke dalam pelukan hangat. "Aku juga, aku selalu rindu sama kamu."

Mereka mengobrol ringan, tertawa kecil, menikmati momen berdua tanpa gangguan. Namun, mereka tak tahu, dari balik dinding kaca luar ruangan itu, ada seseorang yang sedang menatap mereka diam-diam.

Seseorang yang mencoba membunuh rasa yang mulai tumbuh... tapi tak bisa.

÷÷÷

Harry berdiri di depan cermin kecil di sudut ruangannya, memperhatikan manset perak yang kini sudah melingkar di kedua pergelangan lengannya. Ukiran inisial mereka tampak anggun, elegan, dan justru menambah kesan kuat pada penampilannya yang maskulin. Ia mengangkat tangannya sedikit, tersenyum puas.

"Cocok banget, Raline. Kamu tahu aja seleraku gimana," ujar Harry sambil menoleh ke arah tunangannya yang kini duduk manis di sofa, memeluk bantal kecil.

Raline tertawa kecil. "Aku udah hafal banget sama gaya kamu, Sayang," katanya menggoda.

Harry berjalan mendekat, lalu berhenti tepat di hadapan gadisnya. Raline bangkit, mendekat, dan melingkarkan kedua tangannya di leher pria itu. Senyumnya manis, dan matanya berbinar penuh cinta.

"Senang ya rasanya lihat kamu senang," bisiknya pelan, sebelum akhirnya mengecup bibir Harry dengan lembut.

Harry, yang memang sudah rindu pada gadisnya, langsung membalas ciuman itu. Ia menarik tubuh Raline dengan satu gerakan, lalu mendudukkannya di atas meja kerjanya. Tangannya menangkup pipi gadis itu, dalam tatapan yang intens, dalam ciuman yang tak lagi sekadar ungkapan rindu.

"Raline…" gumamnya di sela-sela napas berat, "Kamu tahu kan, kamu satu-satunya yang bisa bikin aku begini."

Raline hanya menatapnya, pipinya merona merah, namun tak menolak. Tangannya membelai pelan rambut di belakang kepala Harry, membiarkannya larut sejenak dalam keintiman yang terasa begitu nyaman. Suara detik jam menjadi satu-satunya musik di ruangan itu, mendukung momen yang semakin dalam.

Namun jauh di luar ruangan kantor megah itu, di dalam mobil mewah berwarna hitam yang terparkir di depan gedung, Calvin duduk gelisah. Tangannya menggenggam setir erat, sementara pandangannya terus tertuju ke pintu utama.

Sudah hampir satu jam ia menunggu. Waktu yang cukup lama untuk sekedar “mengantarkan” seseorang.

Calvin memejamkan mata sejenak, mencoba meredam perasaan yang mengganggu pikirannya sejak tadi. Ia tahu ini salah. Ia sadar Raline bukan miliknya—lebih dari itu, Raline adalah tunangan putranya sendiri.

Tapi hati tak selalu bisa dikendalikan oleh logika.

Raline terlalu lembut… terlalu manis… terlalu mirip dengan sosok yang dulu pernah mengisi hatinya, seseorang yang tak sempat ia miliki.

Ia menghela napas panjang.

"Kamu harus tahu tempatmu, Cal," gumamnya pelan, menegur dirinya sendiri. "Dia bukan milikmu."

Namun tetap saja, bayangan Raline tersenyum, cara dia memanggilnya “Daddy” dengan manja, dan tatapan matanya yang penuh perhatian selalu hadir di benaknya.

Tiba-tiba, handphonenya berdering.

Calvin menoleh dan melihat nama sekretarisnya muncul di layar.

"Ya?" suaranya terdengar datar.

"Pak Calvin, rapat dengan investor dari Korea dimajukan menjadi jam dua. Anda harus segera kembali."

Calvin mendesah pelan. "Baik. Siapkan semua dokumennya!"

Setelah menutup telepon, Calvin menatap kembali gedung di hadapannya.

"Aku akan pergi… Tapi perasaan ini?" Ia menggeleng lemah. "Mungkin takkan pergi semudah itu."

Ia menghidupkan mobilnya dan mulai melaju, meninggalkan tempat itu dengan sejuta perasaan yang tak bisa ia ceritakan pada siapa pun.

Sementara itu, di dalam kantor, Harry masih memeluk Raline erat. Gadis itu menyandarkan kepalanya di dada kekasihnya, merasa hangat dan tenang.

Namun keduanya tak tahu, bahwa cinta—apalagi cinta dalam lingkaran keluarga—tak pernah benar-benar sederhana.

1
uswatun hasanah
tumben update nya cuma 1 bab aja Thor... lanjut dong 😀
pat_pat: hhe author lg sibuk😁
total 1 replies
mbok Darmi
baguslah harry ternyata calvin asalnya kere pantes aja mudah sekali selingkuh, biarkan permainan mulai dari yg kecil dulu bertahan berapa lama mereka bisa tahan malu setelah cukup ramai baru gong nya video syur mereka, sebelum itu tolong harry selamatkan dulu ibumu tau sendiri calvin itu mulut nya lemes pasti akan memutar balikkan fakta dan membuat ibumu bisa percaya dan membenci mu
Riskiya ahmad
lajut thor beri pelajaran pada bapa durjana sm selingkuhan nya
Ais
owh ternyata calvin ini mokondo tho ngak nyangka dan ngak tau diri banget si calvin ini sdhlah hidupnya dibiayai dan dibesarkan sm istrinya eh ngak terimakasih dan ngak membalas dgn memperlakukan istrinya dgn baik serta belajar mencintainya dgn tulus malah main gila sm mahasiswinya dikampus dan parahnya lagi raline ngak tau klo atm berjalannya hmylah seorang mokondo bodohnya raline ini mmg dasar perempuan gatal minta digaruk smp hancur sijalang ini🙈🙈🙈
mbok Darmi
belum setimpal balasan untuk raline dan calvin segera bicarakan dgn ibumu harry minta ibumu legowo untuk berpisah dgn suami lucknut nya percuma dipertahankan jelas2 biadab tunangan anak sendiri diembat apa khabar gadis diluaran sana
uswatun hasanah
Thor bikin hidup Raline dan Calvin menderita dan kasih karma buat mereka biar hancur sekalian
Ais
dasar jalang ngak tau malu mau anaknya eh bapaknya juga diembat
Kaifa Banova
perlu dikasih pelajaran si raline
mbok Darmi
bongkar harry kasihan banget ibumu dijadikan pajangan dirumah hanya kayak pembantu suruh ngurus rumah tangga giliran diluar ada ulet bulu gatel yg dipelihara ayahmu biar ancur bersama maka nya bongkar perselingkuhan tersebut
Ais
bagus harry du pecundang busuk ini hrs kamu hancurkan smp ngak bersisa sekalian balaskan rasa sakit hati ibu kamu yg ngak tau apa”soal kelakuan bejad suaminya bersama perempuan jalang raline ini
uswatun hasanah
kutunggu gebrakan darimu Harry🤔
uswatun hasanah
semangat Harry 💪
uswatun hasanah
kapan terbongkarnya gregetan banget ihh
Wiwin Sandy Chin
ngk tau aja si Herry ceweknya jalannya si bapaknya,miris kali Herry calap celop d lobang yg sama dgn bapak sendiri.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!