Shiratsuka mendecak, lalu membaca salah satu bagian esai yang ditulis Naruto dengan suara pelan tetapi jelas:
"Manusia yang mengejar kebahagiaan adalah manusia yang mengejar fatamorgana. Mereka berlari tanpa arah, berharap menemukan oase yang mereka ciptakan sendiri. Namun, ketika sampai di sana, mereka menyadari bahwa mereka hanya haus, bukan karena kurangnya air, tetapi karena terlalu banyak berharap."
Dia menurunkan kertas itu, menatap Naruto dengan mata tajam. "Jujur saja, kau benar-benar percaya ini?"
Naruto akhirnya berbicara, suaranya datar namun tidak terkesan defensif. "Ya. Kebahagiaan hanyalah efek samping dari bagaimana kita menjalani hidup, bukan sesuatu yang harus kita kejar secara membabi buta."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyudi0596, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
Naruto menutup bukunya kembali, menatap Yukino dengan ekspresi yang sulit ditebak.
"Kalau begitu, bagaimana denganmu, Yukino?" tanyanya dengan nada santai, tapi matanya tajam. "Jika Hachiman tidak menawarkan solusinya, apa yang akan kau lakukan?"
Yukino tetap diam sejenak, jarinya mengetuk permukaan meja dengan ritme lambat. Sorot matanya tajam, tapi samar-samar ada sesuatu yang lain di sana—sesuatu yang sulit dibaca.
"Aku akan mencari solusi yang lebih efektif," jawabnya akhirnya.
Naruto tersenyum miring. "Tentu saja. Tapi seperti apa?"
Yukino menghela napas kecil, lalu menutup bukunya dengan gerakan tenang.
"Masalah ini berasal dari hubungan sosial yang sudah rapuh sejak awal," katanya dengan nada analitis. "Hayama selalu menjadi pusat dari lingkaran mereka, entah mereka menyadarinya atau tidak. Karena itu, ketika aturan ‘kelompok bertiga’ diberlakukan, mereka secara naluriah mulai menyingkirkan satu sama lain agar tetap dekat dengannya."
Naruto mengangguk pelan. "Jadi kau berpikir solusi terbaik adalah…?"
Yukino menatap lurus ke arahnya. "Memutuskan ketergantungan mereka terhadap Hayama. Dengan atau tanpa dia, mereka seharusnya bisa mempertahankan hubungan mereka sendiri."
Naruto terdiam, mempertimbangkan kata-kata itu.
"Dan bagaimana kau akan melakukannya?" tanyanya akhirnya.
Yukino menyandarkan diri ke kursinya, menyilangkan tangan. "Mungkin dengan membiarkan mereka menghadapi kenyataan bahwa persahabatan yang hanya bertahan karena ada orang ketiga di antara mereka tidak akan bertahan lama."
"Dengan kata lain, membiarkan mereka jatuh untuk melihat apakah mereka bisa bangkit sendiri?" Naruto mengulanginya dengan nada mengerti.
Yukino mengangguk.
Naruto tersenyum kecil. "Metode yang kejam."
"Tapi efektif," Yukino menimpali tanpa ragu.
Mereka saling bertukar pandang sejenak sebelum Naruto kembali bersandar di kursinya, membiarkan kata-kata itu menggantung di udara.
"Sepertinya kita punya cara pandang yang mirip," katanya akhirnya.
Yukino hanya menutup bukunya kembali, kali ini dengan sedikit lebih tenang. "Mungkin."
Yukino tiba-tiba meminta penjelasan, "apakah Jawaban itu kau berikan pada semua orang atau hanya karena aku adalah Yukino?" Tanyanya.
Naruto menoleh ke arah Yukino yang kini menatapnya dengan ekspresi serius.
"Maksudmu?" tanyanya, meskipun dia sudah cukup memahami arah pertanyaan itu.
Yukino tetap mempertahankan kontak mata, ekspresinya tak berubah, tetapi sorot matanya mencerminkan tuntutan yang tak bisa diabaikan.
"Jawaban yang kau berikan tadi… Apakah itu jawaban yang akan kau berikan pada siapa pun yang bertanya, atau hanya karena aku yang bertanya?"
Nada suaranya terdengar datar, namun ada ketegangan tipis yang menyelip di antara kata-katanya. Seakan dia menantang Naruto untuk memberinya jawaban yang lebih dari sekadar ucapan normatif.
Naruto menghela napas pelan. Dia bisa saja memberikan jawaban singkat dan mengakhiri pembicaraan ini, tapi entah kenapa, kali ini Yukino tampak benar-benar menginginkan jawaban yang lebih dalam.
"Jawabannya akan tetap sama, tidak peduli siapa yang bertanya, tapi caraku menyampaikannya saja yang berbeda." ucapnya akhirnya, matanya tetap menatap Yukino dengan ketenangan khasnya.
Yukino tak langsung menanggapi. Dia memiringkan sedikit kepalanya, tatapan tajamnya menelisik lebih jauh.
"Lalu kenapa kau berkata bahwa cara penyampaianmu bisa berbeda?" tanyanya, suaranya tetap tenang namun kini lebih menuntut.
Naruto tersenyum tipis, bukan senyum mengejek, melainkan senyum seseorang yang tahu bahwa dia harus menjelaskan sesuatu yang tidak mudah.
"Karena setiap orang memahami sesuatu dengan cara yang berbeda," jawabnya perlahan. "Jika aku berbicara dengan Hachiman, aku mungkin akan menyampaikan sesuatu dengan logika yang tajam dan penuh sarkasme karena itu yang bisa dia pahami. Jika dengan Yuigahama, aku akan menggunakan kata-kata yang lebih ringan agar tidak terlalu membebaninya. Jika denganmu, Yukino…"
Dia berhenti sejenak, menatap gadis itu lebih dalam, seakan memastikan bahwa dia mengerti maksudnya.
"Aku akan menyampaikannya dengan lugas dan langsung ke inti, karena kau tidak membutuhkan basa-basi atau pemanis kata-kata."
Yukino terdiam. Pandangannya masih tajam, tapi ada sesuatu yang berkelebat di dalamnya. Mungkin sebuah pemahaman, atau mungkin sedikit kejutan bahwa Naruto benar-benar memperhatikan bagaimana dia berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
Naruto bersandar ke kursinya, menyilangkan tangannya di dada.
"Aku tidak mengubah kebenaran yang kusampaikan, hanya caranya. Jika kau melemparkan kebenaran yang sama kepada semua orang tanpa peduli bagaimana mereka akan menerimanya, itu bukanlah kebijaksanaan. Itu hanya keegoisan."
Hening.
Untuk pertama kalinya sejak perbincangan ini dimulai, Yukino mengalihkan pandangannya. Bukan karena dia kalah dalam argumen, tetapi karena dia benar-benar mempertimbangkan kata-kata Naruto.
Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya dia kembali menatapnya.
"Baiklah," ucapnya singkat, nadanya lebih tenang dari sebelumnya.
Naruto hanya tersenyum tipis. Dia tahu, meskipun Yukino tidak berkata banyak, pembicaraan ini telah meninggalkan sesuatu di benaknya.
Kali ini Yukino berkata, "jika aku adalah Yuigahama dan bertanya seperti barusan, maka jawaban apa yang akan kau berikan, Naruto."
Naruto menatap Yukino beberapa detik, memastikan maksud pertanyaannya. Dia lalu menarik napas pelan dan bersandar di kursinya.
"Jika kau adalah Yuigahama..." gumamnya, mencoba membayangkan bagaimana dia akan menjelaskan hal ini pada gadis yang lebih mengikuti perasaan daripada logika.
Dia menatap langit-langit sebentar sebelum kembali menoleh pada Yukino. "Aku akan mengatakan bahwa Hayama tidak benar-benar mencari jawaban, dia hanya ingin memastikan semua orang tetap berteman, meskipun itu berarti membiarkan masalahnya tetap ada di bawah permukaan. Itu adalah bentuk kebaikan yang penuh kepura-puraan, dan terkadang, kepura-puraan seperti itu bisa menyakiti lebih dari kebenaran."
Yukino tetap menatapnya, ekspresinya tetap datar, tetapi ada sedikit ketertarikan dalam matanya.
"Dan jika aku adalah Yukino?" tanyanya lagi, suaranya terdengar lebih tenang namun penuh makna.
Naruto mengangkat bahu kecil. "Aku akan menjelaskan hal yang sama… tapi tanpa membungkusnya dengan kata-kata yang halus. Aku akan mengatakan bahwa Hayama hanya mencoba melindungi kedudukannya sendiri dengan cara yang membuatnya tetap terlihat baik di mata semua orang. Dengan tidak memilih siapa yang benar dan siapa yang salah, dia membiarkan masalah itu tetap ada, membiarkan orang-orang di sekitarnya berusaha menjatuhkan satu sama lain tanpa dia perlu melakukan apapun. Itu bukan kebaikan, itu hanyalah bentuk lain dari pengecut."
Kali ini, ada sedikit perubahan dalam ekspresi Yukino. Bibirnya sedikit bergerak, hampir seperti senyum samar—atau mungkin hanya ilusi dari sudut pandang Naruto.
"Jadi, dengan kata lain, kau menyesuaikan jawabanmu tergantung pada siapa yang mendengarnya," ujarnya, lebih seperti sebuah kesimpulan daripada pertanyaan.
Naruto mengangguk ringan. "Bukankah itu lebih efektif? Tujuannya tetap sama, hanya cara penyampaiannya yang berbeda."
Yukino tidak langsung menjawab. Dia menutup bukunya perlahan, lalu meletakkannya di atas meja.
"Kau memang menarik, Naruto," katanya akhirnya. Nada suaranya terdengar seperti sedang mengevaluasi sesuatu yang baru saja dia temukan.
Naruto hanya terkekeh kecil, tidak yakin apakah itu pujian atau sekadar observasi.
"Dan jika yang bertanya Hachiman, apa jawabanmu?" Tanya Yukino lagi.
Naruto menghela napas dan menyilangkan tangannya di dada. Tatapannya sedikit menerawang, seolah membayangkan sosok Hachiman yang bertanya dengan ekspresi malas dan skeptisnya.
"Jika yang bertanya adalah Hachiman..." Naruto memejamkan mata sebentar sebelum menatap Yukino kembali. "Aku akan mengatakan bahwa Hayama tahu betul siapa dirinya dan bagaimana orang-orang melihatnya. Dia bukan tipe yang bertindak tanpa alasan. Dia tidak mencari kebenaran, dia mencari stabilitas. Dia tahu jika dia mencoba menemukan pelakunya, hasil akhirnya justru bisa lebih buruk daripada membiarkan semuanya berjalan seperti sekarang."
Yukino mendengarkan dengan tenang, matanya tidak lepas dari Naruto.
"Tapi," Naruto melanjutkan, "sebenarnya dia tidak melakukan apa pun. Dia hanya membuat ketiga temannya saling mendorong dan berharap mereka sendiri yang menyelesaikannya tanpa perlu dia turun tangan. Itu bukanlah bentuk pengorbanan atau kebijaksanaan. Itu hanyalah bentuk manipulasi yang halus."
Naruto berhenti sejenak, lalu menyeringai tipis. "Dan aku yakin Hachiman akan menyahut dengan sesuatu seperti, ‘Jadi pada akhirnya, dia tetap bajingan berwajah malaikat.’”
Yukino mengangkat sedikit alisnya, lalu, untuk pertama kalinya dalam percakapan ini, dia tertawa kecil. "Kau cukup memahami Hachiman rupanya."
Naruto mengangkat bahu. "Dia tidak sulit ditebak. Dia melihat sesuatu dengan cara yang brutal dan dingin, tetapi dia juga tidak bisa mengabaikan sesuatu yang dia anggap salah. Jika Hayama ingin tahu siapa pelakunya dan dia yang menangani ini, dia pasti akan menggali lebih dalam dan mungkin akan membakar semuanya, hanya untuk menunjukkan bahwa kebaikan Hayama adalah ilusi."
Yukino menatapnya dalam-dalam, lalu menghela napas pelan. "Kau berbicara seolah-olah kau sudah lama mengenalnya."
Naruto hanya tersenyum samar. "Aku mengenali tipe orang seperti dia. Lagipula, aku dan dia mungkin lebih mirip daripada yang terlihat."
Yukino tidak menjawab, hanya menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Mungkin, di balik semua kata-kata itu, dia juga menemukan sesuatu yang baru tentang Naruto.