menikah dengan laki-laki yang masih mengutamakan keluarganya dibandingkan istri membuat Karina menjadi menantu yang sering tertindas.
Namun Karina tak mau hanya diam saja ketika dirinya ditindas oleh keluarga dari suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5. keluarga toxic
Deru suara motor terdengar memasuki halaman rumah. Sudah pasti suara motor Rudi yang baru saja tiba.
Rudi segera memasukkan motornya kedalam rumah.
"Baru pulang, mas?" Tanya karina, yang ternyata sedang berada di ruang tamu.
Rudi menyetandarkan motornya. "Iya, ada sedikit masalah jadi terpaksa harus lembur."
"Aku, siapkan air panas dulu untuk kamu mandi. Baru setelah mandi kamu makan."
"Tidak usah. Aku, sudah makan tadi. Kamu, siapkan saja air panasnya."
"Iya, mas."
Karina pergi menuju dapur untuk menyiapkan air panas. Sementara Rudi memilih menunggu di ruang tamu.
"Baru pulang jam segini, Rud?" Tanya Bu Marni, baru saja keluar dari kamarnya.
"iya, Bu. Hari ini ada lembur."
"Istrimu mana? Suaminya pulang kok nggak disambut."
"Lagi nyiapin air panas, Bu."
"Oh..." ,Bu Marni duduk didekat Rudi, "Rud, Ibu minta uang buat bayar SPP adik-adikmu."
"Berapa, Bu?"
"500 ribu."
Rudi menghela napas panjang. "Iya, besok pagi ya, Bu." Bu Marni menganggukkan kepalanya.
"Ekheeemm.. Mas, airnya sudah siap." Setelah mengatakan itu, Karina berlalu pergi menuju kamarnya.
Sekitar 15 menit kemudian, Rudi sudah selesai mandi dan masuk kedalam kamar.
"Mas, aku minta uang."
"Buat apa?"
"Buat belanja sayur besok pagi. Aku mintanya sekarang! biar besok pagi bisa langsung ke tukang sayur, tanpa bangunin kamu dulu untuk minta uang belanja."
Rudi duduk di pinggir tempat tidur. "Karin, mas, boleh minta tolong?"
Karina mengernyitkan keningnya. "minta tolong apa, mas?"
"Untuk besok pagi, belanja pakai uang satu juta yang aku beri waktu itu dulu ya."
"Uang satu juta apa sih, mas? Uang itu sudah habis."
"Tadi ibu, minta uang buat bayar SPP Rani dan Rina 500 ribu."
"Terus?"
"Aku, tau kalau uang yang satu juta itu masih kan. Jadi, tolong ya pakai uang itu dulu."
"Mas! Aku, nggak mau tau ya. Kalau nggak ada uang buat beli sayur, besok aku, nggak akan masak."
Rudi menghela napas berat, mengeluarkan dompet dari saku celananya dan memberikan selembar uang pecahan lima puluh ribuan.
"Nah, gitu dong, mas. Kamu itu jangan pelit-pelit sama istri. Padahal istrimu minta duit juga buat beli sayur, untuk makan satu keluarga."
Rudi mengangguk kepalanya, "Sudah dapat uang kan? Kalau begitu mas minta jatah juga."
Karina yang mengerti arah pembicaraan suaminya pun hanya bisa pasrah. Karena takut dosa, Karina harus melayani keinginan suaminya.
Untuk adegan selanjutnya bayangin sendiri-sendiri ya teman.
****
Keesokan harinya, bangun tidur Karina langsung mencuci muka dan gosok gigi. Baru setelah itu membeli sayur.
Karina berjalan menuju depan gang, dimana biasanya tukang sayur akan mangkal. Sesampainya di sana, ternyata sudah ada beberapa ibu-ibu yang sedang membeli sayuran juga.
"Pagi ibu-ibu." Sapa Karina.
"Eh, mbak Karina, pagi juga mbak."
"Pagi juga, mbak Karina, mau beli sayur juga mbak?"
"Iya, Bu."
Karina memilih-milih sayuran yang akan dia masak hari ini. Setelah selesai memilih sayuran, Karina meminta untuk dihitung tolong belanjaannya.
"Mang, aku udah ya."
"Saya hitung ya, neng." Karina mengangguk.
"Total semuanya jadi 43 ribu, neng."
"Ini mang, uangnya." Karina menyerahkan uang 50 ribu.
"Ini kembaliannya neng."
Karina menerima uang kembalian. "Mari ibu-ibu, saya duluan ya."
"Iya mbak Karin."
Karina berjalan menuju rumah. Namun saat di belokan, tiba-tiba ada yang memanggil Karina.
"Mbak Karina...."
Karina menoleh, ternyata yang memanggilnya adalah Bu Dea.
"Eh, Bu Dea. Ada apa Bu?"
"Emt, ada yang ingin saya omongin sama mbak Karin. Duh, gimana ya mulai ngomongnya, saya bingung mbak."
"Memangnya mau ngomongin apa Bu?"
"Jadi begini, mbak Karin. kemarin itu kan saya, sama anak saya Ririn, pergi ke tempat makan yang baru buka di jalan xxxx. Memang tempat itu sedang viral mbak, jadi banyak yang kesana. Tapi, pas disana saya nggak sengaja bertemu dengan mas Rudi."
"Rudi, suami saya Bu? Mungkin Bu Dea salah orang, soalnya kemarin mas Rudi itu lembur Bu."
"Tapi sepertinya saya nggak mungkin salah lihat deh mbak, hla wong saya lihat mas Rudi dengan jelas banget kok. Memang sih, mas Rudi, nggak lihat saya. Maaf ya mbak Karin, saya lihat, mas Rudi, disana bersama wanita lain. Mereka terlihat sangat mesra."
Karina terkejut mendengar ucapan Bu Dea, pasalnya memang kemarin suaminya pulang telat. pamitnya katanya lembur, tapi kenapa Bu Dea melihat Rudi ada ditempat makan dengan wanita lain.
"Emt, maaf Bu Dea, kalau boleh tau jam berapa ya suami saya ditempat makan itu?"
"Sekitar pukul 6 sore, mbak Karin. Oh iya, saya juga punya foto mas Rudi saat disana."
"Oh ya, boleh saya lihat fotonya Bu?"
"Boleh mbak, sebentar ya saya ambil ponsel dulu."
Bu Dea masuk kedalam rumah untuk mengambil ponsel. Tak lama kemudian, Bu Dea sudah kembali keluar dengan membawa ponselnya.
Bu Dea mengotak-atik ponselnya, mencari foto Rudi di galeri.
"Nah ini dia mbak, fotonya." Bu dea menyerahkan ponselnya kepada Karina.
Karina meng zoom, mengamati foto yang ada di ponsel Bu Dea. Karina syok, ternyata memang benar itu adalah foto suaminya. Bajunya pun juga sama persis dengan yang kemarin Rudi kenakan.
Karina menggeser foto yang masih di zoom, tepat diwajah wanita yang bersama dengan Rudi. Karina menutup mulutnya dengan satu tangan untuk menutupi keterkejutannya.
Ternyata Karina cukup mengenal siapa wanita itu, yang tidak lain merupakan karyawan di tempatnya bekerja dulu. Yang otomatis satu kerjaan dengan suaminya.
"Maaf Bu Dea, boleh ibu kirimkan foto itu ke nomor saya?"
"boleh mbak Karin. Tapi saya tidak punya nomor mbak Karin."
Karina memberikan nomornya kepada Bu Dea. Dan Bu Dea pun langsung mengirimkan foto tersebut.
****
Tak ingin gegabah, Karina lebih memilih untuk diam terlebih dahulu mengenai informasi dari Bu Dea. Lebih baik nanti Karina akan mencari tau dulu.
Karina langsung menuju dapur untuk masak. Rencananya hari ini Karina akan masak gulai daun singkong, ikan cue digoreng sama sambal terasi.
Karena waktunya sudah mepet, Karina harus cepat-cepat menyelesaikan masakannya segera.
"Karin, belum Mateng ya sayurnya?" Teriak Rudi dari arah ruang makan.
"sudah mas, sebentar tinggal bawa kesana saja."
Karina membawa satu-satu masakan dan menatanya diatas meja makan. Ternyata semua orang sudah berkumpul dimeja makan. Karina menghela napas berat, lihatlah saat ini dirinya sudah mirip seperti pembantu, bukan menantu.
"CK.. Lama sekali kamu masaknya."
"Aku, memasak sendirian Bu. Kalau tidak ingin lama harusnya kalian itu bantuin dong."
"Halah, orang biasanya juga sendirian. Jangan manja ya! Kamu disini itu cuma..."
"Cuma menumpang dirumah ini, karena kebetulan dinikahi anak ibu kan. Maaf ya Bu, aku masih menghormati ibu sebagai mertua. Jadi tolong sebelum mulutku berucap yang tidak-tidak, alangkah lebih baik ibu juga menjaga ucapannya." Sahut Karina.
Bruak.. Rudi yang tak terima ibunya dibentak pun menggebrak meja.
"Karina, jaga ucapanmu!"
"Kenapa sih mas, kamu itu selalu bela ibumu. Meskipun ibumu yang salah sekalipun."
"Ya, karena dia ibuku. Kamu wajib menghormatinya."
Karina tersenyum miris. "Kamu terlalu jahat sama aku mas. Aku rela jauh dari orang tuaku, bahkan aku rela tidak dianggap anak lagi oleh mereka. Semua itu hanya karena aku memilihmu mas. Tapi apa yang aku dapatkan dari kamu dan keluargamu?"
"sudahlah Karin, kita mau sarapan. Jangan berdebat begitu."
"kamu dan keluargamu memang benar-benar toxic tau nggak."
Karina berlari menuju kamarnya.
Bersambung...