Zhang Wei akhirnya memulai petualangannya di Benua Tengah, tanah asing yang penuh misteri dan kekuatan tak terduga. Tanpa sekutu dan tanpa petunjuk, ia harus bertahan di lingkungan yang lebih berbahaya dari sebelumnya.
Dengan tekad membara untuk membangkitkan kembali masternya, Lian Xuhuan, Zhang Wei harus menghadapi musuh-musuh yang jauh lebih kuat, mengungkap rahasia yang tersembunyi di benua ini, dan melewati berbagai ujian hidup dan mati.
Di tempat di mana hukum rimba adalah segalanya, hanya mereka yang benar-benar kuat yang bisa bertahan. Akankah Zhang Wei mampu menaklukkan Benua Tengah dan mencapai puncak dunia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zhang Wei Ditangkap
Zhang Wei tiba dan langsung mendekati gerbang timur Kota Minghua, matanya menyapu menara penjagaan tinggi dengan bendera merah emas berkibar angkuh di puncaknya. Di hadapannya, aliran panjang kultivator mengular, menunggu giliran untuk diperiksa. Kota ini bukan sembarang kota—ini adalah pusat kekuasaan Jiang Taishang, dan untuk memasukinya, dibutuhkan lebih dari sekadar niat baik.
Di samping gerbang megah itu berdiri pilar batu raksasa yang memancarkan cahaya biru samar. Setiap orang yang belum memiliki token Kota Minghua harus melalui tes di depan pilar tersebut. Sebuah aturan yang ditetapkan langsung oleh Jiang Taishang untuk membedakan apakah seseorang berasal dari aliran putih, aliran hitam, atau netral. Tujuannya jelas—menghindari infiltrasi dan kekacauan dari golongan kultivator gelap yang haus kekuasaan.
Saat gilirannya tiba, Zhang Wei melangkah ke depan dengan tenang. Seorang petugas berpakaian seragam merah keemasan memandangnya sejenak.
“Letakkan tanganmu di pilar dan salurkan sedikit energi,” ujarnya datar.
Zhang Wei menuruti. Begitu energinya menyentuh permukaan pilar, pancaran cahaya ungu keperakan muncul dari batu itu—bukan putih, bukan hitam. Petugas itu mengangkat alis, terkejut, namun cepat menguasai diri.
“Netral…” gumamnya. “Jarang sekali.”
Petugas itu menatap Zhang Wei dengan lebih hati-hati kini, sebelum menyerahkan sebuah token tembaga kecil berbentuk naga berlekuk.
“Selamat datang di Kota Minghua. Harap jaga ketertiban dan hormati hukum Kota.”
Zhang Wei menerima token itu tanpa banyak bicara. Saat ia melangkah masuk, matanya menelusuri sekeliling kota yang jauh lebih megah dari Kota Xiquan. Jalan-jalan lebar terbuat dari batu giok, aroma pil dan dupa bercampur dalam udara, serta suara percakapan para kultivator dari seluruh penjuru benua memenuhi telinganya.
Tapi yang paling mencolok adalah betapa dalamnya pengaruh Jiang Taishang terasa di setiap sudut kota ini. Lambang naga merah keemasan tampak hampir di mana-mana, dari bendera hingga segel toko, dan para penjaga kota bahkan berjalan dengan sikap hormat yang jelas terhadap simbol itu.
Zhang Wei tak tergesa menuju kediaman Jiang Taishang. Ia memilih berjalan menyusuri jalan utama, menikmati atmosfer yang penuh energi namun teratur itu. Dalam hatinya, ia tahu—kota ini bukan tempat biasa. Dan ia pun bukan pemuda biasa.
...
Suasana ramai Kota Minghua yang semula penuh ketertiban mendadak berubah kacau dalam sekejap.
Zhang Wei yang tadinya berjalan santai, hendak mengarah ke bangunan menjulang dengan atap emas melengkung—markas pusat Pagoda Api Emas—mendadak menghentikan langkahnya saat mendengar suara gaduh dari arah gerbang timur.
Di kejauhan, debu beterbangan dan derap kuda menggema cepat. Sebuah kereta kuda berlapis logam hitam melaju dengan kecepatan tinggi, prajurit yang mengendalikannya berteriak lantang sambil mencambuk kuda tanpa ampun.
“Menepi! Jalan untuk kereta kehormatan!”
Orang-orang cepat-cepat menyingkir, membuka jalan sambil bergumam tak puas. Namun kerumunan terlalu padat, dan di tengah kekacauan itu, seorang gadis kecil tampak tersandung dan terjatuh tepat di tengah jalan batu giok.
Waktu seolah melambat.
Zhang Wei tak berpikir. Dengan gerakan secepat bayangan, tubuhnya melesat di antara kerumunan. Saat roda besi kereta nyaris menyentuh gadis itu, ia muncul begitu saja, mengayunkan satu tangannya—dan tanpa sadar, kekuatan spiritualnya mengalir deras.
Angin ruang pecah dalam sekejap, membentuk gelombang tak kasat mata yang menyapu kuda dan kereta keluar dari jalur.
Braakk!
Kereta terpelanting ke pinggir jalan, dua kuda meringkik keras dan roboh, sementara sang kusir terhempas jatuh, mengerang kesakitan. Beberapa prajurit yang mengawal ikut terseret gelombang, meski tak mengalami luka serius.
Zhang Wei memeluk gadis kecil itu, memastikan ia tak terluka, lalu menatap ke arah kereta yang kini terhenti tak jauh darinya. Beberapa orang mulai berbisik, menatapnya dengan campuran heran dan ketegangan.
Pintu kereta terbuka dengan paksa, dan seorang gadis muda berseragam merah marun melangkah keluar. Wajahnya cantik namun murung, matanya tajam dan sorotnya penuh kemarahan. Meski masih muda, aura bangsawan terpancar kuat dari tubuhnya. Di dadanya tergantung liontin giok berbentuk naga berapi.
“Kau!” serunya lantang, menunjuk Zhang Wei. “Apa kau tahu siapa yang kau lukai barusan?”
Zhang Wei masih menunduk menenangkan si gadis kecil, tak langsung menjawab.
Gadis itu melangkah mendekat, wajahnya merah karena amarah. Ia tak tahu siapa pemuda berwajah acuh ini, namun baginya tak ada alasan untuk membela seseorang yang baru saja membuat keributan dan nyaris mencelakainya.
“Beraninya kau menyerang kereta kehormatan!” suaranya tegas, terdengar seperti perintah, bukan teguran biasa. “Siapa namamu?!”
Zhang Wei menghela napas pelan dan berdiri, menatap gadis itu untuk pertama kalinya. Dalam hatinya, ia hanya berniat menyelamatkan, tapi tampaknya hari ini akan lebih menarik daripada yang ia perkirakan. Ia tidak tahu bahwa gadis ini, Jiang He sebenarnya adalah putri bungsu dari Jiang Taishang. Dan garis itu sama sekali tak tahu bahwa pemuda ini adalah tamu kehormatan ayahnya.
Zhang Wei menunduk sejenak, lalu dengan lembut memindahkan gadis kecil yang baru saja ia selamatkan ke pelukan ibunya yang menangis di tepi jalan. Ia tersenyum tipis, menepuk kepala si gadis kecil, lalu perlahan berdiri dan menatap ke arah kereta yang hancur sebagian.
Dalam benaknya, Zhang Wei tahu bahwa jika ia mau, dengan satu gerakan saja dia bisa menghilang dari tempat ini atau bahkan membalikkan keadaan. Tapi itu bukan pilihan yang bijak. Bagaimanapun juga, meskipun niatnya tulus untuk menyelamatkan, dia telah menggunakan kekuatan yang berlebihan. Kuda-kuda itu luka, dan kereta kehormatan pun rusak. Ia tidak bisa membantah bahwa sebagian besar kesalahan ada padanya.
Jiang He yang masih berdiri dengan dada naik turun karena emosi segera memanggil para penjaga kota. “Tangkap dia! Bawa ke pusat keamanan! Kita akan mengadilinya di aula kota!”
Beberapa penjaga kota yang tampak ragu—mungkin karena merasakan aura kuat dari Zhang Wei—akhirnya tetap maju dan mengepungnya. Zhang Wei tidak melawan. Ia hanya mengangkat tangannya pelan dan berkata, “Aku tidak berniat mencelakai siapa pun. Aku hanya ingin menyelamatkan seorang anak kecil. Jika perlu, aku akan memberi kompensasi.”
Namun, Jiang He mengibaskan tangannya dengan wajah dingin. “Kompensasi tidak cukup. Kau telah menyerang kereta kehormatan, melukai pengawalku, dan menghina martabat keluarga kami. Semua orang melihat itu. Hukum kota harus ditegakkan.”
Zhang Wei menghela napas dalam hati. Sepertinya hari yang seharusnya tenang ini akan menjadi lebih panjang dari yang ia duga. Ia membiarkan para penjaga membawanya, dengan langkah tenang menuju pusat keamanan, sementara orang-orang mulai mengikuti dari kejauhan, penasaran dengan siapa sebenarnya pemuda yang berani membuat keributan di Kota Minghua yang damai ini.
mc yg sovereign masih menabrak kereta, hrsnya gerakan mc lebih cepat dari kereta kuda
Season 1 masih ada sedikit kekurangan tak berarti, tapi semakin lama semakin bagus, baik alur ceritanya, karakter MC yg ga kegatelan ma cewe2 kek novel2 sebelah, semoga tetap bertahan untuk hal yang ini...
Thanks Thor... You did a great job ... And keep it up always
Vote dan secangkir kopi untuk menemani mu berkarya... Semangat selalu... Jangan hiatus yah ... Muehehehe 😁😁✌️✌️