Ahmad Al Fatih Pranadipa adalah siswa SMA yang dikenal sebagai pembuat onar. Kenakalannya tak hanya meresahkan sekolah, tetapi juga keluarganya. Hingga akhirnya, kesabaran orang tuanya habis—Fatih dikirim ke pesantren untuk dididik langsung oleh seorang kyai dengan harapan ia berubah.
Namun, Fatih tetap menjadi dirinya yang dulu—bandel, pemberontak, dan tak peduli aturan. Di balik tembok pesantren, ia kembali membuat keonaran, menolak setiap aturan yang mengikatnya. Tapi hidup selalu punya cara untuk mengubah seseorang. Perlahan, tanpa ia sadari, langkahnya mulai berbeda. Ada ketenangan yang menyusup dalam hatinya, ada cahaya yang mulai membimbing jalannya.
Dan di saat ia mulai menemukan jati dirinya yang baru, hadir seorang wanita yang membuatnya merasakan sesuatu yang tak pernah ia duga—getaran yang mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Malam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"eemmm... Tadi ayah kamu mengatakan bahwa pernikahan kita akan di lakukan dua pekan lagi. Bisakah di undur menjadi dia tahun ke depan? Ketika aku sudah kuliah." ragu Balqis mengutarakan hal itu. Bagaimanapun juga dia tidak bisa menikah sebelum dia menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah atas. Tapi dia juga tak bisa menolak menikah dengan Fatih, ayahnya sudah mengusirnya dari rumah.
"Aku benar-benar bingung saat ini, alangkah baiknya jika tadi aku tak ikut untuk pulang kerumah."
"Aku akan bicara pada mereka." Fatih kemudian berjalan dan berdiri di depan semuanya.
"Maaf Pah, Om Ilham, Tante... Untuk saat ini, kami hanya akan melangsungkan acara pertunangan. Sedangkan pernikahan, akan kami langsungkan dua tahun ke depan ketika Balqis sudah berumur 19 tahun." ucap Fatih membuat Pranadipa terperangah.
"Kenapa harus tahun depan, kenapa tidak dua pekan nanti saja?" kini Pranadipa yang panas. Rencananya tak semulus tadi.
"Sebentar lagi Balqis akan berumur 18 tahun." sahut Yasmine melirik pada adiknya.
"Kami akan tunangan, tidak mungkin salah satu diantara kami akan mengkhianati. Itu aku, aku tidak tahu bagaimana dengan Balqis." kata Fatih mengedikkan bahunya.
"Aku juga seperti itu." jawab Balqis, walau dia tak tahu kedepannya seperti apa.
"Papa tidak setuju, sangat tidak setuju. Papa menentang hal ini! Kalian akan menikah dua pekan kemudian bukan dua tahun akan datang." tegas Pranadipa, Ilham tidak bisa lagi menyahut, dia tahu jika Pranadipa seperti itu bararti dia harus di turuti.
"Di negara kita memang tidak boleh menikah di bawah usia 19 tahun, Om." sela Yasmine ketika Pranadipa melirik dengan ujung matanya, wanita itu segera membuang tatapannya karena takut.
"Benar, Pah. Undang-undang sudah mengatur hal itu. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun."
"Kalau seperti itu, tunda keberangkatannya juga. Kamu kuliah disini saja, papa tidak mengizinkan kalian berdua berjauhan tanpa ikatan yang pasti."
Fatih menatap ayahnya dengan raut wajah tak mengerti. Tekadnya sudah bulat akan melanjutkan pendidikan di Cairo. Fatih mengerutkan keningnya, "Fatih akan melanjutkan pendidikan Fatih seperti rencana awal."
"Lakukan apa yang Papa katakan! Kamu kuliah disini, dan perdalam agama kamu di pondok. Papa akan memberitahu kyai Husain."
"Tapi, Pah..."
"Papa sudah menerima persyaratan kamu, sekarang turuti perintah papa." gantian keluarga Ilham yang menjadi penonton karena giliran keluarga Pranadipa yang saling mengeluarkan argumen.
Pelayan datang dengan mengenakan pakaian serba hitam.
"Maaf tuan, sebentar lagi acara akan di mulai." kata pelayan tersebut membuat mereka melihat jam tangannya.
Ke dua calon mempelai bahkan belum ganti baju atau makan siang. Mereka di sibukkan dengan mempertahankan argumennya.
Ilham melirik Pranadipa, karena pembicaraan dengan putranya memang belum selesai.
"Balqis adalah wanita yang di pilih oleh ibumu. Apa kamu ingin membantah permintaan terakhir Mama?"
Mereka semua kembali terdiam karena setelah mendapat pertanyaan itu Fatih menjadi bungkam.
"Baiklah... Fatih terima." Fatih menyerah jika menyangkut ibunya, sosok wanita yang sangat dia sayangi tapi tak bisa berada di saat-saat terakhirnya.
Fatih dan Balqis sudah berada di kamar masing-masing untuk berganti pakaian. Raut wajah Balqis menunjukkan sangat tidak senang menerima pertunangan ini. Dia ingin memilih pasangannya sendiri, bukan di jodohkan. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Balqis tak bisa menolak. Apalagi saat ini Fatih dengan sangat baiknya ingin bertanggung jawab padanya, Balqis tidak ingin memikirkan dari mana Fatih akan mendapat uang untuk membiayainya, karena pria itu kaya raya.
"Ciee... yang bentar lagi mau tunangan!" goda Yasmine ketika masuk dalam kamar Balqis. "Cantik banget yah, adikku ini." kembali Yasmine menggoda adiknya. Tapi wanita itu bahkan tak ingin berucap.
"Masih marah yah? Lagian yang semua kami bicarakan tadi itu, rencana papa dan Om Pranadipa. Aku dan mama hanya meramaikan demi menyukseskan rencana pertunangan kamu. Papa enggak benar-benar ngusir anak emasnya kok. Kalau itu terjadi pada Aku, baru kamu percaya. Papa enggak serius ngambil ATM kamu. Kamu tetap anak emas papa. Tadi aja waktu kamu mau pergi, papa nahan tangis." Yasmine menceritakan semua hal itu pada adiknya agar Balqis tak mengira semua kejadian itu nyata.
"Sayang, ini gaun kamu. Gaun yang mama pilihkan sendiri untuk putri mama. Bagaimana, cantikkan?" Maryam menyerahkan gaun putih dengan mutiara bertebaran yang di jahit dengan tangan. Gaun syar'i, sangat cocok untuk Balqis.
Balqis menerima gaun itu kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Maryam dan Yasmine saling melemparkan pandangan aneh.
"Ini semua karena papa. Setengah mati mam tolak pinangan putra Bapak Pranadipa itu. Tapi papa kamu bersikeras."
Tidak lama, pintu kamar mandi sudah terbuka. Balqis keluar dengan menggunakan gaun yang di beri oleh ibunya tadi.
"Maa syaa Allah... Cantik banget putri bungsu mama." Maryam merasa melihat kembarannya, karena wajah Maryam memang sangat mirip dengan Balqis. Tapi Ilham selalu menganggap bahwa Balqis sangat mirip dengannya. Wanita yang sudah menjadi pemeluk agama Islam beberapa tahun silam tersebut memeluk putri kecilnya.
"Anak mama cantik." bisik Maryam kembali. Tapi bukan sahutan yang di berikan Balqis malah isakan. Make upnya sedikit luntur karena air mata.
"Jangan nangis dek, Kakak tahu kalau dedek senang kan. Cieeee."
"Siapa yang senang." Maryam menimpuk Yasmine yang sejak tadi menggoda adiknya sehingga Yasmine mengerang sakit memengang pundaknya.
"Jangan percaya dengan perkataan papa tadi yah, papa enggak serius kok."
"Tapi papa jahat, papa ngusir Balqis dari rumah."
"Tidak.... Itu hanya sebuah gertakan saja kok. Lagian kan kamu memang enggak tinggal di rumah melainkan di pondok."
"Tapi Balqis harus kemana ketika semua santri libur?"
"Ke kamar Fatih." celetuk Yasmin membuat Maryam melotot padanya. Yasmine memang selalu berkata yang tidak-tidak.
"Mbak, tolong make up nya di beresin dulu yah." Yasmine menunjuk apa adiknya.
"Yuk Mah keluar, biarkan tuan putri selesai dulu." ucap Yasmine kemudian mentautkan lengannya pada lengan ibunya.
"Mama keluar dulu yah. Nanti mama akan kesini lagi buat dampingi kamu."
Di ruangan yang sudah penuh dengan hiasan dan tamu undangan, Balqis dan Fatih sudah berdiri untuk bertukar cincin dan mereka sudah sah sebagai tunangan. Acara pertunangan yang di lakukan tak lama. Tak ada juga acara penyerahan. Pranadipa dan Ilham bahkan sudah sangat bersyukur ketika melihat putra dan putri merek bertukar cincin depannya walau kedua belah pihak yang tunangan sama sekali tak memperlihatkan senyum kebahagiaan.
*****
Tiga hari kemudian, saat Fatih dan Balqis kembali memasuki pondok. Fatih tercekat ketika dia mengingat sesuatu, pria itu lupa untuk memberitahu Balqis agar hubungan mereka di rahasiakan.
Tak ada yang berubah di pondok, yang berubah hanyalah Fatih bukan lagi seorang siswa tapi dia adalah orang yang haus agama dan masih ingin mempelajari tentang agama.