Asmaralda, seorang gadis buta yang penuh harapan menikah dengan seorang dokter. Suaminya berjanji kembali setelah bertemu dengan orang tua, tapi tidak kunjung datang. Penantian panjang membuat Asmaralda menghadapi kesulitan hidup, kekecewaan dan keraguan akan cinta sejati. Akankah Asmaralda menemukan kebahagiaan atau terjebak dalam kesepian ???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meindah88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.5
Siang hari.. Ralda menyiapkan makanan untuk suaminya dan ditata di meja makan. Meski Abrisam mengatakan bahwa tidak usah menunggu, tapi ia tetap melakukannya. Siapa tahu suaminya berubah pikiran dan pulang makan bersamanya. Perut km mulai terasa keroncongan, Ralda memegang perutnya yang terasa lapar. Masih setia menunggu kedatangan suaminya sembari menikmati angin yang masuk lewat jendela.
" Perutku kenapa jadi sakit begini?" ringisnya sembari mengelus pervt rampingnya.
Ralda mengambil air minum untuk diteguknya agar mengurangi rasa laparnya. Sejak tadi belum ada sesuatu yang memasuki perut itu lantaran sibuk memasak makanan yang lezat untuk sang suami.
" Seperti apa wajah mas Abrisam." tiba-tiba terlintas rasa penasaran dan ingin sekali mengetahui wajah pria yang kini menjadi suaminya.
" Setanpan apa wajahnya?" sekilas bibir tipis itu mengulum senyum tipis.
Terlalu lama menunggu suaminya dan kini Ralda tertidur di meja makan. Tubuh pun terasa lemah akibat belum makan sama sekali.
Tepat jam tiga sore, Abrisam pulang ke gubuk gadis itu. Hatinya bergelut, tak ingin kembali tapi entah kenapa rasa khawatirnya timbul pada istrinya.
" Assalamualaikum," sahutnya.
Tidak ada balasan dari dalam, tangan itu dengan pelan mendorong pintu tersebut. Matanya menangkap sosok wanita cantik dengan rambut terurai sedang tertidur.
" Astaga, kenapa tidur di sini?" ucapnya terdengar kesal.
Namun Ralda belum menyadari kedatangan suaminya, tidurnya bahkan semakin lelap.
" Nyusahin orang saja," geramnya.
Abrisam meletakkan tasnya, kemudian mengangkat tubvh ramping istrinya membawa ke sebuah kamar.
Merebahkannya dengan hati-hati seolah tak ingin mengganggu tidur pulas istrinya.
" Aduuh, perutku sakit." Ralda terbangun dan merasakan perut terasa nyeri.
" Kenapa tiba-tiba sakit?" Abrisam menyentuh kening istrinya, " panas," gumannya.
Kemudian menatap istrinya yang sedang meringkuk kesakitan.
" Kamu sudah makan?" tanyanya.
Ralda menggeleng pelan, Abrisam semakin geram melihatnya.
" Ralda belum makan sama sekali karena menunggu kedatanganmu mas. Ralda ingin makan barengan sama kamu." sahutnya.
Abrisam menepuk jidat," gadis ini benar-benar menyebalkan." batinnya.
" Saya kan sudah bilang, tidak usah menungguku. Lantas apa yang kamu lakukan saat ini? Kamu menyiksa dirimu sendiri, das4r." ucapnya dengan nada sedikit meninggi.
Cairan hangat jatuh begitu saja dari mata indah gadis buta tersebut kala mendengar seseorang memarahinya.
" Saya marah karena kamu sangat ceroboh, seharusnya kamu makan sendiri tanpa menungguku. Apa yang sebenarnya kamu harap dariku? Cinta ? Tidak mungkin Ralda." ucapnya makin mencerca gadis itu.
" Nyees"
Semuanya terasa sakit, tubuh yang terasa letih dan jangan ditanyakan soal hati, sudah pasti sangat tersaya-sayat bagaikan sebuah pisau tajam menembus jantung. Lagi dan lagi ucapan suaminya semakin tajam menyakitkan.
" Ralda hanya ingin makan bersama suamiku mas, apa salah jika saya menunggu?"
Abrisam tersenyum sinis, dia seperti lupa bahwa gadis ini adalah istri sahnya.
Ralda semakin meringkuk, Abrisam seketika panik dan merasahkan tubuh itu semakin lemas.
" Ralda, bangun! Jangan merepotkanku!" sahutnya.
Seketika tangan kekar itu dengan lincah mengambil alat medis yang selalu dibawah ke mana-mana. Memeriksa sebagian tubuh istrinya, tak sengaja b4ju Ralda ters1ngk4p sedikit ke atas membuat tubuh pria itu berdesir.
Pria itu dengan cepat mengalihkan perhatian dengan menatap tempat lain. Ralda semakin merintih kesakitan, karena tidak tega mendengar suara kesakitan istrinya, tangannya membantu mengelvs pelan pervt rata itu.
" Mas ambilkan makanan kamu dulu, baru minum obat," ucapnya terdengar cemas.
Hanya menghitung beberapa menit, ia pun kembali dan menyuapi Ralda dengan pelan.
Mata itu kembali tertuju pada k4in yang sedikit terbvka, sesaat ia meneguk ludahnya dan berusaha menahan sesuatu yang bergej0lak dalam s4na.
" Apa yang ada di pikiranku?" ucapnya dalam hati sambil menormalkan perasaannya yang tak karuan saat ini.
***
Seorang pria dengan telaten menyuapi sang istri. Matanya bersinar dengan penuh kehangatan saat memperhatikan gadis buta itu. Senyum lembut terukir di bibirnya menyiratkan kekaguman akan kekuatan dan keindahan yang dimiliki gadis itu meski dalam keterbatasan. Suara lembutnya seperti melodi menyentuh hati.
" Minum dulu!" titahnya seraya tangannya memberi segelas air.
" Makasih, Mas,"sahut Ralda.
Setelah menunggu beberapa menit, Abrisam memberikan obat lambung untuk istrinya.
" Bagaimana seandainya saya tidak pulang? Apa yang akan terjadi padamu?" ucapnya kembali mencerca istrinya.
Dengan kepala sedikit tertunduk, gadis itu merasa terpukul oleh cercaan suaminya. Meskipun buta, ekspresi wajah tidak bisa disembunyikan dari kekecewaan yang dalam.
" Maaf," hanya kata itu yang terdengar dari mulutnya.
" Jangan diulangi!" ucapnya.
Ralda semakin tertunduk makin merasa bersalah lantaran merepotkan pria ini. Abrisam bukanlah bapaknya yang selalu setia menemani di setiap saat dan tidak akan pernah memahaminya.
Pria itu beringsut dari tempatnya menyimpan piring bekas itu.
Hari semakin sore, sinar senja perlahan memudar. Angin sepoi-sepoi bertiup membawa aroma asin dari laut yang mengelilingi pulau tersebut, hingga rambut gadis itu ikut tergerai lembut sedang berdiri di depan jendela. Entah kenapa tiba-tiba tangan pria itu dengan lembut menyelingkar di tubuh ramping istrinya seperti hujan merangkul bumi. Sentuhan hangat dan penuh kasih menyentuh tubuhnya. Ralda terkesiap, dengan cepat mengibas lengan itu.
" Kenapa?" sahut Abrisam mendapat penolakan ke-dua kalinya dari gadis ini.
" Justru Ralda yang bertanya, kenapa mas melakukan ini padaku?" sahutnya dengan suara bergetar.
Abrisam menatapnya dengan lembut, sayang sekali wanita itu tak melihat tatapan itu.
" Kamu adalah istriku yang sah, saya berhak memilikimu kapan pun menginginkanmu.
" Kalau mas Abrisam hanya ingin melampiaskan hasr4tmu semata, maaf Ralda menolak." ucap Ralda kemudian berjalan ke tempat lain.
Abrisam mengikuti langkah gadis berparas itu, tangan menyenggol sesuatu sehingga mengenai kakinya dan terluka.
" Saya selalu mengingatkanmu hati-hati!" Abrisam kesal lantaran Ralda tak bisa menjaga dirinya sendiri. Inilah yang membuat pria itu tidak pulang menemui sang mama. Hatinya sangat mencemaskan Ralda.
" Mas tidak usah peduli," sahutnya.
" Kamu adalah istriku, dan tentu saja persoalan kecil apapun akan menjadi tanggung jawabku.
Tangan kekar dengan lembut itu mengangkat tubuh istrinya ke tempat tidur untuk memeriksa lukanya.
" Coba kuperiksa kakikmu!"
Ralda tidak bergerak dan menuruti perintah suaminya. Justru dengan pelan meraih selimut menutupi seluruh tubuhnya.
Abrisam mendekati istrinya dan menyingkap selimut itu, menyingkap pelan kain lalu memberinya salep. Namun hatinya terasa tidak tenang, pikirannya melayang begitu jauh sembari mengusap lembut kaki mulus itu.
" Sudah selesai kan mas?" sahut Ralda mengh4ncvrkan angan-angan pria itu.
" Iya," singkatnya.
Pria itu ikut merebahkan tubuh di samping istrinya.
Mencoba memutar tubuh istrinya menghadapnya. Jantung keduanya berdegup kencang merasakan setiap nafas satu sama lain. Pria itu mencoba menyentuh b1b1r r4nvm itu dan merasakannya. Entah kenapa saat itu, Ralda dengan mudahnya luluh dan menerima sentvhan demi sentvhan su4minya. Kedua pasutri itu nampak terlena dan menikmati kehang4tan dengan hawa dingin yang semakin mendera dalam tubuh. Terbuai dari setiap permainan suaminya hingga tak mampu menolak lagi.
Dalam keheningan senja, percikan cinta yang tulus tercermin dalam kelembutan disetiap kehangatan yang menyatu.
" Terimakasih," ucapnya setelah usai memberi kehangatan, kemudian mengecup kening istrinya.
Apakah ada rasa penyesalan pada gadis buta itu? Tidak ada yang tahu kecuali dia sendiri dan Tuhan-Nya.
Hanya saja, setelah hari ini apakah ia memiliki kesempatan untuk bersama pria yang berstatus suaminya? Ataukah mas Abrisam akan meninggalkannya dan pergi ke kota?"
" Mikirin apa?" tanyanya lembut sembari menatap wajah itu.
Ralda menggeleng kecil dan tersenyum tipis, Abrisam meraih tubvh itu ke dalam dekapannya.