Pernikahannya dengan Serka Dilmar Prasetya baru saja seminggu yang lalu digelar. Namun, sikap suaminya justru terasa dingin.
Vanya menduga, semua hanya karena Satgas. Kali ini suaminya harus menjalankan Satgas ke wilayah perbatasan Papua dan Timor Leste, setelah beberapa bulan yang lalu ia baru saja kembali dari Kongo.
"Van, apakah kamu tidak tahu kalau suami kamu rela menerima Satgas kembali hanya demi seorang mantan kekasih?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Kabar dari Sisi
Dilmar masih fokus menatap kontak WA milik Vanya yang masih mengetik. Ditunggu hampir satu menit, tapi Vanya belum juga mengirimkan pesan WA itu. Dilmar menduga, Vanya menulis pesan untuknya lumayan panjang.
Namun, setelah satu menit lebih ditunggu, Vanya masih belum mengirimkan pesan untuk Dilmar. Beberapa saat kemudian, Vanya sudah tidak memainkan aplikasi WA nya lagi, terlihat dari statusnya yang tidak berwarna hijau.
"Kenapa Vanya tidak jadi mengirimkan pesan untukku?" gumam Dilmar mendadak penasaran.
"Lagi kangen ya? Kenapa tidak kau hubungi saja, Pot?" Roby pergi, kini Dilan datang lalu duduk di dipan besi milik Dilmar. Dilan sempat mengintip Hp Dilmar yang tadi sedang menatap kontak istrinya, di sana terlihat jelas foto profil pengantin antara Dilmar dan Vanya istrinya.
Dilmar kaget dengan kehadiran Dilan yang tiba-tiba sudah berada di sisinya dan berhasil mengintip WA nya.
"Kau ini, buatku kaget saja. Tadi si Roby kini kau yang datang. Dua-duanya sama saja," dumel Dilmar sembari memasukkan kembali Hp nya ke dalam saku celana.
"Lagian kau ini seperti sedang ragu-ragu. Kau hubungilah istrimu, dia sedang merindukanmu pastinya," desak Dilan.
Dilmar tergugu dengan desakan Dilan sehingga ia mencoba menghubungi Vanya saat ini juga, meskipun ia ragu kalau sinyal akan mendukungnya.
***
Sementara itu, di kota lain jauh dari pulau paling timur Indonesia, tepatnya di kediaman Bu Sonia. Di dalam sebuah kamar berukuran sedang, Vanya sedang membaringkan tubuhnya sembari mengutak-atik Hp nya.
Vanya sore ini begitu merindukan Dilmar, tapi dia tidak berani lagi menghubungi Dilmar setelah Dilmar melarangnya supaya jangan menghubunginya sebelum Dilmar memulai.
Merasa suntuk, Vanya iseng membuat status yang sangat jarang ia lakukan selama ini. Vanya memotret jari manis yang tersemat cincin pernikahan dirinya bersama Dilmar, lalu ia buat status di WA nya. Disusul sebuah tulisan berupa sebuah doa yang ditujukan untuk Dilmar.
"Semoga selalu sehat serta dalam lindungan yang maha Kuasa. I love Abang. Kangen." Begitu isi status WA yang kedua yang diposting Vanya. Beberapa saat kemudian, Vanya membuka kontak WA milik Dilmar, di sana masih ada beberapa chatan darinya yang sudah dibaca Dilmar tapi tidak dibalasnya. Vanya ingin mengetik sesuatu untuk Dilmar. Sebuah kalimat cinta dan perhatian darinya untuk Dilmar yang jauh di sana.
Namun, suara perempuan yang sempat terdengar di ujung telpon Dilmar tempo hari, justru kembali terngiang di telinganya. Hati Vanya kembali menduga, siapakah perempuan itu? apakah Dilmar memang bertugas bersama dengan Perawat-perawat yang sempat terlihat menaiki pesawat yang sama dengan Dilmar?
"Mungkin perempuan itu rekan kerja Bang Dilmar," yakinnya berusaha menghibur hati. Vanya meletakkan kembali Hp nya, lalu membaringkan tubuhnya menghadap langit-langit rumah. Keinginannya untuk menghubungi Dilmar begitu kuat, akan tetapi bentakan saat Dilmar berhasil dihubunginya seminggu setelah Dilmar berada di Papua, justru membuat Vanya mengurungkan niatnya.
Karena mata Vanya mulai terasa ngantuk, lamat-lamat Vanya tertidur. Pada saat yang sama, deringan Hp Vanya terdengar, sayangnya Vanya justru sudah tertidur nyeyak, sehingga ia melewatkan panggilan yang ternyata dari Dilmar itu.
Di tempat Dilmar,
Dilmar mencoba menghubungi Vanya, dan ternyata berdering. Entah kenapa sinyal di barak ini sedang berbaik hati, sehingga Dilmar bisa menghubungi Vanya. Namun panggilan Dilmar tidak juga diangkat Vanya.
"Kemana dia, barusan masih aktif WA nya?" herannya. Dilmar mengakhiri panggilannya. Lalu dia melanjutkan panggilan pada sang mama yang sudah sebulan lebih belum sempat ia hubungi karena terkendala sinyal yang buruk.
Panggilan itu terhubung, Bu Sonia dari jauh sana sudah mengangkat panggilan Dilmar dengan gembira.
***
Besoknya di kediaman Bu Sonia dan Pak Harun, orang tua Dilmar. Mereka bertiga sedang menikmati sarapan pagi bersama. Sesekali diselingi obrolan ringan. Bu Sonia juga menceritakan bahwa semalam Dilmar baru saja menghubunginya, sayangnya hanya beberapa menit saja karena sinyal dari Dilmar justru putus-putus.
"Vanya, tadi malam Dilmar menghubungi mama, apakah kamu tidak mengangkat panggilan suami kamu semalam? Kata Dilmar, kamu tidak mengangkat panggilannya?" celetuk Bu Sonia menatap Vanya.
Vanya terlihat gelagapan, ia memang dihubungi, sayang sepertinya saat Dilmar menghubungi, Vanya sudah tertidur.
"Vanya ketiduran, Ma. Jadi, Vanya tidak sempat menerima panggilan dari Bang Dilmar."
"Oh pantesan. Tapi tidak apa-apa, mungkin lain kali dia bisa hubungi kamu lagi. Dilmar bilang, dia susah sinyal kalau di perbatasan. Kalau ingin bagus, harus pergi dulu ke desa sebelah katanya," tutur Bu Sonia mengakhiri obrolan dan sarapan paginya.
Setelah sarapan, Vanya bersiap untuk ke toko dengan menaiki motor. Sementara Bu Sonia, akan sedikit siang seperti biasanya.
Vanya berpamitan pada kedua mertuanya, setelah itu ia segera melajukan motornya menuju toko yang jaraknya bisa ditempuh kurang lebih 15 menit dari rumah.
Tiba di toko, Vanya melakukan tugasnya seperti biasa. Melap etalase dan merapikan barang, juga mencatat barang yang terjual.
Baru saja toko siap, pembeli pertama datang, dan orang itu ternyata Sisi. Orang yang pernah bekerja di toko mama mertua Vanya tiga tahun lalu, saat itu Vanya justru baru beberapa bulan bekerja di toko milik mertuanya ini. Sisi mengundurkan diri karena ia memilih menikah dengan seorang tentara yang kebetulan satu kesatuan dengan Dilmar.
"Vanya, kamu masih kerja di sini? Wahh asik nih, kamu beruntung kerja di toko mertua sendiri. Tidak akan kena tegur kalau salah," ujar Sisi sambil tersenyum.
"Mbak Sisi, apa kabar Mbak? Lama tidak kelihatan. Sekarang Mbak tinggal di mana, tidak di kota ini?" Vanya senang melihat Sisi belanja di toko mertuanya.
"Mbak di Andir, Van. Kebetulan Aa nya Mbak sudah punya rumah di sana. Kami menetap di sana. Eh ngomong-ngomong, suami kamu saat ini Satgas juga di perbatasan Papua dan Timor Leste kan?" tanya Sisi meyakinkan.
Vanya mengangguk.
"Vanya, ada waktu nggak? Mbak mau bicara sebentar. Tapi ini ada kaitannya dengan suami kamu," ucap Sisi sembari berbisik di telinga Vanya dan celingak-celinguk seperti takut ketahuan orang. Vanya merasa penasaran, lalu membawa Sisi menuju taman di pinggir toko.
"Bicaralah, Mbak. Ada apa dengan suami Vanya?" Vanya sangat penasaran, jantungnya tiba-tiba berdegup kencang.
"Tapi Mbak nggak tega untuk bilang sama kamu. Tapi, kalau tidak dikatakan, Mbak justru kasihan sama kamu." Sisi terlihat ragu.
"Katakan saja, Mbak. Vanya siap mendengarkan," desak Vanya memohon.
"Apakah kamu tahu, suami kamu saat ini secara kebetulan dipertemukan dengan mantan pacarnya yang tiga tahun lalu sudah putus. Dia seorang Perawat yang ditugaskan di wilayah perbatasan yang sama dengan personil tentara yang dikirim sebulan yang lalu ke sana. Dan ternyata, sepertinya suami kamu menjalin cinta lama bersemi kembali dengan mantannya," tutur Sisi dengan wajah yang megap-megap karena takut berita ini membuat Vanya justru shock berat.
Sisi juga menyertakan bukti kebersamaan Dilmar dan Perawat itu. Vanya terdiam mencerna penuturan Sisi yang baginya bagai petir di siang bolong. Pantas saja suaminya berubah seminggu sebelum mereka menikah.
nyesel atau marah sama Vanya....
lha gmn tidak ..ms Vanya masih kepikiran takut kalau gigi Dilmar ompong ...😁
𝗅𝖺𝗇𝗃𝗎𝗍 𝗒𝖺 𝗄𝖺