Gibran harus merelakan kisah cintanya dengan Shofiyah yang telah dia bina selama 8 tahun kandas karena orangtua Shofiyah tak menerima lamarannya dan membuatnya harus menyaksikan pernikahan kekasih yang begitu dicintainya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghina Sang Kakak
Sore hari tiba, Kartini telah pulang ke rumahnya karena besok dia harus kembali bekerja. Hari ini dia izin karena ada hal genting yang dia harus urus yaitu rumah sang ibu. Dia harus mencari sang kakak untuk memberikan penjelasan tentang semua ini.
Saat sampai, didepan gerbang ternyata sang kakak ada didepan lorong untuk membeli sayuran mentah.
"Ngapain kamu kesini?? Sinis sang kakak kepadanya
"Aku hanya ingin meminta penjelasan tentang rumah mama, kenapa bisa tiba-tiba rumah itu menjadi rumah kakak sedangkan surat jual beli masih berada ditanganku??
" Terus apa masalahnya, to mama sudah memberikan sidik jarinya pada pemberian rumah ini kepadaku, jadi sekalipun surat akta jual beli ada padamu rumah ini tetap menjadi milikku". Ucapnya dengan sombong.
"Aku tidak menyangka kakak licik seperti ini, mengorbankan orangtua dan anak yatim untuk mendapatkan rumah dengan cara kotor". Teriaknya dengan penuh amarah.
Semua orang yang ada disana menyaksikan pertengkaran bersaudara.
" Sudahlah, jangan banyak drama deh, intinya rumah itu menjadi milikku, kamu suka atau tidak, aku tidak perduli".
"Mereka itu terpaksa mengontrak dan Shofiyah lah yang membayar semuanya, apa kau tidak punya empati sedikit, mereka itu keponakan dan orangtua kandung mu!! ".
" Ya mama sendiri mau ikut kok, aku hanya mengusir benalu dari rumahku".
"Benalu seperti apa?? Shofiyah bahkan bekerja untuk menghidupi dirinya dan juga saudaranya dan kau lihat sendiri hampir semua yang ada didalam rumah itu Shofiyah yang membeli dan menggantinya karena barang mama sudah tua dan dialah dan adiknya yang mengurus mama dan bapak selama ini".
"Sudahlah tidak usah banyak bicara, yang jelas rumah ini milikku, aku tidak perduli apapun perkataanmu". Sombongnya mengangkat bahunya tanda tak perduli.
"Begitulah kalau orang miskin yang serakah, bahkan harta orangtua saja dirampas dan membuat orang menderita. Ambil saja rumah itu, semoga kau bisa menikmati rumah itu sampai lama karena Allah menyaksikan kekejaman mu pada anak yatim dan juga orangtuamu sendiri. Allah akan membalasmu dengan berkali-kali lipat sakitnya, Camkan itu". Ucap Kartini meninggalkan sang kakak dengan penuh amarah.
Terdengar suara sumbang tetangga yang kini heboh membicarakannya, dan menghinanya.
"Katanya orang kaya, tapi merampas rumah orangtua dan mengusir keponakan yang selama ini mengurus orangtuanya, sungguh dia tak punya malu". Ucap salah satu tetangga dekatnya.
" Benar, aku sendiri menyaksikan dia mengusir Shofiyah dan adiknya sehingga ibunya berlutut pada Shofiyah untuk tidak ditinggalkan, jadilah dia membawa neneknya juga bersamanya ". Ucap tetangga yang dekat dengan Shofiyah dan pernah menjadi pekerja dirumah sang nenek utnuk membuat kue.
" Iya, percuma punya anak tentara, pekerja kantoran kalau merampas milik orang lain, ternyata dia bahkan tak punya apa-apa dibandingkan Shofiyah yang bahkan bisa mengontrak padahal dia masih kuliah sangat berbeda dengan keluarganya yang katanya kaya itu". Bisik mereka dengan tatapan mencemooh.
Karni mengeram marah karena dipermalukan oleh adiknya dan semua warga yang ada disini, dia sangat yakin berita ini akan tersebar ke penjuru desa ini.
Dia berlalu dan berjalan memasuki rumah dengan diringi tatapan mencemooh dan direndahkan oleh para warga sekitar rumahnya.
"Dasar anak kurang ajar, dia sudah pergi saja dari sini masih menyusahkan ku". Ucapnya dengan geram.
Dia begitu membenci Shofiyah karena sang ibu lebih memilih memberikan rumah ini kepada cucu yang seperti benalu itu daripada dirinya yang notabennya anak sendiri. Dia terpaksa melakukan cara kotor karena memang awalnya dia datang memang mengincar rumah ini. Dia memintanya baik-baik tapi sang ibu malah menghinanya.
Sedangkan dalam mobil Kartini tak berhenti mengomel melampiaskan amarahnya karena dia baru menyadari niat terselubung sang kakak saat datang untuk tinggal disana.
"Dasar serakah, bahkan orangtua sudah sakit-sakitan masih juga dirampasi". Jengkel Kartini sambil mengomel.
" Ayah juga tidak menyangka jika kak Karni seperti itu, ayah pikir niatnya tulus menjaga orangtua ternyata ada niat terselubung dibaliknya". Fasti yang merupakan suami Kartini menggelengkan kepalanya tidak menyangka.
"Ayah benar, aku juga tidak tahu jika dia sangat licik seperti itu, pantas saja dia selalu menjelekkan Shofiyah kepada ku karena Shofiyah sering pulang malam dan mengatakan Shofiyah dan Rosyid tidak mengurus mama padahal dia ada dirumah".
" Iya, kata mama tadi Shofiyah selalu pulang jam makan dan memastikannya sudah makan dan minum obat bahkan ibu tahu sendiri jarak kampusnya dan rumah mama itu lumayan tapi dia pulang hanya untuk memastikan mama makan dan minum obat. Kedua anak itu jarang ditemui karena mau mengurus orangtua padahal bisa saja dia meninggalkan mama saat ayahnya memintanya". Fasri meneteskan air matanya
Dia membayangkan bagaimana seandainya dia tua apakah anaknya nanti akan mengurusnya seperti Shofiyah dan Rosyid mengurus nenek mereka. Dia melihat sendiri bagaimana telatennya kedua anak itu mengurus sang nenek yang mulai tidak bisa apa-apa.
"Ayah kenapa?? Tanya kepada sang suami ketika melihatnya menangis.
" Aku hanya membayangkan ketika kita tua, apakah anak-anak kita akan memperebutkan harta kita dan tidak akan merawat kita?? ".
Kartini juga menghela nafas dan mulai terpengaruh pemikiran suaminya, sangat jarang ada anak yang mau membalas jasa orang yang memelihara dan merawatnya dan dia berharap anak-anak nya bisa seperti Shofiyah dan Rosyid.
" Kita berdoa saja ayah, anak-anak kita akan menyayangi kita ketika tua".
Dirumah kontrak Shofiyah, Gibran datang menemui sang pujaan Hati. Dia membawa makanan kesukaan sang nenek karena dia juga akan sekalian menjenguk beliau.
"Assalamualaikum". Ucapnya mengetuk pintu kontrakan itu.
" Waalaikumsalam. Eh kak Gibran, masuk kak!! ". Ucap Rosyid mempersilahkan kekasih kakaknya itu masuk kerumah.
" Dimana nenek dek??
"Beliau ada di kamarnya bersama kak Shofiyah, mari aku antarkan ke kamarnya". Rosyid mengarahkannya masuk kedalam kamar sang nenek dan menjaganya di pintu.
" Kakak sudah sampai, bagaimana perjalanannya?? Shofiyah menggeser badannya berjauhan dengan Gibran.
Walau dia belum paham betul, dia sudah mulai menjaga jarak dan intensitas komunikasi dengan Gibran. Selama dia mengikuti pengajian rutin bahkan dia juga mengenakan jilbab walau dalam rumah karena Shofiyah tahu jika Gibran akan datang.
"Alhamdulillah, perjalanannya lancar walau agak macet sedikit tadi". Ucap Gibran tersenyum paksa.
Dia sedikit menyadari jika kekasihnya itu mengalami perubahan signifikan akhir-akhir ini, apalagi melihatnya memakai hijab saat dirinya datang. Tapi dia masih berusaha berpikir positif, mungkin kekasihnya itu habis dari luar dan memakai jilbab jadilah dia lupa melepaskannya.
"Bagaimana keadaan nenek dek?? Tanya memulai percakapan.
" Belum ada perubahan yang berarti kak, beliau sudah mulai sedikit membaik dari hari sebelumnya walau sedikit".
Gibran menganggukkan kepalanya mengerti dengan penjelasan Shofiyah.