Kesempatan kembali ke masa lalu membuat Reina ingin mengubah masa depannya yang menyedihkan.
Banyak hal baru yang berubah, hingga membuatnya merasakan hal tak terduga.
Mampukah Reina lari dari kematiannya lagi atau takdir menyedihkan itu tetap akan terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menolak
Elyana kesal bukan main, kenapa semuanya justru bertambah kacau? Seharusnya jika memang dirinya membuat keributan, orang tua Edwin akan marah untuk sementara waktu dan mulai memikirkan lagi hubungan anaknya dengan keluarga ayah tirinya.
Pikir Elyana saat itulah dia akan kembali masuk dan mendekati mereka sebagai orang luar yang tidak ada urusannya dengan keluarga Angkasa.
Namun yang terjadi kini, justru mereka bahkan meminta secara terang-terangan.
Apa sih hebatnya Reina? Toh aku lebih cantik, badanku lebih berisi, aku memang lebih pendek dari dia, tapi kan aku punya banyak kelebihan.
"Maaf tante, apa ya maksud tante?" tanya Reina pura-pura tak mengerti.
Elyana menatap kesal kakak tirinya, benak gadis itu berpikir jika Reina sengaja memprovokasinya. Seolah menyatakan jika apa pun yang ia lakukan tak akan pernah bisa menyingkirkan dia.
Berbeda dengan Reina, dia hanya ingin segera meluruskan keinginan Nessa. Dia akan menolak rencana mereka secara langsung, saat ini juga.
"Apa ayahmu enggak cerita?" tanya Nessa heran.
"Ya, ayah pernah menyinggung ingin menikahkan aku sama Edwin dalam waktu dekat—"
"Iya sayang, tante kasihan dengan ayah kamu. Kamu tahu 'kan kalau usahanya sedang kritis, makanya tante mau bantu dia. Lagi pula kita udah dekat, jadi buat apa lama-lama."
"Maaf tante dan terima kasih karena tante memikirkan nasib saya, tapi saya menolak untuk menikah muda."
"Kenapa? Kalian udah pacaran cukup lama. Lagian kamu masih bisa melanjutkan pendidikan kamu. Bisa di bilang kalian bisa pacaran lebih bebas jika sudah ada ikatan."
Benar saja, Nessa masih berusaha membujuknya. Wajahnya terlihat tak senang mendengar jawabannya. Tak pernah dia menduga jika Reina gadis yang dia anggap bodoh itu menolak tawarannya.
Reina berusaha tenang, lalu kembali menjelaskan.
"Tante mungkin berpikiran maju, tapi bagaimana dengan orang-orang? Bisa saja di belakang mereka membicarakan kami. Mereka akan mengira kami berpacaran secara bebas hingga pasti mengira aku sudah berbadan dua. Apa tante yakin semua akan baik-baik aja buat nama baik kita nanti?"
Nessa termenung, dia sama seperti Darmono tak menyadari resiko itu. Ingin membantah tapi ia sendiri juga ragu. Sebaiknya dia membicarakan masalah ini dengan suaminya lagi.
Dia tak mau gegabah dan kelak akan berdampak pada nama baik keluarga mereka.
Namun menginginkan Reina masuk dalam keluarganya sangatlah besar. Dia merasa bisa memanfaatkan gadis itu.
"Benar tante, kayanya ngga jaman deh kalau sekarang nikah muda, pasti orang-orang berpikir karena ada sesuatu," sela Elyana sembari menggerakan kedua jarinya.
"Ya kamu memang benar Rei, tapi tante memang ingin sekali kamu jadi menantu tante—"
"Gimana kalau mereka nikah siri aja mah?" sambar Winda memberi usulan.
Mata Nessa terbelalak sempurna mendengar usulan anak gadisnya.
Benar juga, kenapa ngga nikah siri aja? Aku yakin semua akan baik-baik aja.
Reina mengepalkan tangannya kesal. Mereka benar-benar mencoba semuanya agar dia tetap masuk dalam keluarga Darmono Agung.
"Maaf tante, saya enggak mau. Lagi pula, saya kalau masalah biaya pendidikan, saya ngga papa ngga kuliah dulu, saya ingin mencoba bekerja."
"Apa kerja? Di mana? Bagaimana bisa?" cecar Nessa tak percaya jika Reina benar-benar menolak keinginannya.
Saat itulah ponsel Reina berbunyi, tertera nama Maira di sana.
"Permisi tante aku harus angkat telepon dulu."
Reina merasa bersyukur karena Maira secara tidak langsung telah membantunya lari dari Nessa.
"Iya Mai?"
"Rei ada kabar baik, Nona Elke bersedia nerima kamu, besok ... Kamu bersedia langsung kerja?" tanya Maira ragu.
"Benarkah?" pekik Reina tak percaya. Bahkan matanya sudah berkaca-kaca.
"Gimana? Ngga papa 'kan? Maaf kalau mendadak—"
"Ngga Mai, aku senang, tentu aku mau langsung bekerja!"
Setelah mereka membicarakan masalah pekerjaan, akhirnya Reina kembali ke rumah dan ingin buru-buru pamit dari sana.
"Tante, Winda, maaf saya izin pulang dulu. Sampaikan salam saya sama Om Darmono, semoga beliau panjang umur dan selalu diberi keberkahan."
Di masa depan, meski di perlakukan tidak baik oleh Nessa dan Winda, Darmono sendiri memperlakukannya dengan baik.
Bahkan beberapa kali ayah mertuanya itu menegur istri dan juga putranya yang dianggap sudah cukup keterlaluan saat menindasnya.
Semua itu belum cukup bagi Reina untuk memaafkan mereka. Setidaknya dengan doa tulusnya kali ini, lelaki tua itu akan tetap diliputi kebahagian.
Belum sempat Nessa menjawab, Reina memilih segera belalu dari sana, kemudian disusul oleh Edwin dan Elyana yang berpamitan secara buru-buru juga.
"Mah, mamah merasa ada yang aneh enggak? Ka Reina sekarang beda sama kita," ucap Winda sepeninggal ketiganya.
"Kamu benar, bahkan mamah juga merasa kalau Reina itu udah ngga cinta lagi sama Kakakmu Edwin."
"Kira-kira kenapa ya mah? Jangan-jangan gara-gara Elyana, dari tadi aku lihat gadis itu nempel mulu sama kak Edwin, aku lihatnya aja kesel bagaimana sama Ka Reina."
"Maksud kamu, kakakmu selingkuh gitu sama si Elyana?"
Winda mengedikkan bahu, dia juga belum bisa memastikan, hanya dari pengamatanya saja, Elyana jelas menyukai kakaknya, tapi apakah Edwin mempunyai perasaan yang sama dia tak tahu.
"Kalau mamah ganti haluan ke Elyana apa ngga mau mah?"
Nessa memukul lengan putrinya kesal. "Meskipun Reina terlihat kampungan, tetapi asal usulnya jelas. Dia keturunan Angkasa, kalau gadis bernama Elyana itu, rumor mengatakan jika mereka dari kalangan sederhana, mamah ngga mau lah punya menantu yang ngga jelas kaya dia!"
.
.
Edwin berhasil membujuk Reina untuk masuk ke dalam mobilnya. Sejak tadi gadis itu meolak dan kembali bersikap dingin padanya.
Namun setelah berhasil membujuk, kini mereka bisa kembali pulang dengan formasi sama seperti berangkat tadi.
Kali ini pikiran Reina berkecamuk, melihat kondisi Elyana dia jelas merasa kalau akan ada masalah yang ditimbulkan gadis itu.
Dirinya menerima tawaran Edwin juga bukan tanpa sebab. Reina berpikir untuk menjadikan Edwin tameng dan juga alibinya nanti.
Elyana sendiri, pikirannya sudah dipenuhi berbagai strategi agar Reina bisa mendapatkan masalah.
Sesampainya di rumah, Elyana berlalu dengan tergesa-gesa meninggalkan keduanya. Reina yakin gadis itu akan mengadu pada orang tuanya.
"Makasih udah mau datang ke acara papah ya Rei. Emmm ... Tentang ucapan mamah, apa ngga bisa kamu pikirkan lagi?" ada semburat murah di kedua pipi Edwin saat mengatakan hal itu.
Reina tahu apa maksudnya, tapi dia tetap akan dengan pendiriannya.
Belum juga menjawab pertanyaan Edwin, jeritan murka terdengar dari ibu tirinya.
Elyana datang bersama ibu dan ayahnya. Elyana berada dalam pelukan ayahnya membuat hati Reina kembali sedih.
"Apa yang kamu lakukan hah! Kenapa bisa Elyana berakhir seperti ini!" pekik Meike yang tak memperdulikan keberadaan Edwin.
Reina berusaha dengan tenang lalu menatap Elyana yang terlihat tersenyum tipis dan mengejeknya, setelahnya dia menatap Edwin.
"Percuma kalau aku yang jelasin, pasti kalian ngga akan percaya. Biar Edwin yang cerita. Setelah ini aku harap ayah menyiapkan diri, karena Om Darmono akan kehilangan kerja samanya sama seseorang yang bernama Madam Veronica!"
Saat mendengar nama Veronica, Hendro segera menyingkirkan Elyana. Membuat Elyana terbelaka tak percaya. Kenapa semua rencananya selalu tak berjalan dengan benar.
"Ada apa pih, siapa Veronica?" Meike yang seorang pencemburu berat merasa kesal saat sang suami terlihat ketakutan saat mendengar nama seorang wanita.
"Apa yang terjadi Rei? Nak Edwin?"
"Singkatnya, Elyana mengusik Madam Veronica," jawab reina santai.
"Aku ngga mengusik! Dia aja yang kaya nenek lampir!"
Reina tersenyum tipis, secara tidak langsung tanpa perlu menjelaskan panjang lebar, gadis itu mengakui akan masalahnya sendiri.
.
.
.
Lanjut