Sebuah senjata pusaka yg sempat menggegerkan dunia persilatan karena kehebatan nya, menjadi incaran banyak tokoh-tokoh pendekar yg berkeinginan untuk memiliki nya di saat senjata itu menghilang.
Dan bagi siapa saja yg akan berjodoh dengan pedang tersebut tentu akan menjadi tokoh dunia persilatan kelas wahid bahkan kemungkinan menjadi tokoh nomor satu tidak akan terbantahkan bila berhasil menggenggam senjata tersebut.
Baik dari kalangan putih maupun hitam saling berlomba guna mendapatkan pedang pusaka tersebut.
Nantikan kisah nya dalam cerita Pusaka Pedang Tabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zakaria Faizz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#4. Desa Semenyih.
" Kamu terluka !" seru Diwandaka saat melihat perempuan itu yg berusaha bangkit.
Ternyata ia masih berusia sangat muda dan mungkin usia nya sepantaran dengan diri nya.
Dan gadis ini pun ber wajah lumayan cantik.
" Ah, hanya luka kecil saja, terima kasih telah menolong ku , " sahut gadis itu.
Ketika ia berusaha bangkit berdiri , tubuh nya masih sempoyongan dan hampir terjatuh kembali bila tidak segera di tolong oleh Diwandaka.
Dada pemuda ini berdesir saat menyentuh tubuh seorang perempuan , apalagi bau aroma wangi yg menyeruak ke dalam hidung nya , membuat pemuda ini tertegun sejenak.
" Tolong bantu aku untuk berdiri " ucap gadis itu yg merasa agak lama juga berdiri miring dengan di topang oleh Diwandaka.
" Eh, iya,.maaf , " kata Diwandaka.
Pemuda ini merasa seperti mengenal gadis yg di tolong nya ini.
Rasa-rasa nya aku pernah melihat nya, kata nya dalam hati.
" Oh, iya siapa nama mu ?" tanya gadis itu kepada Diwnadaka.
" Diwandaka " jawab pemuda itu.
" Diwandaka, apakah kamu adalah cucu eyang Gandapuro itu ?" tanya gadis ini lagi.
" Benar, aku adalah cucu eyang Gandapuro, dan kamu sendiri siapa ?" balik Diwandak lah yg bertanya.
" Apakah kamu tidak mengenal ku , aku adalah putri dari Ki Buyut Wara , nama ku Mahini, tepat nya Dewi Mahini" jawab gadis itu sambil memegangi pundak nya yg masih mengeluarkan darah.
" O,..sebaik nya luka itu harus segera di obati, kau tunggu disini, aku akan mencari obat nya " kata Diwandaka.
Pemuda itu segera berlari ke arah tempat nya semula dan mengambil beberapa tumbuhan yg ada di sekitar nya lalu datang kembali lagi kepada gadis yg merupakan putri pemimpin desa Semenyih ini.
Ia pun segera mengobati luka gadis itu yg bekas terkena cakaran macan belang tersebut.
" Tahan rasa sakit nya, hanya sekejap nanti juga akan segera hilang " jelas nya kepada Dewi Mahini.
Gadis itu hanya mengangguk kan kepala nya dan wajah nya tampak meringis menahan sakit saat reramuan obat itu di balurkan oleh Diwandaka ke luka nya ini.
Memang salah satu kelebihan dari eyang Gandapuro adalah dalam hal meracik obat-obatan, ia amat terkenal pintar mengobati orang dengan ramuan nha tersebut dan hal tersebut menurun pada sang cucu Diwandaka.
Meskipun tidak memiliki kepandaian dalam hal beladiri tetapi Diwandaka dapat membuat obat-obatan seperti sang kakek.
" Terima kasih " ucap Dewi Mahini setelah Diwandaka selesai mengobati luka nya sesaat ia selesai mengikat nya menggunakan secarik kain.
" Mengapa kamu bisa berada di sini ?" tanya Diwandaka kepada Dewi Mahini.
" Ah,..entah lah, aku sedang tidak ingin berada di rumah , oh iya, apakah binatang itu memang benar-benar telah mati ?!".
Seakan ia mengalihkan pembicaraan nya, ada sesuatu yg enggan di katakan oleh gadis itu kepada sang dewa penolong nya ini.
Diwandaka pun tidak melanjutkan pertanyaan nya , ia mengatakan kepada gadis itu bahwa binatang buas yg telah menyerang nya ini sudah pun mati.
" Syukur lah " ungkap Dewi Mahini.
Kedua nya pun berbincang begitu akrab nya seakan mereka adalah teman sepermainan.
Entah mengapa di dalam hati Diwandaka tidak merasa canggung lagi saat berhadapan dengan orang lain apalagi kali ini ia itu seorang perempuan muda lagi.
" Kamu akan pergi kemana Diwandaka ?" tanya Dewi Mahini lebih lanjut.
Sambil menatap ke arah kejauhan pemuda ini pun menjawab akan pergi ke arah barat, dan seperti yg ada dalam mimpi nya , ia akan pergi menyebrang pulau ini.
" Jadi kamu akan meninggalkan desa Semenyih ini ?" tanya Dewi Mahini.
" Ya, sebab disini diri ku sudah tidak memiliki apa- apa lahi, dan aku pun tidak di senangi disini, jadi untuk apa bertahan lagi " terang Diwandaka.
Ucapan terakhir dari pemuda ini menohok hati Dewi Mahini.
Ia pun memang berperasaan demikian , seperti kebanyakan penduduk desa Semenyih yg menganggap bahwa cucu eyang Ganda puro itu adalah seorang pencuri dan suka mengambil milik orang lain tanpa permisi.
Bahkan dahulu ia pun amat membenci nya , sesaat orang tua nya yaitu Ki Buyut Wara menyebutkan bahwa cucu dari Ki Ganda Puro itu memang sudah tidak layak tinggal di desa nya ini.
Pernah suatu kali ia bertanya kepada sang ayah , mengapa bisa demikian , padahal eyang Ganda puro itu adalah orang baik, sedangkan cucu nya tidak.
" Entah lah anakku, kemungkinan nya cucu nya itu bukan keturunan nya sendiri ,"
Itu lah yg acapkali ia dengar dari orang tua nya mengenai seorang pemuda yg bernama Diwandaka itu.
Akan tetapi setelah bertemu dengan orang nya , hati nya jadi berbalik seratus delapan puluh derajat.
" Maaf kan aku , Diwandaka " ucap nya lirih.
Ia merasa telah menghakimi seseorang tanpa melihat langsung dengan apa yg telah di perbuat nya.
" Mengapa kamu meminta maaf kepada ku ?" tanya Diwandaka heran.
Pemuda ini tidak mengerti maksud ucapan dari gadis yg berada di sebelah nya.
Langsung saja Dewi Mahini menjelaskan maksud ucapan nya, bahwa ia pun telah berprasangka buruk terhadap pemuda yg baru saja menolong nya ini, seperti kebanyakan penduduk desa Semenyih.
" Ah, tidak apa-apa, aku bisa mengerti " sahut Diwandaka.
" Apakah diri mu tetap akan pergi ?" tanya Dewi Mahini lagi.
" Tentu saja Dewi, apa pun itu , aku harus melaksanakan permintaan yg telah ku terima dalam mimpi ku itu, aku memang harus pergi dari desa ini " terang Diwandaka.
Mata nya jauh menatap ke arah barat.
Hatinya telah mantap untuk meninggalkan desa nya ini demi sebuah tujuan yg belum jelas.
" Kalau kami semua di desa ini bisa menerima mu disini, apakah kamu tidak mau mengurungkan niat untuk merantau itu ?" tanya Dewi Mahini lagi.
Sambil tersenyum dan menggelengkan kepala nya, Diwandaka pun berkata,
" Kalau sekarang ini bukan masalah di terima atau tidak nya aku disini, akan tetapi ada sesuatu pesan yg tampak nya harus ku kerjakan dan itu seperti nya berasal dari orang tua ku sendiri, " kata Diwandaka menjelaskan.
Pada akhir nya Dewi Mahini tidak dapat memaksa lagi, padahal dalam hati gadis ini merasa kasihan dengan nasib yg telah di alami pemuda yg telah menolong nya ini.
Dan sebelum kedua nya berpisah, gadis itu sempat berpesan untuk berhati-hati kepada Diwandaka.
Di jawab dengan anggukan kepala pemuda ini.
Ia pun bergegas meningalkan tempat itu dan berjalan menuju arah barat.
Di arah belakang nya , Dewi Mahini menatap nya dengan wajah yg tampak agak sedih.
Ada perasaan bersalah dalam diri nya yg telah ikut-ikutan membenci sesuatu yg ia sendiri belum pernah mengenal nya.
Dari pertemuan nya yg singkat ini, ada benih-benih rasa suka di dalam hati putri pemimpin desa Semenyih tersebut.
Berbeda dengan Diwandaka, meskipun hati nya tadi sempat berdesir saat membantu gadis itu, ia tetap mantap untuk meninggalkan desa nya, Desa Semenyih.
obat yang diberikannya sangat mujarab 👍