Gadis Desa yang memiliki kakak dan adik, tetapi dia harus berjuang demi keluarganya. Ayahnya yang sudah usia di atas 50 tahun harus dia rawat dan dijaganya karena ibunya telah meninggal dunia. Adiknya harus bersekolah diluar kota sedangkan kakaknya sudah menikah dan memiliki keluarga yang sedang diuji perekonomiannya.
Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Tiba saatnya Hana harus pulang ke Kampung M untuk melakukan ritual lamaran. Hasna ikut pulang bersama Hana, dia memang libur kuliah. Hasna sudah masuk semester empat.
"Kak Hana cantik banget." ucap Husna bangga. Hasna pun mengakui jika sang kakak memang paling cantik diantara mereka bertiga. Mulai dari body, raut wajah, kulit putih, dan juga tinggi ideal.
"Adik-adik kakak juga cantik kok seperti ibu." jawab Hana sambil tersenyum bahagia, tidak lupa sebelum lamaran mereka ziarah ke makam almarhumah ibu Ramlah.
"Tentu kak, ibu memang cantik sehingga ayah jatuh cinta!" jawab Husna semangat. Dia bahagia karena akan memiliki kakak laki-laki. Husna anak yang tomboy, bahkan teman-temannya kebanyakan cowok.
"Apa itu cinta-cinta!!!! Siapa yang ajari de?" tanya Hasna dengan penuh selidik. Hasna heran, bisa-bisanya anak SMP sudah bahas Cinta segala.
"Begitu anak-anak di sekolah kak, mereka cinta-cinta an. Tapi aku gak kok." jawab Husna jujur. Dia bahagia dengan kegemarannya bermain untuk menghilangkan kejenuhannya. Dia yang paling terpukul kehilangan ibu Ramlah.
"Sstt Husna dilarang cinta-cinta an ya! Belajar yang rajin biar pintar supaya sukses. Mau jadi kebanggaan orang tua kan?" tanya Hana. Husna hanya mengangguk paham. Hasna menjadi pendengar tatkala Hana menegur Husna.
"Sudahlah kak. Husna gak mungkin begitu!" ujar Hasna membela sang adik setelah cukup lama terdiam.
"Kakak hanya mengingatkan de, kamu jangan selalu membelanya!" ujar Hana lembut. Hasna hanya mengiyakan saja daripada berimbas panjang.
Lamaran dimulai, banyak keluarga pihak Hana yang datang begitu juga dari pihak Hasyim ada lima mobil yang datang. Lamaran berlangsung khidmat!
"Semoga bahagia kak, ibu juga sudah tenang dan bahagia disana." batin Hasna mendoakan dengan tulus. Dia menatap orang yang hadir satu persatu, semua bahagia dengan acara tersebut. Dia justru teringat akan sang ibunda.
***
Flashback On
"Ibu, sebaiknya jujur pada anak-anak. Karena sakit ibu sudah parah. Semoga ibu bisa segera sembuh ya! Ibu harus semangat." jelas ayah.
"Ibu udah gak apa-apa ayah, gak usah bilang-bilang pada mereka nanti mereka akan khawatir." ucap ibu sambil tersenyum manis.
Ibu memang sudah sakit-sakit, hanya baru ketahuan saat parah (komplikasi), ibu selalu menolak jika dibawa ke Rumah Sakit. Tanpa mereka sadari Hana mendengar omongan ibu dan ayahnya karena hendak kembali ke kamar ibu untuk mengambil ponselnya yang tertinggal.
Hasna dan Husna sudah berada dalam kamarnya, mereka tidak mengetahui jika sang kakak kembali ke kamar ibunya. Tetapi Hasna memiliki firasat tidak baik tentang ibunya.
"Kenapa ibu seperti pucat ya? Apa karena ibu sakit? Ibu juga menatapku kayak lain, biasanya gak menatapku sayu." gumam Hasna menerka-nerka.
Dia tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi, saat di kampung dia sibuk bermain bersama sang adik. Selain itu dia juga sibuk belajar dan juga berkumpul dengan keluarga.
Beberapa hari kemudian, Hana berencana pamit untuk kembali ke Palopo bersama Hasna tetapi Allah berkehendak lain. Malam harinya ibu Ramlah menghembuskan nafas terakhirnya dirumahnya tepat pukul 00.00. Semua berduka!
"Ibu. Huuuaaa ibu." tangis Hana pecah. Hasna dan Husna pun menangis sesenggukan tanpa suara.
"Apa ini arti firasatku selama disini? Ibu? Kenapa secepat itu engkau tinggalkan kami?" batin Hasna sambil menangis. Air matanya terus mengalir. "Jangan kasih aku cincin ibu, jika ibu hanya ingin pamit!" imbuhnya dalam hati.
"Hana, tenanglah nak! Ibumu sudah tenang bersama Allah nak." Ujar Mak Sulis tetangga Hana yang paling baik.
"Hana, sabar ya! Kami juga sedih, kamu harus ingat masih ada ayah dan adik-adik kamu nak! Mereka butuh kamu Hana." ucap Mb Eni tetangga sebelahnya lagi. Hana mulai tenang, lalu dia bangkit.
"Aku mau lihat ibu, aku kuat kok." Hana hendak berdiri ditahan oleh ibu-ibu disana. "Hana kuat, Hana gak apa² kok tante." ujar Hana lagi.
Mereka melepaskan Hana untuk melihat jenazah ibunya untuk terakhir kalinya. Hasna lebih tenang, dia menangis tapi tidak sampai berontak. Padahal Hana terlihat kalem, tapi saat kehilangan ibu Ramlah dia paling terpukul.
"Bu, aku akan berusaha meraih cita-citaku, impianku demi ibu. Tenanglah disisi Allah bu." batin Hasna, dia berada disamping sang ibu. Dia menahan tangis sambil mengelus wajah ibu yang telah pucat. "Senyummu manis bu, Allah bersamamu." imbuhnya.
Hasna mengecup kening ibu Ramlah lalu keluar karena dia ingin menumpahkan tangis yang dia tahan. Dadanya sesak, dia masuk ke dalam kamarnya. "Ibu." gumamnya lirih.
Puas menangis, Hasna sempat tertidur. Dalam tidur Hasna bermimpi bertemu dengan sang ibu. "Ibu, aku kangen." ujar Hasna merentangkan tangannya memeluk ibunya erat.
"Iya nak. Jadilah kuat ya!!! Ibu pamit dulu." ucapnya lalu melepas pelukan Hasna dan berbalik meninggalkan Hasna sendirian.
"Bu, kok pergi. Bu... Bu... Bu..." panggilnya lagi. Dia terbangun sambil teriak. Hana mendekat ke arah sang adik.
"Hasna tenanglah. Minumlah." ujar Hana, dia datang menemui Hasna yang memimpikan sang ibu. Mereka berpelukan untuk saling menguatkan dan menenangkan. Mereka keluar untuk membacakan ayat suci al-Qur'an buat sang ibu.
Pagi hari tepat pukul 10.00 jenazah ibu Ramlah dimakamkan. Keluarga ibu Ramlah sudah datang semua termasuk kakak dan adiknya. Pemakaman dilakukan setelah dilakukan rangkaian seperti memandikan, mengkafani, men sholati, dan menguburkan.
Teman-teman Hasna dan Hana datang satu mobil bus kampus turut berbela sungkawa. "Yang sabar Hasna, semoga almarhumah diterima disisi Allah. Kamu kuat kok!" ujar Ocha.
Hasna tersenyum, dia tahu jika Ocha akan menghiburnya. Toh dia juga tidak suka menampakkan kesedihannya di depan orang banyak.
"Terima kasih Ocha, sudah datang bersama teman-teman." ujar Hasna sambil tersenyum.
"Kalau mamaku yang meninggal, mungkin aku sudah sedih, sangat sedih, dan tidak bisa tersenyum." ucapnya lirih. Dia menatap Hasna yang seolah baik-baik saja.
"Gak boleh gitu juga, karena setiap yang bernyawa pasti akan mengalami mati Cha. Kita harus terima, itu sudah ketentuan yang Kuasa." jelas Hasna bijaksana.
Flashback Off
***
Diantara Hana, Hasna dan Husna, yang paling terpukul menurut mereka pasti dirinya. Tapi yang jelas mereka terpukul, merasa kehilangan sosok yang akan selalu jadi garda terdepan buat sang anak.
Rindu, jelas! Kangen, pasti! Bagi siapa saja yang masih memiliki ibu, mama, mommy, emak, atau apalah sebutannya. Maka sayangi, turuti maunya jika itu baik. Karena ketika seorang ibu telah tiada maka terputuslah doa-doanya yang mustajab itu.
"Aku rindu padamu bu." batin Hasna. Ketika dia pulang ke kampung M, kegiatan rutinnya mengunjungi makam almarhumah sang ibu. "Aku harus sukses, supaya ibu bangga padaku." imbuhnya.
...****************...
Assalamu'alaikum wr wb. Apa kabar readers? Terima kasih yang sudah mampir, jangan lupa like komen, vote, dan subscribe. Ikuti terus cerita Hasna Ahmad yaa ☆☆☆☆☆
semangat kak hani /Determined//Determined//Determined//Determined/