NovelToon NovelToon
Star Of Death Heavenly Destroyer

Star Of Death Heavenly Destroyer

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Light Novel
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Dewa Leluhur

Update Sebulan Sekali (Opsional)
Local Galactic Group, dimensi yang menjadi ajang panggung pertarungan para dewa dalam siklus pengulangan abadi. Noah, Raja Iblis pertama harus menghadapi rivalitas abadinya, Arata, Dewa Kegilaan akan tetapi ia perlahan menemukan dirinya terjebak dalam kepingan-kepingan ingatan yang hilang bagaikan serpihan kaca. The LN dewa pembangkang yang telah terusir dari hierarki dewa. Mendapatkan kekuatan [Exchange the Dead] setelah mengalahkan dewa Absurd, memperoleh kitab ilahi Geyna sebagai sumber kekuatan utama.'Exchange the Dead' kemampuan untuk menukar eksistensi dan mencabut jiwa sesuka hati, mampu menukar kematian ribuan kali, menjadikannya praktis tak terkalahkan menguasai kitab ilahi Dathlem sebagai sumber kekuatan tambahan menciptakan makhluk-makhluk rendah dengan satu bakat sihir sebagai perpanjangan kekuasaannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewa Leluhur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Startegi Pengorbanan Dalam Mengelabui Noah

Arata memandang manekin di hadapannya—refleksi sempurna dirinya yang kini memancarkan kedamaian. Sejenak, ruangan itu hening, hanya diisi oleh cahaya keemasan fajar yang semakin terang.

"Dewi Eika," Arata akhirnya berkata, suaranya penuh ketulusan. "Saya... telah belajar banyak hal selama berada di sini. Tidak hanya tentang seni penciptaan, tapi juga tentang mengendalikan amarah dan memahami makna sejati dari kekuatan."

Eika mengangguk pelan, menunggu Arata melanjutkan kata-katanya.

"Saya rasa... sudah waktunya saya kembali, aku sekarang benar-benar siap menghadapi Noah — sejujurnya tidak secara langsung." Arata menatap ke arah jendela, ke arah mawar-mawar perak yang berkilau di taman.

"Kalau begitu," Eika mengangkat tangannya, menciptakan lingkaran sihir keperakan di udara, "izinkan aku membantumu membuka portal terakhir kali."

Portal keemasan terbentuk di hadapan mereka, memancarkan cahaya yang menyilaukan. Namun sebelum Arata melangkah masuk, Eika menahan bahunya.

"Arata," suaranya terdengar serius, "ingatlah apa yang telah kau pelajari di sini. Kekuatan sejati tidak selalu berarti—"

"—menghancurkan," Arata menyelesaikan kalimatnya dengan senyum tipis. "Saya mengerti, Dewi Eika. Terima kasih untuk segalanya."

Dengan satu anggukan terakhir, Arata melangkah memasuki portal. Namun, begitu kakinya keluar di sisi lain, dia langsung menyadari ada yang tidak beres. Udara terasa berat dan mencekam, dipenuhi oleh aura divine yang sangat kuat.

"Selamat datang kembali, Arata sang pembunuh adik Noah," sebuah suara dingin menyapanya.

Belum sempat Arata bereaksi, rantai-rantai besar mercusuar melesat dari berbagai arah, melilit tubuhnya dengan kuat sihir rantai [Eh Difto]. Di hadapannya berdiri sosok tinggi berarmor emas — Garnava raja api kematian, panglima tertinggi pasukan Noah master pembunuh.

"Bagaimana..." Arata berusaha meronta, tapi rantai-rantai itu menyerap energi spiritualnya.

Garnava tersenyum dingin. "Kau pikir Lord Noah tidak tahu tentang keberadaanmu di Fablohetra? Kami telah menunggu kepulanganmu sejak lama. Portal keluar dari dunia itu selalu muncul di tempat yang sama."

Arata mengumpat dalam hati. Tentu saja—bagaimana dia bisa begitu ceroboh? Portal transfer dari dunia Fablohetra pasti memiliki titik koordinat tetap di luar.

"Dan sekarang," Garnava mengangkat tangannya, membuat rantai-rantai itu semakin mengerat, "Lord Noah ingin berbicara langsung denganmu."

Kesadaran Arata mulai memudar akibat rantai divine yang terus menyerap energinya. Hal terakhir yang dia lihat adalah senyum kemenangan di wajah Garnava dan kilauan portal emas yang membawanya menuju istana Noah.

Di istana Noah, Garnava menyeret "Arata" yang tak sadarkan diri ke hadapan singgasana perak yang megah. Di sana, Noah duduk dengan angkuh, matanya berkilat tajam menatap sosok yang terborgol rantai divine.

"Bangunkan dia," perintah Noah dingin.

satu pengikut pasukan Garvana mengeluarkan sihir kejut, membuat "Arata" tersentak membuka mata. Namun ada yang aneh—tak ada perlawanan, tak ada amarah yang biasanya berkobar di mata sang pembunuh dewa.

Sementara itu, di dunia Fablohetra...

Arata yang asli masih berdiri di samping portal yang baru saja menutup, seringai tipis tersungging di bibirnya. "Sepertinya dugaan kita benar, Dewi Eika."

Eika mengangguk, senyum penuh arti menghiasi wajahnya. "Ya, Noah memang selalu mengawasi portal keluar Fablohetra, tidak— tapi keseluruh portal. Tapi..." ia melirik ke arah manekin yang kini kosong di sudut ruangan, "dia tidak pernah menyangka akan menghadapi tipu daya seperti ini."

"[D'leaks] yang Anda berikan pada manekin itu tidak hanya memberikan kehidupan, tapi juga menyimpan sebagian energi spiritualku," Arata menjelaskan, "cukup untuk membuat mereka percaya bahwa itu adalah aku yang asli."

Revalon yang baru saja memasuki ruangan tertawa kecil. "Siapa sangka sang pembunuh dewa bisa menjadi begitu licik? Kurasa ajaranku tentang strategi tidak sia-sia."

"Ini bukan kelicikan," Arata menggeleng pelan, "ini adalah pemahaman baru tentang kekuatan. Seperti yang Dewi Eika ajarkan—tidak semua pertempuran harus dimenangkan dengan kehancuran."

Kembali ke istana Noah...

Noah bangkit dari singgasananya, mendekati "Arata" yang masih terdiam. Namun begitu tangannya menyentuh wajah tawanannya, matanya melebar dalam keterkejutan.

"Ini..." suaranya bergetar dalam amarah, mata Noah berkobar kemerahan api abadi.

Tepat saat itu, tubuh "Arata" mulai retak, menampakkan tekstur kayu dan porselen di balik kulit yang sempurna. Sebelum siapapun sempat bereaksi, manekin itu hancur berkeping-keping, menyisakan serpihan kayu yang berkilau oleh sisa-sisa sihir D'leaks.

"CARI DIA!" Noah menggelegar, "ARATA TIDAK MUNGKIN JAUH!"

Tapi di dunia Fablohetra, Arata, Eika, dan Revalon hanya tersenyum mendengar gemuruh amarah yang sayup-sayup terdengar dari dunia luar.

"Jadi," Revalon menyeringai, "apa langkah selanjutnya?"

"Kita punya keuntungan sekarang," Arata menatap ke arah mawar-mawar perak yang berkilau semakin terang, "Noah mengira aku sudah keluar dari Fablohetra. Dia tidak akan mencari ke sini lagi."

"Dan itu memberimu waktu yang cukup untuk mempersiapkan rencana selanjutnya," Eika menambahkan, "rencana yang tidak melibatkan pertumpahan darah."

Arata mengangguk. Di tangannya, sebuah sketsa mulai terbentuk—sketsa yang akan menjadi kunci kemenangannya melawan Noah. Kali ini, bukan dengan pedang Agroneme, tapi dengan kebijaksanaan yang telah ia pelajari di dunia Fablohetra.

Langit Fablohetra yang selalu tenang tiba-tiba bergemuruh. Arata, Eika, dan Revalon yang sedang membahas rencana mereka mendongak ketika cahaya keemasan yang biasanya menyelimuti dunia itu mulai meredup.

"Tidak mungkin..." bisik Eika, wajahnya memucat. "Ini..."

Suara retakan membelah udara, memekakkan telinga. Di atas sana, langit Fablohetra—yang selama ini tak pernah tersentuh—mulai menampakkan guratan-guratan hitam, seolah ada yang mencoba membelahnya dari luar.

KRAKK!

Sebuah mata pedang raksasa berwarna hitam keunguan menembus langit, menciptakan retakan yang semakin lebar. Venuszirad—pedang kehancuran, pedang kuno yang terbuat dari esensi divine Dewi Kehancuran Alnaturyu.

"Noah..." geram Arata, tangannya mengepal. "Tidak disangka dia berbuat sejauh ini untuk mencari aku!"

Revalon menghunus pedangnya. "Ini gila! Memaksa masuk ke dimensi suci seperti ini bisa menghancurkan keseimbangan Fablohetra!"

Retakan di langit semakin melebar, membentuk lubang hitam menganga. Dari dalamnya, sosok Noah muncul—bukan lagi dengan arogansi tenang yang biasa ia tunjukkan, tapi dengan murka yang membuat seluruh Fablohetra bergetar.

"ARATA!" suara Noah menggelegar, membuat mawar-mawar perak di taman bergetar dan berjatuhan. "Kau pikir bisa mempermainkanku dengan trik murahan seperti itu?"

Tanah bergetar hebat ketika Noah mengayunkan Venuszirad. Gelombang energi hitam menyapu area itu, membuat pepohonan tumbang dan bebungaan hancur penduduk manekin ikut tersapu dan hancur. Kastil Eika mulai terangkat dari fondasinya, bebatuan dan pilar-pilarnya melayang di udara seolah gravitasi tak lagi berlaku.

"Hentikan, Noah!" teriak Eika, mencoba menahan kastilnya dengan sihir. "Kau tidak tahu apa yang kau lakukan! Fablohetra adalah pusat keseimbangan! Jika kau—"

"Diam!" Noah mengayunkan tangannya, menciptakan gelombang energi yang membuat Eika terpental di dalam kastil. "Kalian semua sudah mengkhianatiku! Melindungi pembunuh adikku... memberikan tempat berlindung pada sampah seperti dia!"

Arata melompat menangkap tubuh Eika sebelum membentur dinding. Sementara Revalon mencoba menstabilkan kastil yang masih melayang dengan sihirnya.

"Noah," Arata berkata tenang, meski matanya menyiratkan kesedihan. "Apa kau tidak lelah? Dengan semua dendam dan kehancuran ini?"

"DIAM!" Noah mengayunkan Venuszirad lagi, kali ini membuat seluruh kastil Eika terangkat sepenuhnya ke udara. "Kau tidak punya hak bicara tentang lelah! Tidak setelah apa yang kau lakukan pada adikku!"

Langit Fablohetra kini sepenuhnya hitam, dipenuhi awan gelap yang berputar-putar dengan Noah sebagai pusatnya. Kastil melayang semakin tinggi, sementara energi destruktif Venuszirad mulai memecah realitas di sekitar mereka.

"Jika kalian melindunginya," Noah mengarahkan pedangnya ke arah kastil yang melayang, "maka kalian akan hancur bersamanya!"

Arata memandang sekelilingnya—dunia indah yang telah mengajarinya begitu banyak, kini di ambang kehancuran. Eika yang terluka, Revalon yang kehabisan tenaga mempertahankan kastil, dan Noah... Noah yang termakan dendamnya sendiri.

Di tangannya, sketsa yang baru saja ia buat terbakar oleh energi destruktif Noah. Namun Arata tersenyum tipis. Mungkin inilah saatnya membuktikan bahwa ia benar-benar telah berubah—bahwa ada cara lain untuk mengakhiri lingkaran dendam ini.

"Noah," Arata melangkah maju, menghadap sang dewa yang dikuasai amarah, "mari kita akhiri ini. Bukan dengan pedang atau kehancuran... tapi dengan kebenaran yang selama ini kau tolak untuk dengar."

"Oh, berani sekali kau Arata dimana kau dapatkan sikap itu? Dan mana, sikap yang selalu menganggap aku rival sejati — kau tahu perbedaan kita sekarang? Kau hanyalah dewa pengecut Arata."

Noah mengayunkan Venuszirad sekali lagi, menciptakan portal hitam yang menyedot mereka semua. Dalam sekejap mata, pemandangan Fablohetra yang hancur berganti menjadi interior Kastil Sea Abyss yang megah namun mencekam. Arata, Eika, dan Revalon terikat dengan rantai divine di hadapan singgasana Noah.

Kastil Sea Abyss, berbeda dengan Fablohetra, diselimuti kegelapan abadi. Air laut hitam keperakan mengelilingi kastil, menciptakan pemandangan yang misterius sekaligus mengintimidasi. Pilar-pilar obsidian menjulang tinggi, dihiasi ukiran-ukiran kuno yang menceritakan sejarah para dewa.

Noah duduk dengan angkuh di singgasananya, Venuszirad bersandar di sisi kanan. Matanya yang merah menyala menatap tajam ketiga tawanannya.

"Lihat dirimu sekarang, Arata," Noah mendengus. "Dimana sikap aroganmu yang dulu? Yang selalu menganggap dirimu setara denganku?"

Arata mengangkat wajahnya, menatap Noah tanpa rasa takut. "Aku tidak pernah menganggap diriku setara denganmu, Noah. Kau selalu lebih kuat, lebih bijaksana... setidaknya dulu."

"Dulu?" Noah tertawa dingin. "Sebelum kau membunuh adikku maksudmu?"

"Noah," Eika angkat bicara meski rantai divine membuat suaranya lemah. "Ada yang harus kau ketahui tentang hari itu..."

"DIAM!" Noah bangkit, energi divine-nya membuat seluruh kastil bergetar. "Kalian pikir aku akan mendengar kebohongan kalian? Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri! Arata... pedangnya... darah adikku..."

Noah mengepalkan tangannya hingga kuku-kuku jarinya memutih, matanya berkilat berbahaya. "Kau masih berpura-pura bodoh, Arata? Setelah semua yang kau lakukan pada Exiriazurna Lera? Adikku!"

Keheningan mencekam memenuhi ruangan. Tetesan air dari stalaktit obsidian terdengar bagai dentuman di telinga mereka.

"Aku..." Arata memulai dengan hati-hati, matanya menghindari tatapan Noah.

"LIHAT AKU SAAT AKU BICARA!" Noah menghentak, energi divine-nya membuat rantai yang mengikat Arata berpendar merah. "Ceritakan padaku, Arata... ceritakan bagaimana kau merencanakan pembunuhan adikku. Bagaimana kau melarikan diri seperti pengecut setelahnya!"

Arata mengangkat wajahnya perlahan, ekspresinya bingung. "Aku... tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Noah."

"Oh?" Noah turun dari singgasananya, melangkah mendekati Arata. Setiap langkahnya menggema di lantai obsidian. "Masih mau berpura-pura? Baiklah... biar kuingatkan. Malam festival divine di Fablohetra, saat bulan merah menggantung rendah..."

Revalon berusaha menyela, "Noah, dengarkan dulu—"

"KUBILANG DIAM!" Noah menjentikkan jarinya, membuat rantai divine yang mengikat ketiga tawanan mengencang.

"BERHENTI BERPURA-PURA!" Noah mencengkeram leher Arata, memaksanya mendongak. "Aku melihatmu! Pedangmu yang menghunus tubuh Lera! Saat aku selesai menyegel Dewi Kehancuran. Dan kau datang menusuk adikku dengan Agroneme, mengincar inti jiwa Dewata Lera. Kau yang melarikan diri seperti pengecut!"

Noah terdiam sejenak, genggamannya pada leher Arata mengendur. Dia kembali duduk menyilangkan kaki penuh angkuh.

Arata tertawa pelan, suaranya serak dan getir. Tawa yang membuat Eika dan Revalon menoleh dengan tatapan tidak percaya.

"Akhirnya..." Arata mengangkat wajahnya, matanya kini berkilat dengan emosi yang selama ini tersembunyi. "Akhirnya aku bisa mengatakannya."

Noah menyipitkan mata, tubuhnya menyandar singgasana, penuh ketenangan layaknya seorang raja. "Apa maksudmu?"

"Ya, Noah. Aku membunuh Lera." Arata mengucapkannya dengan nada datar, tapi ada kepahitan yang dalam di setiap katanya. "Aku membunuhnya dengan Agroneme. Aku mengincar inti jiwanya. Dan aku tidak menyesalinya."

"Arata!" Eika berseru kaget. "Apa yang kau—"

"DIAM!" Arata membentak, membuat Eika tersentak. "Biarkan aku menyelesaikan ini." Dia kembali menatap Noah. "Kau tahu kenapa aku membunuhnya, Noah? Karena tidak adil. TIDAK ADIL!"

"Oh!" Noah tetap diam.

"Kau dengan Gehdonov-mu," Arata melanjutkan, suaranya meninggi. "Pedang legendaris yang bisa mengubah dan menciptakan ulang sejarah sesuka hatimu. Kau bisa mengulang waktu, mengubah takdir, menciptakan realitas baru... sementara aku? aku harus berjuang dengan keringat dan darah untuk setiap pencapaian kami!"

"Kau Noah sungguh diberkahi... Mendapatkan segalanya dengan mudah kau hanya perlu menulis sesuatu yang ingin kau miliki — kekuatan, harta, kekuasaan, kekayaan, Sejarah, takdir, bahkan eksistensi itu sendiri! Tulis saja semua mimpimu menggunakan pedang Gehdonov. Sementara aku harus berlatih bertahun-tahun untuk mencapai level yang sama, sejarah telah berubah dengan system yang baru karena kau Noah," Matanya penuh api Arata mengungkapkan kecemburuan nya selama ini "Pedang Agroneme milikku sekarang, bukanlah pedang pembunuh 1000 dewa perang yang dulu tapi pedang pembunuh 100 dewa perang, tidak lebih baik dari itu."

Noah tertawa, tawa yang dingin dan menusuk. "Tidak ada yang aku rubah terkecuali semua telah bertentangan— Di sejarah masa lalu kau begitu kuat Arata dan sangat ambisius keinginan untuk menguasai Dimensi utama Holy Arzhanzou, dan sekarang ataupun masalalu aku tidak mengambil apapun darimu Arata kau masih sama, sama kuat."

Mata Arata melebar, kesadaran menghantamnya seperti ombak. "Kau... Melakukan semua itu untuk apa?"

"Untuk melindungi Esensial para Dewa. Tidak bosankah kau Arata selama 1000 abad Pertikaian para dewa utama di langit menghancurkan banyak sekali struktur realitas banyak terbunuh karena pertikaian kita berdua," kata Noah menoleh kearah jendela rasa pahit nya tidak bisa ia sembunyikan "Banyak Dewa utama dan Dewa Minor terlibat dalam pertikaian."

Noah tetap tenang duduk dalam singgasana agung silver kastil yang menghadap ke lautan hitam keperakan. "Di masa lalu, ambisi mu untuk menguasai Holy Arzhanzou membuat kita kehilangan banyak sekali hal penting, kita membantai ribuan jiwa demi menciptakan kehidupan pribadi."

"Bohong..." Arata menggelengkan kepala, namun keraguan mulai menggerogoti suaranya. "Kau berbohong serahkan Gehdonov untukku!"

"Gehdonov bukan hadiah, Arata, aku tidak memiliki nya lagi Gehdonov tercipta dari ribuan pertempuran. Ini adalah kutukan. Setiap perubahan yang kubuat membawa konsekuensi. Setiap goresan takdir baru membawa beban yang harus kutanggung. Dan kau tahu apa yang paling menyakitkan?"

Arata tertawa pahit, suaranya bergema di ruangan obsidian itu. "Kau pikir aku akan percaya dongeng heroikmu itu? Bahwa kau mengorbankan segalanya demi kebaikan?" Dia mengangkat kepalanya tinggi, matanya berkilat penuh determinasi. "Kau hanya takut, Noah. Takut pada kekuatanku yang sesungguhnya."

"Kau masih belum mengerti," Noah menghela napas berat. "Setelah semua ini..."

"Yang kumengerti adalah kau telah mengubah takdirku sesukamu!" Arata memberontak dalam rantainya. "Kau mengambil masa laluku, mengubah siapa aku sebenarnya. Dan sekarang kau berpura-pura menjadi penyelamat?"

Noah menatap mantan sahabatnya itu dengan pandangan yang sulit diartikan. "Arata..."

"CUKUP!" Arata berteriak, energi divine-nya mulai berkobar meski tertekan oleh rantai. "Aku tidak peduli apa yang terjadi di masa lalu yang kau ubah itu. Yang kutahu adalah kau telah mengkhianatiku sebagai rival sejati, mengubah takdirku tanpa seizinku. Dan untuk itu..." matanya berkilat berbahaya, "...aku akan menjadi musuh abadimu."

"Begitukah pilihanmu?" Noah bangkit perlahan, Venuszirad bergetar di sampingnya merasakan tensi yang meningkat.

"Ya," Arata menjawab tegas. "Lebih baik aku menjadi musuhmu selamanya daripada hidup dalam kebohongan yang kau ciptakan."

Noah mengangkat tangannya. "Kalau begitu, terima konsekuensinya."

*CTIK*

Suara jentikan jari Noah membelah keheningan. Seketika, gelombang energi divine menyebar ke seluruh ruangan, menghantam Arata dengan kekuatan penuh. Rantai divine yang mengikatnya berpendar merah menyala, menyalurkan energi destruktif langsung ke essence dewatanya.

Arata mengerang, merasakan essensinya terkoyak. Rasa sakit yang tak terbayangkan menjalar ke seluruh eksistensinya. Namun, alih-alih menyerah, bibirnya justru membentuk seringai.

"Hanya segini?" dia mendongak, menatap Noah dengan pandangan menantang meski keringat membasahi wajahnya. "Kau pikir rasa sakit ini bisa menghentikanku?"

Eika dan Revalon menatap horror ketika Arata mulai bangkit perlahan, menentang kekuatan divine yang mencoba menghancurkan essensinya.

"Impossible..." Noah bergumam, matanya melebar sedikit.

"Kau lupa satu hal, Noah," Arata berdiri tegak meski rantai divine masih mengikatnya, tubuhnya bergetar menahan sakit tapi matanya memancarkan tekad membara. "Aku mungkin bukan lagi dewa perang yang mampu membunuh 1000 dewa... tapi aku masih Arata. Dan Arata yang kau kenal..." dia mengangkat kepalanya tinggi, "...tidak pernah tunduk pada siapapun!"

Noah menatap mantan sahabatnya sekaligus rival terbaik setidaknya dulu. Di balik ekspresi dinginnya, ada secercah kesedihan yang tak terkatakan. Dia telah kehilangan sahabatnya, sekali lagi, oleh pilihan mereka sendiri.

"Kalau begitu," Noah mengangkat Venuszirad, "mari kita mulai babak baru dari permusuhan abadi kita."

Langit-langit Kastil Sea Abyss bergetar, air laut hitam keperakan di luar bergolak liar, seolah alam sendiri merespons pernyataan perang antara dua dewa yang dulunya bersahabat.

"Lepaskan mereka, Noah," Arata mengedikkan kepala ke arah Eika dan Revalon yang masih terikat. "Ini urusan kita berdua."

Noah mendengus. "Kau tidak dalam posisi untuk membuat tuntutan." Dia mengayunkan Venuszirad, menciptakan gelombang energi divine yang membuat udara bergetar. "Tapi baiklah... biar kutunjukkan bahwa aku masih memiliki kehormatan."

Dengan satu jentikan jari, rantai yang mengikat Eika dan Revalon lenyap. Keduanya terhuyung, masih lemah akibat pengaruh rantai divine.

"Pergi," perintah Noah tanpa menoleh. "Ini memang urusan kami berdua."

"Tidak!" Eika berseru, berusaha berdiri. "Arata, kau tidak bisa—"

"PERGI!" kali ini Arata yang berteriak, matanya masih terkunci pada Noah. "Ini pertarunganku. Keputusanku."

Revalon menarik lengan Eika perlahan. "Kita harus pergi. Ini memang jalan yang mereka pilih."

Air mata mengalir di pipi Eika saat Revalon menariknya menjauh. Sebelum menghilang di balik portal yang Noah ciptakan, dia berbisik lirih, "Kembalilah hidup-hidup, Arata..." kini Eika melupakan rasa cinta pada Noah yang tampak itu berpindah perhatian.

Setelah keduanya pergi, Noah melepaskan rantai divine yang mengikat Arata. Energi berkumpul di sekeliling mereka, menciptakan barrier yang memisahkan ruang pertarungan dari dunia luar.

"Tanpa Agroneme," Noah berkata datar, "kau bukan tandinganku."

Arata meregangkan tubuhnya, energi divine miliknya mulai berkobar bebas. "Kita lihat saja."

Dalam sekejap mata, keduanya bergerak. Noah melesat dengan Venuszirad terayun, menciptakan tebasan energi divine yang membelah udara. Arata berguling ke samping, tangannya bergerak cepat membentuk segel-segel kuno.

"[Zeugrejas]!" Ribuan batu besar terbakar kehitaman muncul di sekeliling Arata, melesat ke arah Noah seperti hujan meteor. Noah melompati mengayunkan — menusuk meteor menggunakan Venuszirad dalam gerakan melingkar, menciptakan ledakan energi yang menghancurkan semua meteor.

"Masih menggunakan trik lama?" Noah mendengus. "Kau memang tidak berubah."

"Justru karena aku tidak berubah," Arata menyeringai, tangannya masih membentuk segel, "aku masih bisa melakukan ini [Agil]!" teriakan Arata bergema di dalam barrier kastil. Dari kedua tangannya, muncul pusaran kecil darah yang berputar dengan kecepatan pengendali. Dinding-dinding barrier bergetar menghadapi tekanan pusaran darah yang luar biasa.

Noah menyipitkan mata saat melihat volume yang terus bertambah, memenuhi setiap sudut ruangan barrier dengan kecepatan mencengangkan. Sebagian lantai marmer yang mereka pijak mulai retak akibat tekanan pusaran darah yang luar biasa. Pilar-pilar

obsidian bergetar, menimbulkan suara gemuruh yang menggetarkan jiwa.

"Sihir mutlak pusaran darah!" Arata tersenyum tipis, matanya berkilat penuh keyakinan. "Bahkan dalam ruang tertutup seperti ini, kekuatannya tidak berkurang sedikitpun!"

Arus yang tercipta begitu kuat, menciptakan pusaran-pusaran mematikan di berbagai titik. Namun anehnya, Noah tetap berdiri tegak, seolah tidak terpengaruh oleh tekanan yang mampu meracuni tubuh para Dewa saat tidak sengaja menelan dan bernapas di dalamnya.

"Mengesankan," Noah mengangguk pelan, Venuszirad masih tergenggam erat di tangannya. "Tapi kau lupa satu hal penting, Arata." Dia mengangkat pedang divinenya, membuat pusaran di sekitarnya berpendar menciptakan pemisah antara dirinya. "Darah dan air adalah domain para Dewa sejak awal penciptaan. Ini tidak cukup melukai aku karena aku pemegang kehancuran."

Mata Arata melebar saat menyadari kesalahannya. Terlambat – Noah sudah mengayunkan Venuszirad dalam gerakan melingkar sempurna. Pusaran yang memenuhi ruangan mulai berpendar, sebelum perlahan berhenti bergerak. Dalam sekejap, seluruh pusaran membeku, menciptakan pemandangan seperti kristal raksasa yang memenuhi barrier.

"Tidak mungkin..." Arata berbisik, menatap tak percaya pada yang kini sepenuhnya berada dalam kendali Noah. "Bagaimana bisa..."

"Sudah kubilang," Noah melangkah maju, setiap langkahnya membuat es di bawah kakinya berderak. "Kau bukan tandinganku tanpa Agroneme setidaknya kau lebih unggul karena ilmu pedang dari dewa-dewa perang yang kau bunuh dengan cara kotor. Sekarang, biar kutunjukkan padamu..." Dia mengangkat Venuszirad tinggi-tinggi. "...bagaimana rasanya diserang oleh sihirmu sendiri."

Es darah mulai retak di sekeliling mereka, menciptakan suara memekakkan telinga. Arata hanya bisa menelan ludah, menyadari bahwa pertarungan ini masih jauh dari selesai – dan dia berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan.

Serpihan es darah kemerahan berderak di sekeliling mereka, melayang dengan gerakan tak wajar sebelum melesat bagai ribuan jarum ke arah Arata. Dengan gerakan refleks hasil latihan bertahun-tahun, Arata menciptakan penghalang energi [Initroa], namun serangan Noah terlalu kuat. Beberapa serpihan es menembus pertahanannya, menciptakan luka-luka kecil di tubuhnya.

"Mengecewakan," Noah menggelengkan kepala. Dalam sekejap, dia sudah berada di belakang Arata. "Kupikir kau akan memberikan pertarungan yang lebih menarik."

Arata berbalik, berusaha melancarkan pukulan yang diperkuat energi divine, namun Noah menangkap kepalan tangannya dengan mudah. Cengkeraman Noah begitu kuat hingga Arata bisa mendengar tulang-tulangnya berderak.

"Kau tahu," Noah berbicara dengan nada santai, seolah mereka sedang berdiskusi di atas meja makan, "dulu aku sangat menghormatimu. Kekuatanmu, tekadmu... tapi sekarang?" Dia mendorong Arata ke belakang dengan satu sentakan. "Kau hanya bayangan dari sosok yang kukenal."

"Diam!" Arata melesat maju, melancarkan kombinasi pukulan dan tendangan. Namun setiap serangannya ditangkis dengan mudah oleh Noah menggunakan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memegang Venuszirad dengan santai.

"Sudah cukup main-mainnya." Noah menangkap tendangan Arata, sebelum mencengkeram lehernya dengan kuat. Arata meronta, berusaha melepaskan diri, namun cengkeraman Noah seperti besi yang dipanaskan – panas dan tak tergoyahkan.

Dengan satu gerakan mulus, Noah menarik Arata ke atas, sebelum menghempaskan barrier yang mengelilingi mereka. Udara dingin kastil menerpa wajah Arata saat Noah membawanya keluar, masih dengan mencengkeram lehernya.

"Dengar baik-baik," Noah berbicara pelan, matanya menatap tajam ke dalam mata Arata. "Aku bisa saja membunuhmu sekarang. Tapi itu akan jadi pemborosan yang sia-sia."

"A-apa maksudmu?" Arata berkata terbata, masih berusaha melepaskan cengkeraman di lehernya.

"Kau masih berguna bagiku," Noah melonggarkan sedikit cengkeramannya, membiarkan Arata bisa berbicara lebih jelas. "Kau memilih jalan untuk mengancam dunia atas dan dunia bawah, akan aku kabulkan keinginan mu."

Mata Arata melebar mendengar perkataan Noah. "Mustahil... Otakmu sudah tidak masuk akal!"

"Peperangan antara semua para Dewa, ya awalnya kita yang memulai setelahnya para dewa lain juga akan ikut untuk hak mereka." Noah menurunkan Arata, melepaskan cengkeramannya. "Dan untuk menghadapi kekuatanku kau tidak bisa mengandalkan dirimu yang sekarang, bentuklah — kau membutuhkan aliansi. Bahkan dengan orang yang memiliki dendam padamu."

Arata mengusap lehernya yang masih terasa panas. "Kau... sangat sombong Noah!"

"Aku percaya pada diriku," Noah tersenyum tipis, namun senyuman itu tidak mencapai matanya.

"Aku menuruti keinginanmu untuk menjadi musuhku, bukan menawarkan kesempatan untuk menebus dosamu. Dan mungkin..." dia melirik ke arah portal dimana Eika menghilang sebelumnya, "...kesempatan untuk melindungi mereka yang kau sayangi."

Angin dingin berhembus di antara mereka, membawa aroma es yang mulai mencair di dalam kastil. Arata menatap Noah, mencari tanda kebohongan di matanya, namun yang dia temukan hanyalah senyuman percaya diri yang dalam.

1
IamEsthe
Maaf. aku enggak paham alur ceritanya sama sekali, atau emang genre nya di luar biasa aku kuasai/mengerti.
IamEsthe
bla bla bla terpana akan kecantikan rupaku (wujudku) sendiri.
Legenda: jatuh cinta saat memandang rupa malaikat
total 1 replies
IamEsthe
ribet kalimatnya, susah dimengerti.


apa maksudnya begini,

Mengapa Dia hanya memikirkan hiburan untuk dirinya hingga membuat kita mati mempertahankan sebuah 'nyawa'.
Legenda: iya mungkin. Membangkang banget sama Tuhan/author dia punya kemauan sendiri ga dikendalikan sama The Creator
IamEsthe: Dewa Azura, kisah dewa Azura.
total 5 replies
IamEsthe
Untuk siapa aku diciptakan, Tuhan? Di ambang kekalahan kenapa aku masih mempersalahkan persoalan konyol ini.


mungkin bagus jika kalimatnya begitu. coba dipertimbangkan.
IamEsthe
alangkah baiknya mendeskripsikan kondisi tubuh pake makna kias. mungkin bagus
IamEsthe: dicoba dikit2 gitu, kias2an.
Legenda: aku kurang soal kias makna.
total 2 replies
IamEsthe
dibuang, bukan di buang
IamEsthe
jangan angka 1 ribu, tp satu ribu. ini ada aturannya, aku lupa yg mana penjelasannya
IamEsthe
narasi ini kayaknya jangan dalam satu kalimat panjang begini. kembangkan lagi beberapa kalimat biar penjelasannya tidak rumit dan berbelit
IamEsthe
typo dialog
Protocetus
okiro
Legenda: hah! lawak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!