Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa kehilangan
Kalila memutuskan untuk kembali ke dalam kamarnya. Tak lupa, dia mengunci pintu rapat-rapat kemudian bergerak meraih ponsel yang tersimpan didalam tas.
"Halo, Pak Darmawan!" sapa Kalila saat panggilan terhubung kepada seseorang.
"Halo, Mbak Kalila! Ada apa? Kok, tumben sekali Mbak Kalila menelfon saya?"
"Nggak apa-apa, Pak. Saya hanya mau bilang sesuatu sama Bapak."
"Apa itu, Mbak?"
"Mulai sekarang, Pak Darmawan tidak perlu lagi menjadi pelanggan tetap di toko meubel milik suami saya."
"Loh, kenapa, Mbak? Apa karena komplain saya ke Mbak Kalila sebulan yang lalu? Kalau soal itu, Mbak tidak perlu khawatir. Saya bisa memaklumi meski pengiriman barang seringkali telat bahkan sampai benar-benar molor. Yang penting, barangnya tetap sampai."
"Bukan soal itu, Pak," geleng Kalila. "Mungkin, tidak lama lagi saya akan bercerai dengan Mas Firman. Jadi, kemungkinan besar jika masalah seperti bulan lalu terjadi lagi, saya tidak akan bisa menjaminkan apa-apa lagi terhadap Bapak. Saya sudah lepas tangan soal toko itu, Pak."
Hening sejenak diseberang sana. Sepertinya, pria paruh baya itu agak syok mendengar perkataan Kalila.
"Jadi, mata Mbak Kalila sekarang sudah mulai terbuka? Mbak Kalila sudah tahu bahwa Pak Firman tidaklah sebaik yang selama ini Mbak Kalila pikirkan?"
Kalila hanya mampu tersenyum miris. Ya, sedari dulu, banyak orang yang sudah melaporkan soal Firman yang genit dan suka bermesraan dengan beberapa wanita di toko miliknya.
Namun, Kalila menganggap semua itu hanya sekadar angin lalu. Ia tetap mempercayai Firman meski omongan negatif soal sang suami tak hanya keluar dari satu mulut saja.
"Begitulah, Pak," jawab Kalila pada akhirnya. "Saya minta maaf kalau selama ini saya sudah mengabaikan laporan dari Pak Darmawan."
"Tidak apa-apa, Mbak. Yang penting, sekarang mata Mbak Kalila sudah terbuka. Pasti, Mas Kalandra akan sangat senang jika mendengar kabar baik ini."
Kabar baik? Baru kali ini, Kalila mendengar seseorang mengatakan bahwa perceraian adalah sebuah kabar baik.
Tapi, jika dipikir-pikir, hal itu memang tidaklah salah. Bisa lepas dari lelaki seperti Firman, bukankah memang sebuah kabar baik?
"Tahan sedikit lagi, Mas! Ini baru permulaan!" lirih Kalila sambil menatap sinis ke arah foto pengantinnya bersama Firman.
*
"Mas, kamu aja yang suntik Ibu!" pinta Lia sembari memberikan jarum suntik yang ia pegang kepada Firman.
"Mas dari kecil, trauma sama jarum suntik, Lia. Jadi, mana bisa Mas melakukannya."
"Aku juga, Mas," timpal Lia. "Aku juga takut banget sama jarum suntik," lanjutnya sambil bergidik ngeri.
"Sini, jarum suntiknya! Biar Ibu pakai sendiri saja!" pinta Bu Midah.
"Memangnya, Ibu bisa?" tanya Firman memastikan.
"Ibu harus coba. Daripada Ibu mati karena kelamaan nungguin kalian," jawab Bu Midah ketus.
Firman pun menyerahkan jarum suntik itu kepada sang Ibu. Dengan tubuh yang semakin melemas, Bu Midah lekas mengambil botol insulinnya kemudian memakai jarum suntik untuk memindahkan isinya.
Setelah itu, disuntikkan nya cairan insulin itu ke tubuhnya sendiri. Meski sama takutnya dengan Firman maupun Lia, namun dia harus menahan semuanya. Tak ada yang bisa ia harapkan selain dirinya sendiri untuk saat ini.
"Besok, kamu harus baik-baikin Kalila, Firman! Kalau perlu, kamu harus jaga jarak dulu dari Lia."
"Loh, nggak bisa gitu dong, Bu! Masa' Mas Firman disuruh jaga jarak dari aku, sih?" protes Lia tak terima.
Buk!
Bu Midah melemparkan bantal hingga mengenai wajah sang menantu baru.
"Ini semua juga gara-gara kamu, tahu! Seandainya, kemarin kamu tidak mengundang Firman ke rumah kamu, mungkin sampai saat ini, Kalila masih belum mengetahui soal hubungan kalian. Dan, secara otomatis, Kalila masih menjadi menantu penurut yang bersedia merawat dan juga memperhatikan kesehatan Ibu."
Bibir Lia tampak mencebik. Dia kesal karena disalahkan seorang diri.
"Aku capek, Mas. Mau istirahat," pamit Lia beralasan.
"Mas ikut," ucap Firman seraya mengekor dibelakang sang istri.
*
"Kalila, tunggu!" teriak Firman pagi ini saat melihat Kalila sudah tampak rapi dan cantik dengan rok span berwarna hijau emerald yang dipadukan dengan blouse lengan panjang berwarna putih.
"Ada apa?"
"Mau kemana, kamu?" tanya Firman heran.
"Kerja."
"Kerja? Kerja dimana?"
"Di kantor lama aku," jawab Kalila tanpa berminat menatap wajah pria itu.
"Kamu kerja lagi? Kenapa nggak bilang-bilang sama Mas?"
"Ngapain juga aku bilang? Bukan urusan Mas Firman juga, kan?"
"Mas belum kasih kamu izin, Kalila!"
"Tanpa izin dari Mas Firman pun, aku akan tetap bekerja. Aku capek jadi babu gratisan kamu, Mas! Jadi, mending aku kerja sama orang lain aja asalkan dapat gaji, daripada aku harus kerja sama kamu tapi cuma dapat makian dan nasi basi setiap hari."
Jleb!
Lagi-lagi kata-kata Kalila sukses menyayat hati Firman. Apakah Kalila sebenci itu atas perlakuan Firman yang dahulu?
"Lila, Mas minta maaf untuk semuanya, Sayang!" ucap Firman sambil menyusul langkah Kalila. "Mas menyesal. Apa tidak bisa, kita memulai semuanya dari awal?"
"Terlambat," sahut Kalila tanpa menoleh.
Wanita itu segera naik ke taksi online yang sudah menunggunya didepan gerbang. Sementara, Firman hanya mampu menatap lesu tanpa bisa mencegah kepergian Kalila lagi.
"Kamu semakin terasa jauh, Kalila!" lirih Firman yang kini baru merasakan kehilangan saat Kalila mulai menunjukkan kebencian.
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana