Kepergian Nayla menjelang pernikahannya, membuat semua orang bersedih, termasuk Laura sang kakak.
Ketika takdir membalikan kehidupan dan menulis cerita baru, Laura harus menerima kenyataan bahwa ia harus menjadi pengantin pengganti sang adik, Nayla. Untuk menikah dengan calon suaminya bernama Adam.
Namun, ketika akad nikah akan berlangsung, sang ayah justru menolak menjadi wali nikahnya Laura. Laura ternyata adalah anak haram antara ibunya dengan laki-laki lain.
Pernikahan yang hampir terjadi itu akhirnya dibatalkan. Fakta yang baru saja diterima lagi-lagi menghantam hati Laura yang masih di rundung kesedihan. Laura lalu meminta pada Adam untuk menunda pernikahan hingga dia bertemu dengan ayah kandungnya.
Bagaimana perjalanan Laura mencari ayah kandungnya? Apakah dia akan bertemu dengan ayah biologisnya itu? Dan bagaimana kisah cintanya dengan Adam? Baca kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Lima
Sudah dua hari sejak kepergian Nayla. Pernikahan dia dan Adam seharusnya berlangsung empat hari lagi. Tak ada konfirmasi pembatalan acara dari kedua orang tuanya.
Sejak kepergian Nayla, ayah dan ibunya tak pernah mengajak Laura bicara. Mereka seakan menghukumnya dengan menjatuhkan. mental sang putri. Dengan diamnya mereka, seolah mengatakan jika semua ini adalah kesalahan Laura.
Laura berdiri di dekat jendela, memandang ke arah luar dengan mata yang kosong. Hujan turun dengan lembut, membuat suara yang menenangkan di telinganya. Tapi, berbeda dengan hatinya Laura, dia tidak merasakan ketenangan. Dia merasa seperti ada yang mengganjal di hatinya, seperti ada yang menghantui dirinya.
Laura teringat dengan adiknya Nayla, yang baru meninggal dua hari lalu karena kecelakaan bersama dirinya. Dia merasa seperti ada yang menusuk hatinya, membuatnya merasa sakit dan bersalah.
Laura tidak bisa menghilangkan rasa bersalah yang menghantui dirinya. Dia merasa seperti dia telah menyebabkan kematian Nayla, seperti dia telah gagal melindungi adiknya.
Laura mengambil napas dalam-dalam, mencoba untuk menghilangkan rasa bersalah pada dirinya.
Laura kembali fokus memandang ke arah luar, memperhatikan hujan yang turun. Dia merasa seperti hujan itu adalah air mata yang jatuh dari langit, air mata yang menangisi kematian Nayla.
Laura tahu bahwa dia harus mencoba untuk melupakan rasa bersalah itu. Dia harus mencoba untuk melanjutkan hidupnya, untuk mencari kebahagiaan dan kedamaian. Tapi, dia tidak tahu bagaimana caranya. Dia tidak tahu bagaimana caranya untuk melupakan semua kejadian ini.
Gadis itu lalu mengambil jaket. Dia lalu mengambil payung dan berjalan menuju pemakaman umum tempat Nayla beristirahat selamanya.
"Nayla pasti kedinginan. Hujan sangat deras dan dia hanya sendirian," gumam Laura dengan dirinya sendiri sambil berjalan. Tak peduli suara petir sahut menyahut di langit.
Sampai di pemakaman, Laura langsung memayungi batu nisan yang bertuliskan nama sang adik. Dia lalu mengusapnya dengan ujung jilbab.
"Dek, maafkan Kakak. Kamu apa kabarnya di sana? Kapan kamu menjemput kakak, agar kita bisa bersama lagi," ucap Laura sambil terus mengusap batu nisan.
Laura lalu membacakan doa untuk sang asik. Air mata jatuh membasahi pipinya. Hanya Nayla yang mengerti dirinya, tapi harus pergi meninggalkan dirinya seorang diri. Dia lalu bersimpuh di dekat kuburan adiknya, tak peduli baju yang kotor.
Dek, apa kabar di atas sana? Apakah adek tau, sebenarnya kakakmu ini adalah seorang kakak yang membutuhkan peranmu. Namun, aku harus menerima kenyataan bahwa kini harus kehilanganmu. Dunia terlihat tidak menarik lagi ketika engkau meninggalkanku untuk selamanya. Duniaku sangat hancur dan sepi semenjak adek pergi. Tidak ada yang bisa mendengarkan ceritaku dan tidak ada tempat untuk aku mengeluh.
Adek, aku ingin cerita banyak hal, tentang kesakitan yang selama ini aku rasakan. Tentang penderitaan yang salama ini ku telan seorang diri. Tolong berikan aku kekuatan yang kokoh untuk mengahadapi semua itu. Seandainya adek masih ada, mungkin aku tak akan merasakan kesepian. Dan mungkin semua beban yang ada dalam diriku akan langsung adek dengarkan. Tapi tak apa, Dek ... aku harus belajar lebih kuat saat badai menerjang ku. Aku akan terus belajar lebih kokoh untuk melawan masalah-masalah datang menerpaku walau itu tanpa kamu. BAIK-BAIK DI SURGA YA, DEK.
Hingga sore barulah Laura pulang. Bajunya telah basah terkena siraman hujan. Saat kakinya baru melangkah masuk ke rumah, terdengar suara bentakan keras dari sang ayah.
"Apa kau sudah tak merasakan sesuatu, sudah mati rasa. Badanmu jelas-jelas basah, masih juga mau masuk rumah lewat pintu depan. Mengotori rumahku saja!" seru Ayah.
Laura bukannya takut saat sang ayah memarahi, justru gadis itu tersenyum. Dia merasa Pak Darimi telah kembali. Dua hari tak mendengar suara teriakan sang ayah membuat dia kuatir.
"Maaf, Yah. Aku lewat belakang saja," balas Laura.
Laura lalu berjalan menuju pintu belakang. Setelah itu masuk ke kamarnya. Kebetulan tempat dia beristirahat itu berada di dapur.
Setelah mengganti pakaiannya, Laura keluar kamar. Dia akan memasak untuk makan malam mereka.
Satu jam di dapur, menu sederhana telah terhidang di meja makan. Hanya goreng balado telur dan tumis bayam.
Laura lalu memanggil ayah dan ibunya untuk makan malam. Ketiganya makan dalam diam. Masih tampak kecanggungan di antara mereka. Seperti ada yang mengganjal.
Setelah makan malam, ayah Laura meminta dia untuk duduk di sebelahnya. Laura merasa ada yang tidak beres, karena ayahnya terlihat sangat serius. Tak biasanya Pak Darimi meminta dia duduk di dekatnya.
"Laura, aku ingin berbicara denganmu tentang sesuatu," ayahnya berkata dengan suara yang serius. "Aku tahu bahwa Nayla telah meninggal, dan kamu juga tahu bahwa dia memiliki permintaan terakhir yang sangat penting."
Laura merasa ada yang mengganjal di hatinya, karena dia tahu bahwa ayahnya pasti ingin bicara sesuatu yang sangat penting.
"Apa itu, Ayah?" Laura bertanya dengan suara yang lembut.
"Aku telah berjanji kepada Nayla, bahwa aku akan memenuhi permintaannya," ayahnya berkata dengan suara yang serius. "Dan aku tau kamu juga mendengar permintaannya itu ... aku ingin kamu menikah dengan Adam, sesuai dengan permintaan Nayla."
Laura merasa seperti ada yang menusuk hatinya. Dia tidak bisa percaya bahwa ayahnya sedang meminta dia untuk menikah dengan Adam, hanya karena permintaan Nayla. Bukankah mereka tidak dekat dan belum tentu juga Adam bisa menerimanya.
"Ayah, aku tidak bisa," Laura berkata dengan suara yang lembut. "Aku tidak bisa menikah dengan Adam hanya karena permintaan Nayla."
Ayah Laura terlihat marah, karena dia telah berjanji kepada Nayla bahwa dia akan memenuhi permintaannya.
"Laura, kamu tidak bisa menolak permintaan Nayla," ayahnya berkata dengan suara yang keras. "Aku telah berjanji kepada dia bahwa aku akan memenuhi permintaannya, dan aku tidak bisa melanggar janji itu. Jika bukan karena amanat putriku, tak akan sudi aku menikahkan kau dengan Adam. Kau tak pantas untuknya!" seru Ayah dengan penuh penekanan.
Laura merasa seperti ada yang mengganjal di hatinya, karena dia tahu bahwa ayahnya sedang memaksa dia untuk melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Dan ini terjadi bukan kali ini saja. Kemarahan dan amukan ayahnya sudah menjadi santapannya sehari-hari.
"Ayah, aku minta maaf," Laura berkata dengan suara yang lembut. "Tapi aku tidak bisa menikah dengan Adam hanya karena permintaan Nayla. Aku harus memiliki kebebasan untuk memilih sendiri."
Wajah ayah tampak memerah menahan amarah mendengar ucapan Laura. Gadis itu menunduk karena takut.
Mungkin hanya Laura yng sama darah nya dngn ayah kandung nya , persoalannya bersedia kah Laura membantu ayah yng sdh membuang diri nya 😠😠😠