Bram, lelaki yang berperawakan tinggi besar, berwajah dingin, yang berprofesi sebagai penculik orang-orang yang akan memberi imbalan besar untuk tawanan orang yang diculiknya kali ini harus mengalah dengan perasaan cintanya.Ia jatuh cinta dan bergelora dengan tawanannya. Alih-alih menyakiti dan menjadikan tawanannya takut atas kesadisan. Dia malah jatuh cinta dan menodai tawanannya atas nama nafsunya. Ia mengulur waktu agar Belinda tetap jadi sandranya. walaupun harus mengembalikan uang imbalannya dan ancaman dari pembunuh bayaran ketiga, dia tidak peduli. malam itu dia menodai Belinda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CACASTAR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTEMUAN
Berita kematian menyebar di pelosok negeri. Belinda dan Ibunya mendapat simpati dari berbagai pihak. Presiden Negara Belva ditangkap oleh Dewan Otoritas Perdamaian Bangsa dari 20 Negara Penguasa dan mendapat Surat Perintah penangkapan dari Dewan Keamanan Bangsa: Police Nation Global.
Presiden mendapat kecaman dari seluruh rakyatnya karena memerintah secara semena-mena serta memerintahkan selama lebih dari 20 tahun lamanya. Rakyat negara Belva melakukan unjuk rasa mengecam pemerintahan di bawah kekuasaan Presiden, anak lelakinya di tangkap karena terbukti sebagai pemasok heroin dan kokain ke negara-negara berkembang, untuk sementara pemerintahan di pegang Wakil Presiden , Xilandrogo.
Meteri ekonomi dan meteri agraria diberhentikan mengingat adanya unsur nepotisme dalam pemilihan mereka berdua sebagai menteri.
Selama berpuluh tahun dinasti kekuasaan mereka kuasai. Hari itu rakyat bersorak dengan berakhirnya kekuasaan presiden yang dikenal otoriter dan tidak memiha pada rakyat.
(Pemakaman)
Di antara orang-orang yang hadir di acara pemakaman Jendral Gondesh, yang tewas ditembak oleh Presiden, ada Belinda dan ibunya yang penuh kedukaan. Pengawal memayungi mereka berdua. berbalut kemeja panjang berwarna hitam dan rok selutut Belinda berdiri di atas makam ayahnya. Ibunya yang duduk di kursi roda, masih menangis menyisakan kedukaan yang dalam. Belinda mencoba kuat, dibalik kaca mata hitamnya ia menyembunyikan mata sembabnya yang menyisakan tangis tak terhingga. Ibu Belinda menyesal dalam hatinya, jika saja dulu ia melarang suaminya menyetujui perjodohan antara Belinda dengan putra presiden, mungkin tidak akan terjadi hal ini. Dia amat berduka.
Beberapa orang yang datang meletakkan karangan bunga di atas makam jendral Gondesh.
Di tengah hujan rintik-rintik dan kerumunan orang-orang yang berlalu pergi meninggalkan pemakaman, seorang lelaki dengan tangan masih berbalut perban dan diikat di punggungnya, dan memakai kemeja hitam. Di tangannya tergenggam sebuah karangan bunga. Dia mendekat, tubuhnya yang tegap masih begitu gagah terlihat.
Belinda yang sedari tadi berdiri di samping ibunya, merasakan ada sepasang mata yang mengawasinya dari jauh namun semakin lama semakin mendekat.
Dia menolehkan pandangannya ke arah orang tersebut.
Ya, itu adalah Bram, kekasihnya.
Bram, mafia penculik yang telah menculiknya, dan telah hidup bersamanya selama sebulan penuh. Bram yang telah menodainya. Namun, merupakan noda yang dirindukannya tiap malam. Bram adalah ayah dari janin yang sedang di kandungnya.
"Brammmmm!!!"
Belinda berteriak memanggil nama Bram.
"Mommy...itu ayah dari anak yang kukandung mommy."
Ibunya memandang lirih ke arah Bram, arah yang ditunjuk Belinda, lelaki yang diceritakan Belinda selama sebulan menjaganya, alih-alih menganiayanya sebagai penculik, Bram malah baik padanya mengajarkannya tentang banyak hal.
"Mommy", dia memegang tangan ibunya.
Dia tahu anaknya tidak mungkin salah melabuhkan hati, ia tidak mau kehilangan Belinda kedua kalinya. cukup suaminya yang telah pergi. Dia tidak mau Belinda juga pergi.
"Pergilah, Belinda,,kamu merindukannya. Pergilah"
Mendengar ucapan ibunya, Belinda lalu berlari menghampiri Bram.
Ia berari mengejar Bram, Bram pun sama ia mempercepat langkahnya menuju Belinda.
Bram memeluk Belinda, begitu juga Belinda.
"Belindaaa"
"Brammmm"
dua pasang anak manusia itu melepaskan rindunya. Di bawah rintikan hujan, mereka melepaskan kerinduan.
Bram melihat ke arah ibu Belinda, ia mengangguk. ia berjalan bersama Belinda menuju tempat pemakaman ayahnya Belinda, ia mengangguk pada ibu Belinda, lalu meletakkan karangan bunga di kuburan itu. Dia berjongkok dekat ibu belinda.
"Apa kabar, Bu?" "Saya Bram." dia menjabat tangan ibu Belinda.
Angin semilir di antara hujan rintik.
Setiap yang hidup akan mati, lalu akan berganti dengan kehidupan baru.
Hidup yang gelap buka akhir segalanya, tapi memulai lembaran baru.
...............
Bram mendekatkan telinganya ke perut Belinda, ada bunyi detak jantung di dengar telinganya.
"Apakah dia perempuan atau laki-laki?"
"Sepertinya laki-laki."
"Kenapa?"
"Dia kuat menendang di perutku, kuat seperti kamu, papanya."
"Apakah aku sudah boleh memberi nama?"
"Tentu saja."
"Kamu akan memberi namanya apa, honney?"
"Kalau lelaki aku akan memberi nama Fabian, kalau perempuan aku akan memberi nama Cecilia."
"Nama yang bagus!"
Bram memeluk Belinda dan kembali mendengarkan detak jantung berirama di perut Belinda. Mereka baru memulai kehidupan baru dan banyak lagi hal yang akan mereka temui dan menjadi pengalaman hidup mereka berdua.
"Bram..."
"Bagaimana caramu selamat, Honey?"
Bram tersenyum mendengar pertanyaan Belinda.
Ia menggenggam tangan Belinda, kekasih hatinya.
..........