Gadis muda, bernama[Resa anggraini], yang haus kasih sayang dan perhatian,pertemuan dia dengan seseorang yang bernama [Hari ramadhan],berusia 32 tahun mempersatukan dua insan itu dalam sebuah ikatan di usianya yang masih 18 tahun.Konflik muncul ketika [Resa] berusaha menemukan kebahagiaan dan kasih sayang dalam pernikahan tersebut,berawal dari perkataan frontal gadis itu membawanya pada takdir yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Babb 5 Hanya satu macam
Oi adik berjilbab ungu
Cantik manis cak ulat bulu
Dapat salam dari ayah ibu
Tahun depan jadi menantu
Adek jangan senga mak itu
Dunia ini hanya sementara
ayu gancang kita ke K.U.A
Lirik lagu yang sedang hasan persembahkan untuk sang pujaan hatinya
Gadis remaja itu merasa bingung bagaimana seharusnya menyikapi para pria yang mendekatinya. Nasihat neneknya, kala itu terngiang-ngiang dalam pikirannya.
"Nak, jangan menampik laki-laki yang mendekati mu dengan terang-terangan, jangan menampakkan ketidak sukaan mu di hadapan nya. Kalau tak suka, katakan dengan baik-baik, takutnya sikapmu melukai harga dirinya," ucap Neneknya tempo hari.
Dia ingat betul dengan ucapannya yang mungkin tanpa sengaja menggoreskan luka di hati sang duda kala itu. Seandainya waktu bisa di ulang kembali, mungkin dia tak akan melontarkan penolakan nya dengan kata-kata frontal, tapi apa daya, toh sudah terjadi.
Dia hanya melafazkan Istigfar berulangkali, berharap akan sedikit mengurangi rasa bersalahnya pada pria itu. Merasa serba salah, sedangkan dirinya tak bisa menahan emosinya jika tak menyukai seseorang, maka tampak terlihat pada raut wajahnya.
Sesaat Resa tak mengindahkan suara isakan dari kamar sebelahnya karena terlalu larut dalam pikiran yang berkecamuk. Namun, ia tersadar dan segera bangkit untuk menemui adiknya yang sedang terisak menangis.
"Dian, kamu kenapa menangis? Tina kemana?" tanya Resa sambil mengelus kepala adiknya.
"Dian lapar,teh,dari pagi belum sarapan.Teh Tina pergi ke warung Pak Erwan, disuruh bantu-bantu disana," jawab Dian di sela isak tangisnya.
"Memangnya sebelum kalian pulang dari rumah Nenek, nggak sarapan dulu?" tanya Resa lagi.
Dian hanya menggelengkan kepala nya.
"Astaghfirullah... makanya kamu jangan nekad menginap di rumah Nenek terus, Dian. Mamah itu paling gak suka kalau kita sering-sering pergi ke rumah Nenek Romlah. Ya, begini akibatnya, Mamah akan cuek kalau sedang marah sama kita," ujar Resa mengingatkan adiknya.
"Keterlaluan juga si Nenek. Masa minta ditemenin tapi tak memperhatikan perut cucunya yang kelaparan," ujar Resa merasa kesal pada neneknya.Nenek Romlah adalah ibu dari almarhum Siti Alawiyah,ibu kandung Rima, Resa, Tina, juga Dian yang sudah lama meninggal. Dia memang sedikit perhitungan pada anak cucunya.
"Tunggu sebentar, dek. Teteh gak berani ambil makanan tanpa ijin Mamah. Biasanya Tina akan pulang sebelum zuhur tiba, dia pasti pulang bawa makan. Teteh lagi gak pegang uang ini,kamu ikut teteh ya, sekarang pakai kerudung nya" bujuk Resa sambil menyeka air mata adiknya itu.
Dian mengiyakan tawaran kakaknya, lalu bangkit dan memakai kerudungnya. Gadis remaja itu baru menginjak bangku SMP kelas 1, sedangkan Tina kelas 3 SMP, tahun ini tinggal menunggu kelulusannya.
Setibanya di tempat tujuan, Resa mengetuk pintu, lalu mengucapkan salam. Setelah Mbak Inem membukakan pintu dan menjawab salamnya, Resa dipersilahkan masuk, sedangkan Dian hanya menunggu kakaknya di ambang pintu.
"Mba, ini udah selesai semuanya, 700 helai," ujar Resa menyodorkan hasil kerjanya selama seminggu ini.
wanita paru baya itu mengambilnya, lalu bangkit dari tempat duduknya untuk mengambil upah yang akan ia berikan pada Resa.
"Ini, Res, uangnya," sodorkan Mbak Inem memberikan 2 lembar uang 50 ribu.
Resa pun menerima uang tersebut sambil mengucapkan hamdalah.
"Alhamdulillah... Makasih, Mbak. Sekalian saya ijin berhenti, soalnya besok saya akan mulai masuk kerja di konveksi desa sebelah. Minta do'anya, semoga saya betah, Mbak."
"Iya, Res, gak apa. Syukur deh kalau kamu udah dapat kerja. Mudah-mudahan kamu betah kerja di tempat baru ya,"
"Iya, Mbak, makasih... Kalau gitu saya pamit ya, pulang. Assalamualaikum," Resa beranjak sambil mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam,"
"Ayo, dek, kita pergi ke warung Pak Erwan, siapa tahu Tina juga belum pulang dari sana," ajak Resa sambil menggandeng tangan adiknya.
Sedangkan di rumah Komala, sedang berbincang dengan, kakak sepupunya.
"Mala, kamu tahukan Mail, putra ku, sudah cukup umur untuk menikah, usianya sudah 26 tahun, tapi aku takut dia salah pilih calon istri. Kira-kira Resa mau gak ya sama Mail?" tanya Wanita paru baya penuh harap.
"Kenapa harus Resa, teh? Memangnya Mail mau sama tu anak? Secara kan mereka saudara sepupu, ya meskipun dalam Islam di perbolehkan karena dia bukan anak kandungku, tapi tetap saja kan apa kata orang nanti?" jawab Komala.
"Sebenarnya Mail juga tidak tahu menahu masalah ini. Hanya bertanya dulu kalau Resa nya mau. Baru saya bicara sama Mail," ungkapnya
"Kirain si Mail nya yang mau sama Resa,teh," ujar Komala.
"Ya, nggak tahu juga sih, dia gak pernah bahas perempuan sama saya," imbuhnya.
Pembahasan itu pun terhenti. Komala dan Ati fokus melanjutkan pekerjaannya membuat hidangan untuk pengajian mingguan di Masjid Miftahul Huda nanti malam.
Sedangkan Tina menghampiri kaka dan adiknya saat melihat kedatangan mereka berdua.
"Dian, kamu beli apa?" tanya Tina saat tiba di warungnya Pak Erwan.
"Ini," ujar Dian sambil menunjukkan roti yang dipegangnya.
"Lesu amat, neng, kamu di cuekin ama si Mahmud ya, gak di tawarin makan pastinya ya," cecar Tina pada adik bungsunya.
"Udah, jangan banyak tanya disini, nanti di dengar orang, malu," nasehat Resa pada Tina.
"Kamu udah selesai bantu-bantunya, ayo pulang bareng," ajak Resa sambil memberikan uang untuk membayar roti yang dimakan adiknya.
"Iya, teh, tungguin, mau pamit dulu," jawab Tina sambil menghampiri pemilik warung untuk pamitan.
Lalu mereka berjalan beriringan sambil berbincang.
"Kita mampir di pos ronda depan sebentar, teh. Mau makan ini dulu, dikasih sama pak Erwan barusan," ujar Tina menunjukkan kantong plastik yang ia tenteng di lengannya. Lalu Tina berlari kecil tanpa menunggu jawaban dari kakaknya.
"Tina, kamu ko happy-happy aja sih. Padahal, sama-sama nginep di rumah Nenek. Si Dian itu sampe nangis,nahan lapar," Resa bertanya.
"Iya, kan udah di kasih makan sama pak Erwan tadi," jawab Tina santai.
"Besok-besok jangan lagi berbuat ulah, kalau gak diizinin jangan pergi. Kalian kan tahu,kalau Mamah kesal pada kita, ya begitu sikapnya," imbuh Resa memperingati adik-adiknya.
"Halah... Kenapa si Mahmud itu paling gak suka kita pergi kesana, padahal kan Nek Romlah tetap nenek kita, meskipun ibu kita sudah gak ada," imbuh Tina mengeluarkan kekesalannya sambil membagi baso yang ia bawa barusan.
Resa hanya menggeleng, sedangkan Dian hanya diam menyimak percakapan kakak-kakaknya sambil memakan baso yang Tina bawa.
Di antara mereka berempat, Tina paling aktif dan pemberani, Rima yang cerewet, Resa si penurut, sedangkan si bungsu Dian anaknya pendiam. Setelah belasan tahun kepergian ibunya, mereka tinggal terpisah, baru 3 tahun belakangan mereka bisa tinggal bersama.
Kedekatan kakak dan adik perempuan bisa memunculkan banyak cerita, mulai yang serius hingga kocak. Semua bisa jadi kenangan, yang ketika diingat kembali, bisa memunculkan perasaan haru maupun tawa.
"Alhamdulillah... Kenyang," ucap Dian setelah menghabiskan makanannya.
"Udah habis, ayo kita pulang," ajak Resa pada adik-adiknya.
Di tengah perjalanan pulangnya, mereka berpapasan dengan rombongan marawis yang baru selesai manggung. Siapa lagi, kalau bukan grupnya Hasan, si pria manis idaman para hawa.
"Ehem ehemm... " Deh em Tina saat rombongan marawis mendekat.
Namun Resa menatap tajam pada adiknya. "Apaan sih, teh... Aku gak akan macam-macam. Cuman satu macam," bisiknya sambil terkekeh pelan. Tina mengingat gombalan si Hasan tempo hari saat menggoda kakaknya itu.
Sedangkan Resa hanya menunduk, mempercepat langkahnya sambil menggandeng kedua adiknya.
"Sekarang hanya menggandeng kedua adikmu, tapi nanti tangan kamu yang akan saya gandeng, tentunya setelah berhasil menghalalkan mu," ungkap Hasan sambil melangkah pergi menyusul rombongannya.
"Ea.. Meleleh hati ini, Kang," Tina menanggapi ucapan pria itu.
"Kamu itu, yah, Tin, dibilangin jangan macam-macam," bisik Resa menekankan perkataannya.
"Lah... Kumat sensinya," ujar Tina berlari sambil melepaskan genggaman tangan kakaknya.
Namun, sayangnya, saat Resa akan mengejar Tina, dia jatuh tersandung.
Bruggg..... "Awww..... Sss.... " Rintih Resa kesakitan.
"ppprt..... Ahahaha.... " Tina berusaha menahan tawa, namun kemudian ia terbahak mentertawakan Resa.
"Kita adalah saudara kandung. Jika kamu jatuh, aku pasti akan mengulurkan tangan membantu, tepat setelah aku menertawakan mu," ujar Tina saat ingin menolong kakaknya yang terjatuh.
"Dasar adik nyebelin," gerutu Resa mengibaskan tangan ke baju untuk membersihkan baju kotor dari tanah kebul yang menempel.