Seorang anak terlahir tanpa bakat sama sekali di dunia yang keras, di mana kekuatan dan kemampuan ilmu kanuragan menjadi tolak ukurnya.
Siapa sangka takdir berbicara lain, dia menemukan sebuah kitab kuno dan bertemu dengan gurunya ketika terjatuh ke dalam sebuah jurang yang dalam dan terkenal angker di saat dia meninggalkan desanya yang sedang terjadi perampokan dan membuat kedua orang tuanya terbunuh.
Sebelum Moksa, sang guru memberinya tugas untuk mengumpulkan 4 pusaka dan juga mencari Pedang Api yang merupakan pusaka terkuat di belahan bumi manapun. Dialah sang terpilih yang akan menjadi penerus Pendekar Dewa Api selanjutnya untuk memberikan kedamaian di bumi Mampukah Ranubaya membalaskan dendamnya dan juga memenuhi tugas yang diberikan gurunya? apakah ranu baya sanggup menghadapi nya semua. ikuti kisah ranu baya hanya ada di LEGENDA PENDEKAR DEWA API
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LPDA 35
"Awas belakang, Ranu!" teriak Geni.
Ranu melompat jauh ke samping menghindari terjangan Broto yang mengincar punggungnya.
"Ternyata kalian aliran hitam memang tidak punya kemaluan, Eh rasa malu maksudku, hehehe! Percuma membuat kesepakatan jika akhirnya tetap dilanggar." Ranu menatap dingin 3 pendekar aliran hitam di depannya.
"Kau mau mengoceh apapun silahkan! Aku tak peduli. Akan kubunuh kau dan akan aku cari gadis kecil tersebut di kampung ini!" sahut Broto, lalu mendekati Warno dan mengalirkan tenaga dalamnya untuk memulihkan luka dalam yang di derita Warno.
"Majulah kalian bertiga! Aku sudah terlalu lama bermain-main."
Broto yang biasanya tenang, langsung tersulut emosinya, "Kadal bunting...! Akan kurobek mulutmu itu!"Ranu tertawa lebar mendengar umpatan Broto, "Hahaha ... kadal bunting apa kadal buntung, Pak Tua?"
"Bedebah, mati kau!" Joyo mencabut tombak pendek di belakang punggungnya.
"Pendekar muda ini berbahaya, gunakan kekuatan penuh kalian dari awal dan serang dia bersamaan!" Broto berseru lantang. Seketika tubuhnya dialiri energi yang hebat.
Ketiga Lelaki tua tersebut mulai membentuk energi pelindung di seluruh tubuh mereka. Masing-masing dari mereka juga mengambil kuda-kuda untuk menggunakan jurus terbaik yang dimiliki.
Tiga Pendekar Tengkorak Merah menyerang bersamaan. Mereka tidak membiarkan Ranu menyerang balik atau menemukan celah.
Kombinasi serangan mereka bertiga cukup baik, bisa dilihat ketiganya memiliki beberapa pengalaman bertarung bersama dan dalam jangka waktu lama.
Kombinasi serangan yang tanpa henti dari berbagai arah, membuat Ranu tidak bisa menggunakan ilmu Pedang Segoro Geni.
Namun jurus pedang Ranu yang lain dan dipadukan dengan Ajian Saipi Angin nampaknya cukup bisa mengimbangi serangan mereka bertiga.
Dalam Waktu singkat, Mereka telah bertukar ratusan kali jual beli serangan. Ketiganya belum bisa melukai Ranu, dan sebaliknya Ranu bisa memberikan sedikit luka di tubuh mereka meski hanya berupa goresan tipis.
"Anak ini sungguh berbahaya! Jangan gegabah ataupun lengah!" Teriak Broto.
"Terus serang dia memang kuat tetapi tidak mungkin memiliki cukup tenaga dalam untuk terus menghadapi kita!" sahut Joyo
Ranu tersenyum tipis sebelum mengganti jurusnya menjadi jurus Pedang Tanpo Wujud. Kecepatan serangannya pun meningkat drastis. Dia hanya membutuhkan kesempatan di saat mereka lengah, karena jurus Pedang Tanpo Wujud yang diadaptasi dari jurus Pukulan Tanpo Wujud, hanya bisa maksimal dengan serangan jarak jauh.
Ranu bergerak memberikan serangan pendek cepat sambil mencari peluang melepaskan serangan jarak jauh. Dia lalu melompat jauh ke belakang dan mengalirkan tenaga dalam ke bilah pedangnya. Dengan senyum tipis mengembang, Ranu melesat memberikan sabetan jarak jauh yang mengincar ketiganya.
"Pedang Tanpo Wujud!"
Warno yang sudah sedikit memahami serangan Ranu kemudian berteriak dengan keras, "Hindari serangan itu jangan ditahan!"
Ketiga lelaki tua tersebut meloncat ke atas untuk menghindari serangan aneh Ranu. Baru saja mereka menginjak tanah, Ranu sudah kembali melepaskan serangan yang sama. Kembali mereka berloncatan menghindari serangan tak kasat mata tersebut.
Meski serangan itu tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, mereka bertiga masih bisa merasakan adanya energi besar yang bisa saja melepaskan nyawa dari tubuh.
Ranu begitu gusar karena serangan jurus Pedang Tanpo Wujud yang dilepaskannya beberapa kali gagal mengenai serangan.
Namun dia kembali tersenyum tipis sambil menatap dingin ketiga lawannya, "Kalian sudah memaksaku menggunakan jurus ini!"
Ranu kemudian mengalirkan sejumlah tenaga dalam ke bilah Pedang Segoro Geni yang dipegangnya. Seketika, kobaran api hitam keluar dari bilah pedang pusaka pemberian Surojoyo tersebut."Jurus ini, Kenapa jurus ini bisa dimiliki pemuda itu? Tidak salah lagi, pedang yang dipegangnya pasti Pedang Segoro Geni yang diceritakan guru!" kata Broto sambil mengingat ucapan gurunya dahulu.
"Tidak mungkin, Broto! Kalau itu Pedang Segoro Geni, pasti namanya sudah terdengar di dunia persilatan." sahut Joyo.
"Tunggu, Anak Muda! Apa mungkin kau reinkarnasi Surojoyo?" tanya Broto yang masih penasaran.
"Aku cucunya Kakek Surojoyo. Dan hari ini, aku akan membakar kalian bertiga sampai menjadi abu!" balas Ranu sambil menyunggingkan senyum sinis.
Broto sedikit ngeri mendengar Ranu mengaku sebagai cucu dari Surojoyo. Meski dia yakin pemuda itu tak sekuat Surojoyo yang pernah menguasai dunia persilatan sebelum menghilang, namun Broto setidaknya bisa berhitung mengenai kekuatan yang dimiliki Ranu.
"Pantas sampai saat ini dia bisa mengimbangi kita bertiga," ucap Broto kepada dua temannya.
Joyo nampaknya tidak memperdulikan analisa Broto. Dia langsung menerjang dan memberikan serangan dengan tombak pendeknya.
Broto hanya bisa menggelengkan kepala melihat kebebalan Joyo. Mau tidak mau, dia akhirnya ikut membantu menyerang Ranu.
"Tidak mungkin!"
Joyo memekik tidak percaya ketika tombaknya yang beradu dengan pedang yang dipegang Ranu, dalam sekejap meleleh karena terbakar panasnya api hitam yang berkobar. Joyo mulai berpikir ulang, bahwa memang benar yang sedang dihadapi mereka kali ini adalah benar cucu Surojoyo. Dia menyesali pikirannya yang tidak mempercayai analisa Broto.Seiring berjalannya waktu, semakin banyak luka yang berhasil Ranu torehkan pada tubuh ketiga lawannya. Pakaian yang mereka gunakan juga terlihat terbakar di beberapa bagian. Mereka hanya bisa menghindar dan menghindar saja, karena senjata yang mereka pakai untuk menangkis serangan Ranu sudah meleleh sejak awal. Sementara mereka tidak berhasil melukainya sedikitpun.
Ranu berinisiatif menambah lagi tenaga dalamnya dan membuat kobaran api hitam yang keluar dari bilah Pedang Segoro Geni. Dia bergerak secepat mungkin dengan Ajian Saipi Angin dan melepaskan jurus Pedang Segoro Geni tingkat akhir.
Ketiga pendekar aliran hitam yang sering membuat resah itupun mati terbakar. Dalam waktu sekejap saja tubuh mereka bertiga berubah menjadi abu.
Huffft!
Ranu mengambil napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. Dia kemudian jatuh berlutut karena kehabisan banyak tenaga dalam. Secara perlahan, dia mengumpulkan lagi tenaga dalamnya dan kemudian bangkit lalu berjalan untuk menjemput Dewi.
"Aku lihat kemampuanmu sudah bertambah, Ranu. Namun kau harus mempelajari lagi cara untuk menyimpan energi dalam jumlah besar di tubuhmu," ucap Empu Barada yang menyusup ke dalam tubuh lelaki tua pemilik rumah.
"Di mana aku harus mempelajarinya, Kek?"
"Nanti di Kuil Keabadian!" jawab Empu Barada singkat.
Seusai berucap, lelaki tua tersebut seperti tersadar dari pingsan, "Kalian siapa? Kenapa kalian di rumahku?"
"Kakek Barada sial ...!" umpat Ranu dalam hati.
Ranu kemudian menangkupkan kedua tangannya di depan wajahn sambil menunduk, "Mohon maaf, Kek. Tadi aku dan adikku ini mau ikut berteduh karena akan terjadi hujan. Tapi ternyata hujannya tidak jadi turun," ucap Ranu seraya menahan tawanya.
Lelaki tua itu hanya bengong sebelum beranjak keluar dari rumahnya dan melihat ke angkasa. Ketika hendak kembali ke dalam, ternyata Ranu sudah menggendong Dewi dan berpamitan kepadanya, "Kami berangkat dulu, Kek,"
Tanpa menunggu jawaban, Ranu segera meninggalkan lelaki tua tersebut karena rasa malu begitu yang begitu besar sedang melandanya.
Sambil ngedumel tak jelas, Ranu berlari dengan cepat menuju desa berikutnya. Dia hanya memikirkan tentang Dewi yang perutnya belum terisi makanan sama sekali.
Di tengah perjalanan, Ranu berhenti dan memasukkan pedangnya ke dalam balik pakaiannya. Hal tersebut dilakukannya karena berdasar pengalaman ketika dia dikenali oleh Tiga Tengkorak merah yang mengetahui ciri-cirinya.
Ranu kemudian kembali berlari dengan menggunakan Ajian Saipi Angin. Setelah setengah jam, dia menemukan sebuah warung makan kecil yang berada bibir hutan. Tanpa berpikir panjang, pemuda itu segera masuk ke dalam warung yang suasananya masih sepi pengunjung.
***
Maaf ya para reader author.... author gak update dua hari ini.. karna author banyak kerjaan ini juga author usahakan nulis walaupun banyak kerjaan.
Jangan lupa di vote di gift ya.. biar author tambah semangat. ngopi-ngopi kalau para pembaca ingin bersedekah ke author wkwk ini no dana nya 082215534571
Author hanya bercanda aja ya..