Fifiyan adalah anak dari ketua mafia kegelapan yang dikenal kuat dan kejam, banyak mafia yang tunduk dengan mafia kegelapan ini. Tetapi disaat umurnya yang masih belia pada perang mafia musim dingin, keluarga besarnya dibunuh oleh mafia musuh yang misterius dimana membuatnnyabmenjadi anak sebatangkara.
Disaat dia berlari dan mencoba kabur dari kejaran musuh, Fifiyan tidak sengaja bertemu dengan seorang pria kecil yang bersembunyi di dalam gua, karena mereka berdua berada di ambang kematian dan pasukan mafia musuh yang berada diluar gua membuat pria kecil itu mencium Fifiyan dan mengigit lehernya Fifiyan. Setelah kejadiaj itu, Fifiyan dan pria kecil itu berpisah dan bekas gigitannya berubah menjadi tanda merah di leher Fifiyan.
Apakah Fifiyan mampu membalaskan dendam atas kematian keluarganya? Apakah Fifiyan mendapatkan petunjuk tentang kehidupan Fifiyan nantinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tersadar
Ciiittt... ciiittt...
Terdengar ditelingaku suara burung yang sedang berkicau, aku membuka kedua mataku dan terduduk di tempat tidur. Aku memegang kepalaku yang terasa sangat sakit, Han menyodorkan segelas susu hangat dan aku langsung meminumnya.
"Kamu sudah sadar?" Tanya Han pelan.
"Apa yang terjadi?" Ucapku pelan.
"Apa kamu tidak ingat? Kamu membunuh seluruh orang di markas organisasi wilayah bagian pusat dan kau kini menjadi petinggi tertinggi menggantikan pria tua yang kau bunuh.
"Ohh benarkah? Uuuhhuukkk...uuhhhuukkk..." desahku terbatuk-batuk, Han memberikanku tisu dan aku mengusap bibirku.
"Istirahatlah, Fiyoni sedang mengatur semua pelantikanmu..." ucap Han pelan, aku menatap
Han dan teringat kalau aku hampir melukai Fiyoni senjata beracunku.
"Apa dia baik-baik saja?" Tanyaku pelan.
"Ya, dia hampir kau bunuh."
"A-aku tidak sengaja dan..."
"Tidak masalah, dia tidak menyalahkanmu malah dia bangga melihatmu sangat hebat seperti itu."
"Oh begitu ya..." desahku pelan.
"Ya sudah istirahatlah, karena kau kini petinggi tertinggi maka kamu harus menjaga kesehatanmu karena banyak yang mengincar kematianmu!" Ucap Han serius dan aku hanya terdiam meletakkan gelas kosong di meja sebelahku.
Tookk.... tookk... tookk
Terdengar ketukan pintu yang sangat kuat, aku melihat Fiyani tersenyum kearahku dan berlari memelukku erat.
"Fifiyan terimakasih ya..."
"Terimakasih?" Tanyaku bingung, Fiyani melepaskan pelukannya dan mencubit pipiku gemas.
"Kamu menyelamatkanku dan kak Fifiyon dari penderitaan... ini kado ulang tahun ke 20 yang terbaik Fifiyan!!" Teriak Fiyani senang.
"Oh benarkah? Syukurlah..." desahku pelan.
"Ngomong-ngomong, kenapa kamu bisa kuat setelah sadar kan..."
"Dia aslinya kalau di medan perang seperti itu..." ucap Han mengambil gelas kosongku.
"Benarkah? Sekejam itu? Padahal dia terlihat sangat lembut dan tidak berguna..." ucap Fiyani terkejut, dipintu kamar aku melihat Fifiyan dan Fiyoni tersenyum kearahku.
"Ya, dia memang terlihat lemah tapi aslinya dia sangat kuat. Kalau bukan karena penyakitnya pasti dia bisa lebih mudah melakukannya sejak dahulu."
"Apa perang mafia di 7 tahun yang lalu itu...pembunuh seluruh utusan petinggi tertinggi mengenai mafia kegelapan itu..."
"Itu mafiaku..." gumamku menatap burung diluar kamar.
"Itu mafiamu? Waah keren, pantas saja kamu lebih mudah membunuh pria tua yang menyebalkan itu!"
"Hanya...kebetulan saja..." gumamku pelan.
"Hmm maafkan aku yang meragukanmu kembaranku."
"Tidak masalah, aku tidak mempermasalahkannya."
"Fiyani... biarkan dia istirahat!" Ucap Fifiyon kencang.
"Hmm ya sudah istirahatlah, aku dan kakak berterimakasih banyak padamu kembaranku!" Ucap Fiyani memelukku erat dan beranjak pergi sedangkan Fiyoni terduduk di depanku dan menggenggam erat tanganku.
"Ada apa?" Tanyaku pelan.
"Tidak ada, hanya terkejut saja."
"Untuk apa? Itu hanya... kebetulan... mmmpphhhh..." desahku pelan tapi Fiyoni langsung menciumku lembut.
"Terimakasih ya istriku, kamu sudah membantuku menyelamatkan mereka."
"Aku hanya... melakukan janjiku saja."
"Janji? Apa kamu bertemu dengan..."
"Ya, ayah memberikanku ini..." gumamku menunjukkan kalung dan gelangku.
"Hmmm padahal sudah aku katakan nanti saja saat kamu sudah siap."
"Apa kamu meragukanku?" Tanyaku pelan.
"Tentu saja tidak, aku mempercayaimu..." gumam Fiyoni pelan dan menciumku lembut.
"Terimakasih ya..." gumamku pelan.
"Tidak masalah, ini lencanamu..." gumam Fiyoni memberikanku lencana petinggi tertinggi wilayah bagian pusat.
"Jadilah petinggi yang terbaik istriku."
"Aku akan berusaha melakukannya. Tapi jika aku salah... tolong beritahu aku ya..."
"Hmmm baiklah, aku akan selalu menjadi pendukungmu dan suamimu yang mengingatkanmu kebaikan istriku."
"Terimakasih..." gumamku pelan.
"Tugas petinggi tertinggi tidak mudah, janagn terlena terhadap apapun apalagi pria yang..."
"Apa kamu cemburu?" Tanyaku pelan, wajah Fiyoni terlihat sedih. Aku mengusap pipinya lembut dan menggelengkan kepalaku.
"Tidak perlu cemburu, aku terikat denganmu dan..."
"Walaupun terikat tapi aku takut kamu tergoda dan..."
"Apa kamu benar-benar cemburu?" Tanyaku pelan.
"Y-ya walaupun aku kakak kandungmu tapi aku... suamimu jadi aku... mmmpphhh..." aku mencium Fiyoni yang membuatnya terdiam.
"Jangan khawatir, kau tidak suka bermain dengan pria lain selain denganmu."
"Apa kamu berjanji padaku?"
"Ya, aku berjanji padamu suamiku..." gumamku pelan dan Fiyoni tersenyum senang.
"Aku juga berjanji padamu untuk tidak bermain dengan wanita manapun."
"Hmmm iya suamiku..." desahku pelan dan Fiyoni memelukku erat.
"Mulai besok kamu bisa menjabat petinggi tertinggi, banyak agenda dan Han telah mengatur semuanya."
"Han bisa mengatur semuanya?" Tanyaku terkejut.
"Dulu dia adalah asisten petinggi tertinggi wilayah tenggara jadi dia bisa melakukannya."
"Wilayah tenggara?"
"Ya, keluarganya ada di wilayah tenggara."
"Oh begitu ya..." desahku pelan. Fiyoni menciumku dengan sangat lama yang membuatku kesulitan bernafas, Fiyoni tersenyum kearahku dan kembali menciumku lembut.
"Oh ya, karena kamu kemarin tidak sadarkan diri maka sekarang aku akan mengatakannya padamu istriku."
"Mengatakan apa?" Tanyaku mengusap bibirku.
"Selamat ulang tahun ya istriku."
"Eehh mmm selamat ulang tahun untukmu juga. Mmm aku..aku belum membeli hadiah untukmu dan..."
"Tidak perlu, kehadiranmu dan bantuanmu adalah hadiah untukku."
"Tapi kan..."
"Aku mengatakan yang sebenarnya, tapi mmm apa hadiah yang kamu inginkan?" Tanya Fiyoni serius.
"Aku ya... hmm aku hanya ingin kalian terus selalu bersamaku dan menemaniku... hanya itu yang aku inginkan..." gumamku pelan.
"Apa kamu tidak ingin yang lain?"
"Tidak, aku terbiasa hidup sendiri dan aku... lelah..."
"Hmmm baiklah, selamanya kami akan menemanimu dan bersamamu istriku!" Ucap Fiyoni pelan dan memelukku erat.
"Terimakasih suamiku..." gumamku pelan dan kami kembali berciuman.
"Ohh mmm apa kamu tidak ingin memiliki anak?" Tanya Fiyoni pelan.
"Aku... eeehh mmm aku belum terpikirkan itu dan... agak aneh jika memiliki anak dengan kakak sendiri dan..."
"Ayah dan ibu itu adalah adik kakak. Dikeluarga Valentin menikahi saudara sendiri diperbolehkan."
"Tapi kan..."
"Tenang saja, aku akan menunggu sampai kamu siap."
"Oohh mmm baiklah terimakasih pengertiannya..." gumamku pelan.
"Tidak perlu berterimakasih, aku mengerti kamu pasti masih tidak terima jadi aku memakluminya."
"Hmm..." desahku pelan.
"Oh ya nantinya jika kamu sudah menjadi petinggi tertinggi maka kamu akan susah bertemu denganku, jadi jangan berubah ya istriku... jadilah istri yang imut dan penurut..." gumam Fiyoni memelukku erat.
"Ya aku tetap diriku yang biasanya, tapi... jangan terkejut jika di peperangan mungkin... aku akan sama seperti diriku kemarin saat aku hampir membunuhmu."
"Hmmm ya aku mengerti kok istriku... oh ya aku nanti ada pertemuan wilayah bagianku, kalau mau ke markasmu kamu harus hati-hati dan tetap waspada ya."
"Apa kamu tidak akan mengantarku?"
"Aku ingin, tapi... aku... ada pertemuan yang mendadak dan penting jadi aku..." ucap Fiyoni sedih yang membuatku terkejut.
"Eehhh t-tidak apa, jangan sedih. Aku hanya tanya dan..."
"Maafkan aku istriku."
"Eehh t-tidak apa-apa kok suamiku..." gumamku memeluk Fiyoni erat dan Fiyoni tersenyum manis kearahku.
"Hmmm untuk nama mafia, kamu menggunakan nama apa?"
"Valentina."
"Kenapa tidak nama Fifiyan? Sama seperti Fiyani?"
"Tidak, nama mafiaku emang Valentina dari dulu. Nama Fifiyan aku gunakan diluar masalah mafia tapi kalau Valentina harus digunakan pada masalah mafia."
"Oh mmm baiklah, lain kali kita akan bertemu kembali Valentina..." gumam Fiyoni menciumku lembut dan berjalan keluar kamar.
"Oh ya, apa boleh aku kemari lagi?"
"Boleh, rumahku... rumahmu juga..." gumam Fiyoni tersenyum pelan dan pergi meninggalkanku.
"Hmmm sedikit... tenang sekarang..." desahku kembali berbaring dan memejamkan kedua mataku, rencana... hanya itu yang ada di otakku, aku harus memikirkan rencana yang akan datang.