Semuanya telah benar-benar berubah ketika mantan kekasih suami tiba-tiba kembali. Dan Elmira Revalina berpikir jika berita kehamilannya akan dapat memperbaiki hubungannya dengan suaminya— Kevin Evando Delwyn
Namun, sebelum Elmira dapat memberitahukan kabar baik itu, mantan kekasih suami— Daisy Liana muncul kembali dan mengubah kehidupan rumah tangga Elmira. Rasanya seperti memulai sebuah hubungan dari awal lagi.
Dan karena itu, Kevin tiba-tiba menjauh dan hubungan mereka memiliki jarak. Perhatian Kevin saat ini tertuju pada wanita yang selalu dicintainya.
Elmira harus dihadapkan pada kenyataan bahwa Kevin tidak akan pernah mencintainya. Dia adalah orang ketiga dalam pernikahannya sendiri dan dia merasa lelah.
Mengandalkan satu-satunya hal yang bisa membebaskannya, Elmira meminta Kevin untuk menceraikannya, tetapi anehnya pria itu menolak karena tidak ingin membiarkan Elmira pergi, sedangkan pria itu sendiri membuat kisah yang berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CEO Baru
"Apa yang Kevin inginkan? Aku tadi melihatnya mencengkram lenganmu." Tanya Aksa ketika dia mengantar Davina pulang.
Aksa tersenyum lembut, tetapi jauh didalam lubuk hatinya dia sangat marah pada Kevin yang berani menyentuh Davina. Davina dan Aksa bertemu ketika Aksa berada di luar negeri enam tahun yang lalu dan semenjak saat itu, Aksa terus berusaha untuk mendekati Davina.
Aksa selalu ada untuk Davina dan menolong wanita itu kapan pun Davina membutuhkan teman atau seseorang untuk bersandar.
Namun, Davina tidak pernah memanggilnya untuk menjadi teman bercerita dan juga tidak pernah menerima tawarannya. Karena Davina tidak pernah berbicara terbuka tentang petasannya, Davina juga tidak pernah mengatakan apa pun tentang hal itu.
Melihat pria lain tertarik padanya membuat Aksa menjadi sedikit merasa cemas.
Davina menghela mendengar pertanyaan Aksa. Pertemuan dengan Kevin sudah membuat merasa tidak nyaman. Wanita itu kemudian menatap Aksa dengan tatapan sinis. "Dia meminta kerjasama."
"Kamu menerimanya?." Tanya Aksa dengan suara pelan. Tanpa sadar, dia mencengkram kuat kemudi mobil sembari menunggu jawaban Davina dengan cemas. Ujung jemarinya terlihat memutih karena Aksa yang terlalu kuat mencengkram.
"Aku bilang padanya kalau aku akan memikirkannya." Jawab Davina sembari melihat keluar jendela ketika perjalanan mereka mendekati apartemen Davina
Meskipun Davina telah kembali pada keluarga nya. Dia tetap merasa lebih nyaman jika tinggal sendirian.
Davina teringat percakapannya dengan Kevin dan sekilas kebencian terlintas dimatanya.
Enam tahun yang lalu, jika bukan karena orang tuanya yang menyelamatkannya tepat pada waktunya, dia pasti sudah mati dalam ledakan itu.
Kemarahan menggelegak dalam dirinya saat mengingat betapa kejamnya Kevin.
'Beraninya dia membandingkan aku dengan Elmira Revalina yang jelas-jelas dia sudah mati Enam tahun yang lalu.' Batin Davina.
"Davina, kita sudah sampai." Kata-kata Aksa terdengar, membuat Davina tersadar dari lamunannya. Ketika wanita itu menoleh, Aksa kembali buka suara. "Andai saja perjalanan ini bisa lebih lama."
Davina terkekeh. "Terima kasih sudah mengantarku pulang, Aksa. Aku bersenang-senang malam ini."
"Boleh aku mampir? Aku ingin menyapa anak-anak." Pinta Aksa.
Aksa selalu baik dan perhatian, pria itu selalu berada disisi Davina dan melindunginya. Terkadang Davina berpikir untuk memberi Aksa kesempatan untuk mendekati dirinya. Tetapi, menjalin hubungan bukanlah prioritas Davina saat itu.
Davina tersenyum. "Ini sudah malam, Aksa. Kamu bisa menemui mereka besok. Selamat malam."
Meskipun Aksa merasa kecewa, dia tidak menunjukkannya. Sebaliknya, Aksa menganggukkan kepalanya. "Benar, itu kurang pantas. Aku akan menemui mereka besok dan membawakan mereka banyak hadiah."
Davina tersenyum dan keluar dari mobil sebelum akhirnya masuk ke dalam lobby apartemen nya.
**
Sementara itu, didalam apartemen Davina.
"Nathan, apa paman tampan ini Daddy kita?." Kata Nala sembari mendudukkan dirinya didekat Nathan— kakaknya. Gadis kecil itu juga memperlihatkan iPad nya pada Nathan.
Keduanya sedang menonton siaran langsung pesta pengenalan ibu mereka dan secara tidak sengaja, Nala melihat seorang pria yang wajahnya terlihat hampir mirip dengan Nathan.
Nathan— anak laki-laki itu diam, tidak menjawab. Tetapi pandangannya tetap tertuju pada pria yang ada di dalam video tersebut. Raut wajahnya terlihat sangat serius, tidak sesuai dengan usianya yang masih muda berusia lima tahun.
"Paman tampan ini sangat mirip denganmu, Nathan. Aku merasa jika dia Daddy kita." Lagi, Nala kembali berkomentar. "Bukankah itu hal baik kalau ternyata dia benar-benar Daddy kita." Sambungnya.
"Nala, entah dia Daddy kita atau bukan, kita harus menyelidikinya terlebih dahulu. Tapi, kita berdua tidak boleh menyebut tentang pria itu didepan Mommy." Perintah Nathan dengan dahinya yang mengernyit.
"Kenapa? Dia pergi ke pesta Mommy dan memegang lengan Mommy. Aku tadi melihat videonya." Kata Nala. "Aku yakin, dia pasti Daddy."
"Sulit untuk dijelaskan. Apa kamu tidak melihat di menit awal kalau pria itu bersama dengan seorang wanita yang duduk di kursi roda? Sejauh yang aku tahu, wanita itu adalah tunangannya." Kata Nathan menjelaskan.
Anak laki-laki itu kemudian memperbesar gambar wanita yang duduk di kursi roda dan kemudian dia mengernyitkan dahinya. 'Jadi, ini wanita yang Daddy cintai?.' Batinnya.
"Maksud mu, Daddy menelantarkan Mommy karena wanita ini?." Tanya Nala dan kedua matanya terbelalak, terkejut.
Merasa mengingat betapa kerasnya ibu mereka bekerja untuk merawat mereka.
"Jadi, sampai aku menyelidiki semuanya, kita tidak boleh menganggap pria ini sebagai Daddy untuk sementara waktu. Kalau tidak, aku tidak ingin Mommy bersedih." Kata Nathan memperingati adiknya.
"Hm." Nala menganggukkan kepalanya. "Baiklah, aku mengerti. Kalau memang benar wanita ini yang sudah mencuri Daddy dari kita, aku akan membantu Mommy untuk merebut Daddy kembali." Kata Nala, matanya berbinar karena perhitungan yang aneh.
Nathan tersenyum dan menyentuh kepala Nala dengan lembut. "Itu namanya adik yang baik."
"Sayang, Mommy pulang!." Tepat saat itu mereka mendengar suara Davina.
Nathan bergegas meletakan Ipad-nya dan mereka berdua berpura-pura tidak melakukan apa pun.
Sementara Nala berlari mendekati Davina dan memeluk ibunya itu. "Mommy, Mommy sudah kembali! Apakah Mommy bersenang-senang di pesta malam ini?."
"Ya, Mommy bersenang-senang bersama Oma dan Opa." Seru Davina, hanya dipenuhi dengan kehangatan.
Nala mengamati raut wajah Davina. "Apa Mommy bersedih?." Tanya nya.
Ya— Davina memang terlihat dalam suasana hati yang buruk. Nala mengernyitkan dahinya. 'Apa Mommy marah karena Daddy bersama wanita yang duduk di kursi roda itu?.' Batinnya.
Davina terkejut dengan pertanyaan yang Nala ajukan. Wanita itu kemudian membelai rambut anak gadisnya dengan penuh kasih dan tersenyum. "Mommy sangat senang. Kenapa kalian belum tidur?."
Davina mengira anak-anaknya akan tidur bersama dengan pengasuh mereka. Namun, mereka masih terbangun padahal sudah lewat waktu tidur untuk mereka.
"Kami sengaja ingin menunggu Mommy. Aku tidak bisa tidur tanpa ciuman selamat tidur dari Mommy." Kata Nala dengan manisnya.
"Aww.... sayang." Davina membungkuk sebelum akhir memberikan kecupan di pipi dan puncak kepala Nala. Davina kemudian berjalan mendekati Nathan dan melakukan hal yang sama.
"Aku mencintaimu, Mommy." Kata Nala. "Dan, Nathan juga mencintai Mommy."
Davina tersenyum, meskipun Kevin telah menyakiti nya, kedua anak itu adalah hadiah terbaik dari Kevin untuk dirinya.
Anak-anaknya berarti dunia baginya dan hanya itu yang penting.
****
Keesokan paginya.
"Selamat pagi, Nona Davina." Seorang staf menyapa Davina dengan sopan.
"Selamat pagi." Jawab Davina sembari tersenyum..
Davina sampai di perusahaan Ardonio Corporation untuk menggantikan posisi ayahnya.
Wanita itu mengenakan setelan bisnis feminin berwarna biru muda dengan sepatu hak tinggi. Rambutnya dibiarkan terurai di bahunya, membuatnya tampak seperti wanita berkelas.
"Nona Davina, anda di minta kehadirannya di ruang konferensi." Kata seorang wanita yang merupakan asisten Davina— Olafia Charlotte. Olafia kemudian mendekati Davina dan membisikan sesuatu. "Semua anggota dewan ada di sini dan mereka tampaknya tidak senang."
Davina mengernyitkan dahinya. Dia tahu mengapa mereka ingin menemuinya. Berani sekali mereka menunjukkan ketidaksetujuan mereka padanya di hari pertama dirinya bekerja.
"Aku tahu ini akan terjadi, itu sebabnya aku datang dengan persiapan," kata Davina sembari menyeringai. Mereka tidak akan bisa menyingkirkannya semudah itu.
***
*Ruang konferensi.
"Jangan tersinggung, Tn Edwar. Tapi putri anda datang entah dari mana dan dia tiba-tiba dia yang mengambil alih perusahaan? Saya tahu dia keluarga anda, tapi langkah yang anda ambil ini, bukankah terlalu ceroboh? Bagaimana saya bisa yakin kalau investasi saya akan aman di perusahaan ini?."
Davina baru saja melangkahkan kakinya masuk kedalam ruang konferensi, dan dia mendengar seseorang yang mempertanyakan hal tersebut.
Tidak sulit untuk mengenali suaranya, karena Davina tahu siapa yang bertanya seperti itu. Dia adalah Albert Brave, salah satu anggota dewan.
Didalam ruang konferensi, Alister Edwar Ardonio mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan pria itu. Pria paruh baya itu hendak menjawab, tetapi Davina melanjutkan langkahnya masuk kedalam.
"Selamat pagi, semuanya. Semoga aku tidak datang terlambat." Kata Davina dengan nada percaya dirinya.
Melihat Davina masuk, Edwar tersenyum.
Meski dia baru menemukan Davina enam tahun yang lalu, Edwar dapat mengenal putrinya dengan sangat baik. Davina jelas bukan orang yang bisa bergantung belas kasihan pada orang lain. Edwar tau jika putrinya itu mampu mengurus dirinya sendiri.
Davina menatap Albert. "Saya mengerti kekhawatiran anda dan karena itulah saya berencana meluncurkan desain perhiasan baru yang saya yakin seratus persen akan menjadi desain terlaris."
Albert tersenyum picik. "Kami memiliki begitu banyak desainer di perusahaan kami. Apa yang membuat anda berpikir desain milik anda akan istimewa?"
"Percayalah pada saya... saya akan segera meluncur desainnya dan setelah itu... kita bisa berdiskusi untuk mengetahui kemampuan saya."
Terlihat, anggota dewan yang lainnya mengangguk setuju. Toh, mereka tidak sepenuhnya bisa menentang karena Davina adalah putri CEO.
Namun, Albert kembali buka suara. "Meluncurkan desain baru saja tidak cukup. Kami ingin tahu apa yang akan Anda lakukan untuk mengembangkan perusahaan dan menghasilkan lebih banyak keuntungan bagi kami."
Davina mengernyitkan dahinya. Entah mengapa dia merasa Albert tampak ingin mengungkit hal ini. Wanita itu memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Apakah kemitraan dengan Grup Delwyn akan memuaskan anda?."
Albert mengangkat sebelah alisnya, dia tersebut mengejek. "Anda pasti bercanda. Anda bahkan belum pernah bekerja sebelumnya, mengapa CEO Grup Delwyn setuju untuk bekerja sama dengan anda?."
"Saya sudah mendapatkan tawaran darinya, Tuan Albert. Setelah saya menandatangani kontrak, saya ingin bekerja dengan tenang, tanpa ada siapapun yang mengusik. Mengerti?." Kata Davina.
Albert mendengus kesal, pria itu menyadari bahwa dirinya tidak memiliki alasan lagi untuk menentang dan kembali duduk di kursinya.
Setelah pertemuan selesai, Edwar menatap putrinya. "Maaf, Albert mempunyai pengaruh besar dan dia pasti sudah punya kandidat lain untuk posisi ini."
Davina tersenyum. "Jangan khawatir, Ayah. Aku tidak akan mengecewakanmu."
***
Davina kemudian pergi menuju ruang kerjanya sendiri. Wanita memberi instruksi kepada asistennya. "Atur pertemuan dengan Grup Delwyn. Katakan pada mereka bahwa kita setuju untuk bermitra, tapi kita akan menetapkan ketentuannya."
***
Sementara itu, di tempat lain— perusahaan Delwyn Grup.
"Tn. Kami telah mendapatkan panggilan dari perusahaan Ardonio Corporation. Mereka telah menerima penawaran anda." Lapor Bara— asisten Kevin.
Terlihat, mata Kevin berbinar. Dia menjadi teringat dengan Davina Grizelle Ardonio dan ada sesuatu yang menggelitik dalam dirinya. Wajah wanita itu adalah satu-satunya yang dirinya pikirkan sepanjang malam..
Kevin menganggukkan kepalanya. "Segera atur pertemuannya. Aku perlu menandatangani kontrak dengannya sebelum dia berubah pikiran."
Bara mengernyitkan dahinya, dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, tentang sejak kapan bos nya itu bisa merasa khawatir jika seseorang berubah pikiran dengan kontrak mereka?
"Kenapa kau masih berdiri disana?." Tanya Kevin. "Cepatlah sebelum kita kehilangan kemitraan ini!." Bentaknya.
"B-baik, Tuan. Saya akan selesaikan." Jawab Bara, bergegas keluar dari ruangan Kevin.
Kevin bertindak seolah-olah hidupnya bergantung pada kemitraan itu.
Ketika Bara keluar untuk mengatur pertemuan, bersamaan dengan itu Daisy Liana menekan tombol kursi rodanya bergerak maju masuk kedalam ruangan Kevin. Dan Daisy kebetulan mendengar percakapan Kevin dan Bara.
"Kevin, kamu sudah mendapatkan kerja sama dengan Paman Edward?." Tanya Daisy saat dia sudah berada lebih dekat dengan meja kerja Kevin.
Kevin mengernyitkan dahinya, dia tidak menyangka akan melihat Daisy di ruangannya. Pria itu kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya, aku membutuhkan desainer untuk perusahaan perhiasan ku yang baru." Jawabnya sembari beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke kamar mandi.
Daisy kebetulan melihat berkas perusahan baru yang sedang Kevin buka diatas meja.
Namun, ketika Daisy membaca nama perusahaan itu, dia mengepalkan tangannya.
[Perusahaan perhiasan MIRAVIN]
Bahkan orang bodoh pun tahu bahwa nama itu adalah gabungan dari nama Kevin dan Elmira. Kebencian terpancar di mata Daisy dan kemarahan membuncah dalam dirinya.
Elmira memang sudah menjadi hantu, tetapi wanita itu masih memiliki hati Kevin!.
"Tn. Pertemuan dengan Nona Davina sudah diatur—" Kata Bara ketika dia masuk ke ruangan Kevin, tetapi dia kemudian berhenti ketika melihat Daisy. Dia tidak menyangka jika Daisy masih berada disini.
"Apa maksudmu pertemuan dengan Nona Davina?." Tanya Daisy.
"Maaf, Nyonya. Saya tidak tahu jika anda masih berada di ruangan ini. Tidak seharusnya saya mengungkapkan detail bisnis ini. Jika anda memiliki pertanyaan, anda dapat mengkonfirmasikannya dengan bos," kata Bara sebelum akhirnya dia pamit untuk pergi.
Daisy menyadari wanita yang mirip dengan Elmira akan bekerja sama dengan Kevin.
Ketika dia mengingat bagaimana cara Kevin menatap Davina di pesta kemarin dan ketika Kevin mencengkram lengan Davina kemarahan membakar dirinya. Dia jelas tidak bisa membiarkan mereka bekerja sama. Tidak seorang pun bisa merebut Kevin darinya.
Tidak akan mungkin!
Tatapan mata Daisy di penuhi kecemburuan dan kemarahan.