Ini bukan tentang harga diri lagi, ini hanya tentang mencintai tanpa dicintai.
Aruna nekat menjebak calon Kakak iparnya di malam sebelum hari pernikahan mereka. Semuanya dia lakukan hanya karena cinta, namun selain itu ada hal yang dia perjuangkan.
Semuanya berhasil, dia bisa menikah dengan pria yang dia inginkan. Namun, sepertinya dia lupa jika Johan sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini. Yang dia cintai adalah Kakaknya, bukan Aruna. Hal itu yang harus dia ingat, hingga dia hanya mengalami sebuah kehidupan pernikahan yang penuh luka dan siksaan. Dendam yang Johan punya atas pernikahannya yang gagal bersama wanita yang dia cintai, membuat dia melampiaskan semuanya pada Aruna. Perempuan yang menjadi istrinya sekarang.
"Kau hanya masuk dalam pernikahan semu yang akan semakin menyiksamu" -Johan-
"Jika perlu terluka untuk mencintaimu, aku rela" -Aruna-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Benar-benar Menjebaknya
Aruna mengerjap pelan, sinar matahari yang masuk ke celah jendela, membuatnya terbangun. Bangun dengan tersentak saat dia sadar berada dimana? Ya Tuhan, dia berada di kamar Johan. Bahkan tubuhnya dalam keadaan polos. Aruna menarik selimut sampai ke dada, tubuhnya terasa begitu sakit dan seolah begitu remuk. Melirik ke sampingnya, dan melihat Johan yang masih terlelap. Sejenak Aruna hanya menatap mata yang terpejam itu. Mata yang biasanya menatap Aruna dengan penuh kebencian dan kemarahan.
"Apa dia akan marah jika tahu kita telah ..." Aruna ingin beranjak turun dari tempat tidur, saat tiba-tiba sebuah tangan menariknya hingga dia kembali terjatuh ke atas tempat tidur. Tubuh Aruna sudah bergetar ketakutan saat melihat Johan yang menatapnya. "Kak Jo, aku bisa jelasin. Aku tidak berniat untuk ... Kak Jo?"
Aruna malah merasa bingung saat Johan malah menariknya ke dalam pelukan. Wajah Aruna tepat berada di dada bidang pria itu sekarang. Aruna bisa menghirup aroma tubuh pria ini, bahkan suara detak jantungnya bisa Aruna rasakan.
"Kak Jo?" Aruna sedikit mendongak dan menatap Johan yang kembali memejamkan matanya. "Tidurlah lagi, aku tidak pergi ke Kantor hari ini"
Aruna mengerjap dengan kaget, apa maksudnya ini? Kenapa Johan tiba-tiba memeluknya seperti ini. Dan sial, itu membuat jantung Aruna berdebar tak karuan.
Apa aku sedang bermimpi? Atau aku sudah mati? Kenapa sikap Kak Jo bisa berubah seperti ini?
Aruna mencoba untuk mencubit pipinya sendiri, dia mengaduh kesakitan. Memastikan jika ini adalah nyata dan bukan mimpi. Aruna menatap dada bidang yang tepat berada beberapa centimeter di depannya sekarang.
"Kak Jo, kenapa Kak Jo mabuk semalam?" tanya Aruna pelan, dia masih cukup takut dengan sikap Johan ini.
"Aku lelah dengan pekerjaan, jadi melampiaskan dengan minum"
Aruna kembali terdiam, dia bingung harus bicara apalagi saat ini. Sikap Johan yang berubah dengan tiba-tiba sungguh masih membuat Aruna sangat terkejut dan takut dalam satu waktu.
"Ak-aku tidak bermaksud menggoda Kak Jo. Tapi semalam ... Kak Jo yang menarik tanganku saat aku membersihkan tubuhmu"
Johan berdecak pelan, membuat Aruna beringsut ketakutan. Johan melerai pelukannya dan menatap Aruna dengan lekat. Tangannya yang terangkat, membuat Aruna langsung memejamkan matanya degan menutup wajah dengan kedua tangannya. Ketakutan.
Johan terdiam, dadanya berdenyut nyeri. Dia menghela nafas pelan, dan mengelus kepala Aruna dengan lembut. "Pergilah mandi dan berganti pakaian. Hari ini orang tuaku ingin kita pergi ke rumahnya"
Aruna membuka perlahan tangan yang menutupi wajahnya sendiri karena takut Johan akan memukulnya. Lalu dia terkejut saat merasakan elusan lembut di kepalanya. Saat membuka mata, Johan sudah bangun dan terduduk disampingnya. Membiarkan dadanya terlihat jelas.
Aruna segera mengambil piyama tidur yang dia pakai semalam, segera memakainya dan pergi dari kamar Johan. Dia mengangguk pelan saat akan keluar dari kamar. Masih begitu takut dengan Johan.
Sementara di dalam kamar, Johan mengusap wajah kasar. Dia melirik seprei putih disampingnya, ada bercak merah disana. Dan itu membuat kepalanya semakin pusing.
"Jika dia masih gadis, kenapa malam itu menjebakku?" Johan sudah tersadar sejak tadi malam ketika dia melihat bercak merah yang menetes pada seprei putih itu. Membuat dia sadar, jika Aruna belum pernah melakukannya, dan ini adalah yang pertama baginya. "Dan malam itu? Apa tidak terjadi apa-apa diantara kita?"
Pertanyaan yang membuat kepalanya mulai berdenyut sakit. Memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dan yang tidak dia ketahui tentang itu.
*
Aruna merias dirinya untuk pergi ke rumah mertuanya itu. Setidaknya Aruna tahu jika orang tua Johan tidak membencinya, mereka sayang pada Aruna dan tidak benci atas apa yang pernah Aruna lakukan. Menjebak Johan di malam pernikahannya dengan Jesika.
Berada dalam perjalanan dengan Asisten Johan yang menjemput mereka. Aruna memang baru beberapa kali saja bertemu dengan Asisten Johan yang bernama Arvin. Dia terlihat baik, berwajah ramah dengan kacamata yang selalu dia gunakan.
"Kak Arvin, bisa mampir dulu ke toko kue itu?" ucap Aruna menunjuk toko kue di depannya. "Ibu suka kue dari toko itu, aku ingin membelinya"
"Ah, baiklah"
Arvin menghentikan mobil di depan toko kue itu, dan Aruna segera turun. Namun sebelum turun, Johan menahan tangannya. Memberinya uang untuk membeli kue di toko itu.
"Ah, aku ada uang kok"
"Ambil saja, dan simpan uangmu"
Aruna hanya mengangguk dan segera masuk ke dalam toko.
"Jo, apa kau masih ingin menyiksanya? Lihatlah, dia bahkan begitu perhatian pada Ibumu. Kau mana tahu jika toko kue ini adalah langganan Ibumu"
"Sudah kau cari tahu?"
Arvin menghela nafas pelan, Johan memang tetap Johan. Tidak akan mendengarkan ucapan orang lain atau saran orang lain. "Sudah, dan aku mengecek cctv di hotel itu. Dan kau akan terkejut jika melihatnya. Aku sudah mengirimkan ke ponselmu"
Dan tepat pada saat itu ponselnya berbunyi, itu notifikasi pesan. Dan dia melihat rekaman cctv yang Arvin dapatkan dari pihak keamanan hotel. Atas nama Johan dan dirinya, tentu hal itu tidak cukup sulit.
"Jadi dia ..."
"Ya, dia hanya berpura-pura menjebakmu saja. Tapi, apa tujuannya aku tidak tahu. Selain dia yang ingin menikah denganmu, aku rasa dia punya alasan lain untuk itu" jelas Arvin, dia tersenyum tipis melihat wajah Johan yang terlihat terkejut dan kebingungan dari kaca spion di atasnya
"Jika kau ingin lebih tahu, sebaiknya coba tanyakan saja. Tapi, aku merasa memang dia menyembunyikan banyak hal. Karena aku sempat mencoba menanyakan tentang dia pada Dosen di Kampus dia dulu, dan Aruna dikenal dengan sosok gadis pendiam dan tidak banyak bergaul. Entah kenapa dia seperti itu. Pantas saja selama ini seperti tidak punya teman dekat"
Johan terdiam, dia memutar kembali rekaman cctv itu. Terlihat Aruna yang membawa Johan masuk ke dalam kamar hotel, dan setelah itu terlihat Aruna yang sengaja membuka pakaian Johan yang tidak sadarkan diri, lalu dia membuka pakaiannya sendiri, meski tidak semuanya. Hanya menyisakan pakaian dalam saja. Naik ke atas tempat tidur dan Aruna tidur dengan memeluk Johan. Benar-benar tidak ada yang terjadi lagi setelah itu.
"Jadi, apa yang dia rencanakan sebenarnya?"
"Aku tidak tahu, tapi coba kau jangan bersikap sangat kejam padanya. Coba untuk bersikap baik dan kau bisa bertanya dengan perlahan"
Mereka berhenti membahas hal itu, saat Aruna sudah keluar dari toko dengan membawa paper bag ditangannya. Kembali masuk ke dalam mobil.
"Ini kembaliannya Kak, uangnya kebanyakan" ucap Aruna dengan memberikan dua lembar uang pada Johan.
Johan menatap uang itu dengan kening mengernyit dalam. "Kenapa kau kembalikan padaku? Ambil saja, lagian aku ... Sudahlah, ambil saja uangnya"
Arvin hanya tersenyum melihat sikap Johan. Dia tahu apa yang akan dikatakan oleh Johan barusan. Namun dia tidak jadi mengatakannya.
Kau bahkan tidak pernah memberikannya uang 'kan? Memang sialan kau, Jo!
Mobil kembali melaju meninggalkan toko kue itu.
Aruna mengangguk pelan, dia memasukan uang itu ke dalam tasnya. "Terima kasih, Kak"
Bersambung
Karena aku baik, aku kasih satu bab lagi. Awas gak kalian baca!
selamat ya Jo.... selamat menuai, yg slama ini kau tanam