Kazuya tak pernah merasa lebih bersemangat selain saat diterima magang di perusahaan ternama tempat kekasihnya bekerja. Tanpa memberi tahu sang kekasih, ia ingin menjadikan ini kejutan sekaligus pembuktian bahwa ia bisa masuk dengan usahanya sendiri, tanpa campur tangan "orang dalam." Namun, bukan sang kekasih yang mendapatkan kejutan, malah ia yang dikejutkan dengan banyak fakta tentang kekasihnya.
Apakah cinta sejati berarti menerima seseorang beserta seluruh rahasianya?
Haruskah mempertahankan cinta yang ia yakini selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riiiiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Pertemuan di Kantor
Beberapa kali Aronio mencoba menelepon Kazuya, tapi panggilannya tak juga diangkat. Semakin lama, rasa tak tenang bercampur kesal mulai menguasainya, meski ia sendiri sulit mendeskripsikan apa yang sebenarnya ia rasakan.
Kenapa nggak bilang? pikirnya dengan frustrasi.
Ia mendesah berat, matanya memandang kosong ke arah ponselnya yang diam tanpa respons. Jadi Anak magang itu… Kazuya? Kekasihnya? Jika benar, kenapa semua orang tahu kecuali dirinya?
Berarti keberadaannya di kantor ini sudah sejak kemarin. Aronio mengatupkan rahangnya, mencoba menahan gejolak pikiran yang terus berputar. Kenapa Kazuya tidak memberitahu dirinya? Kenapa? Pertanyaan itu muncul berulang kali, menghantui pikirannya tanpa jawaban.
Ia menghela napas panjang, melirik layar ponsel yang menunjukkan panggilannya kembali tak diangkat. Bisa saja ia langsung memanggil Kazuya ke ruangannya. Tapi tidak. Ia ingin pembicaraan ini terjadi secara empat mata, tanpa interupsi dari siapapun.
Aronio ingin tahu alasan Kazuya berada di sini. Dan yang paling membuatnya resah, mengapa Kazuya memilih untuk tidak memberitahunya?
“Pak Aro, rapatnya udah mau mulai, Pak,” suara sekretarisnya terdengar, lembut namun tegas, menginterupsi obrolan yang sedang berlangsung.
Aronio hanya bisa menghela napas pelan, menyadari bahwa waktu untuk memikirkan hal tersebut tertunda dahulu. Ia mengangguk singkat, melirik sekeliling sebelum akhirnya berdiri, bersiap menuju ruang rapat dengan ekspresi datar yang sulit diterka.
......................
Aronio baru saja keluar dari ruang kerjanya, langkahnya cepat menuju ruang rapat di ujung lorong. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat sosok yang familiar berdiri di dekat pintu masuk ruang rapat sambil memegang beberapa dokumen. Kazuya.
Matanya langsung menajam, ada campuran rasa kesal dan bingung dalam tatapannya. Apalagi mengingat panggilannya yang tidak sama sekali gubris oleh Kazuya. Tanpa berpikir panjang, ia menghampiri Kazuya. "Kazuya." Suaranya masih terdengar lembut meskipun perasaan sedang tidak baik-baik, suaranya pelan agar tidak menarik perhatian orang lain yang berlalu lalang di koridor.
Kazuya, yang menyadari kehadiran Aronio, tampak kaku sejenak sebelum berusaha tetap tenang. Ia mengalihkan pandangan, pura-pura sibuk merapikan dokumen di tangannya. Rasanya ia belum sanggup untuk berbicara, tidak tahu mengapa ia merasa belum mau berjumpa Aronio, kemana kebahagiaan yang membuncah kemarin ingin segera memberi tahu keberadaannya di kantor ini, semua lenyap berganti rasa malas. Ia pun sadar sudah seharusnya juga Aronio kesal dengan dirinya karena tidak memberitahu, tetapi saat ini ia tidak ingin menjelaskan. Apa perasaan kesal yang tertahan di hatinya. Apakah karena baru mengetahui fakta sikap Aronio di dunia kerjanya? Haruskah ia bisa lebih dewasa untuk mengerti dunia Aronio yang berbeda dengannya.
"Yayaaa..." Suara Aronio kembali terdengar, lebih lembut dari sebelumnya. Kedewasaan Aronio memang sungguh bisa diapresiasi, bisa meredam kekesalan dihatinya yang sudah menggumpal. "Yaya kenapa telepon mas nggak diangkat?"
Kalimat itulah yang keluar dari mulutnya. Padahal begitu banyak pertanyaan lain yang berkumpul dikepala menuntut jawaban segera.
Kazuya menatap Aronio sekilas, raut wajahnya datar namun ada sedikit rasa bersalah di matanya. "Sekarang bukan tempat yang pas buat ngomongin ini, Mas." jawabnya pelan. Seolah tidak tahu apalagi yang ingin ia ucapkan.
"Kenapa nggak, Yaya? Mas udah nelponin kamu dari tadi, Yaya in—" Aronio menahan nada suaranya agar tetap tenang. Namun ucapannya belum sempat selesai segera Kazuya potong.
"Permisi, Pak. Sepertinya rapatnya akan segera mulai." Gelagat Zuya berubah. Ia berkata formal seperti karyawan memanggil Aronio di kantor, ia tidak ingin ada yang melihat interaksi dekat keduanya. Hal tersebut membuat Aronio sepenuhnya terkejut. Helaan nafasnya terdengar tidak beraturan. Ada perasaan yang benar-benar ia pendam dan berusaha keras menahannya.
"Nanti pulang sama mas, mas tunggu di parkiran kantor." Kini suara Aronio terdengar tegas, berubah dari sebelumnya. Ucapannya terdengar telak tidak ingin di bantah. Meskipun suara Aronio pelan, Kazuya yang sudah berjalan beberapa langkah dari posisinya masih bisa mendengar dengan jelas bahkan nada tegas yang pertama kali ia dengar selama ia berpacaran dengan Aronio.
Kazuya menghela napas panjang, lalu menatap Aronio dengan serius. "Mas untuk saat ini Yaya nggak mau orang-orang kantor tau hubungan kita," ucapnya cepat. Ketika Aronio sempat menahan dirinya dengan memegang tangannya. Ada perasaan takut ketika ia mengatakan itu, apalagi dengan suasana hati Aronio yang jelas ia tahu sedang tidak baik.
Aronio mematung sejenak, terdiam. Tapi tatapannya tidak lepas dari Kazuya. Ia menghela napas berat, mencoba menahan emosinya. "Yaya. Kita bahas nanti." Aronio mengubah suaranya kembali menjadi lembut setelah melihat raut ketakuan dari Kazuya.
Aronio sudah melangkah masuk ke ruang rapat, meninggalkan Kazuya yang kini hanya bisa berdiri terpaku dengan perasaan campur aduk.
"Lo kenal Pak Aronio?" Suara itu tiba-tiba memecah lamunannya, membuat Kazuya Tersentak.
Ia menoleh cepat, menemukan seseorang menatapnya dengan penasaran. Butuh beberapa detik bagi Kazuya untuk memproses pertanyaan itu, apalagi otaknya masih sedikit tertinggal dalam pikirannya sendiri.
"Hah?" Kazuya menoleh, alisnya terangkat, ekspresinya jelas menunjukkan kebingungan. Namun, begitu ia mengenali siapa yang bertanya, ia menarik napas panjang, mencoba menetralisir rasa gugup yang mulai muncul.
"Siapa sih yang nggak kenal?" ujarnya, mencoba terdengar santai meski nada suaranya agak kaku. "Maksud saya, semua orang juga pasti kenal Pak Aro." Kazuya memasang senyum tipis, berharap jawaban itu cukup untuk menutupi kegugupannya.
Senyum lebar ia pasang di wajahnya, meskipun dadanya masih terasa sesak. Ada perasaan tak menentu sejak Aronio bertemu dengannya barusan. Ia tahu harus bersikap biasa-biasa saja, tapi pertanyaan Antar seperti menusuk langsung ke pikirannya yang sedang berantakan. Membuat tubuhnya merespon berlebihan.
"No! I mean as personal," lanjutnya dengan nada datarnya itu, belum puas dengan jawaban Kazuya sebelumnya. Ada nada curiga yang terselip dalam ucapannya, mungkin karena ia sempat memperhatikan interaksi berbeda antara Kazuya dan Aronio sebelumnya.
"Ehh iya, rapatnya udah mau mulai. Ayok masuk," ucap Kazuya buru-buru, dengan nada sedikit ceria, mencoba mengalihkan topik pembicaraan. "Nggak enak dong, masa kita sebagai anak magang datangnya terlambat."
Antar menatap Kazuya dengan ekspresi datarnya yang khas, seolah membaca maksud sebenarnya dari alibi tersebut. Namun, tanpa mengucapkan apa pun, ia hanya mengangkat alis sedikit dan melangkah mendahului Kazuya menuju pintu ruang rapat.
"Lo ngomong banyak, tapi jalan lambat," gumam Antar singkat sambil melirik ke belakang dimana Kazuya yang masih dalam posisi semulanya. Padahal perempuan tersebut yang meworo dirinya agar segara masuk ke ruang rapat.
Kazuya sedikit tertegun, tapi buru-buru mengimbangi langkahnya. "Ya namanya juga sopan, Mas... eh, Antar," sahutnya, berusaha mencairkan suasana dengan sedikit bercanda. Satu hal yang baru diketahuinya ternyata Antar meskipun dingin bisa juga mengajak dirinya berbicara. Ia kira diawal kemarin lelaki itu enggan sekali berinteraksi dengannya.
......................