NovelToon NovelToon
The King Final Sunset

The King Final Sunset

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cintapertama / Poligami / Perperangan / Kultivasi Modern / Penyelamat
Popularitas:886
Nilai: 5
Nama Author: Mrs Dream Writer

Zharagi Hyugi, Raja ke VIII Dinasti Huang, terjebak di dalam pusara konflik perebutan tahta yang membuat Ratu Hwa gelap mata dan menuntutnya turun dari tahta setelah kelahiran Putera Mahkota.

Dia tak terima dengan kelahiran putera mahkota dari rahim Selir Agung Yi-Ang yang akan mengancam posisinya.

Perebutan tahta semakin pelik, saat para petinggi klan ikut mendukung Ratu Hwa untuk tidak menerima kelahiran Putera Mahkota.

Disaat yang bersamaan, perbatasan kerajaan bergejolak setelah sejumlah orang dinyatakan hilang.

Akankah Zharagi Hyugi, sebagai Raja ke VIII Dinasti Huang ini bisa mempertahankan kekuasaannya? Ataukah dia akan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs Dream Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pesona Mei Li

Di kediamannya, Sang Ratu berjalan mondar-mandir dengan ekspresi murka yang tak dapat ia sembunyikan. Kain sutra merah yang menjuntai dari bahunya berayun mengikuti gerakannya, mencerminkan amarah yang membara.

“Selir Agung Kerajaan? Bagaimana bisa Yang Mulia Raja melakukannya?!” suaranya lantang memecah kesunyian. Para pelayan yang ada di sekitarnya menundukkan kepala, tak berani menatap langsung.

Dayang Won, yang berdiri paling dekat, mencoba meredakan ketegangan dengan suara hati-hati. “Yang Mulia, mungkin ada alasan di balik keputusan Raja. Mei Li sudah lama berada di istana dan dikenal setia kepada Putera Mahkota.”

Namun, pernyataan itu hanya memperburuk suasana. Sang Ratu berbalik, matanya menatap tajam ke arah Dayang Won. “Setia? Apa yang dia lakukan semalam di kamar Raja itu bukan kesetiaan, tapi pengkhianatan! Dia hanya pelayan, tidak lebih!”

Dayang Won menunduk lebih dalam, tak berani menanggapi lagi.

Ratu melanjutkan dengan suara yang kini lebih rendah, namun sama berbisanya. “Aku tidak akan tinggal diam. Mei Li mungkin telah memenangkan hati Raja, tapi dia tidak akan mudah mendapatkan pengakuan dari para bangsawan atau rakyat. Aku akan memastikan dia tahu tempatnya.”

Sementara itu, di ruang kerja Raja Zharagi, suasana jauh berbeda. Zharagi duduk dengan tenang, namun matanya tajam mengawasi dokumen-dokumen yang baru saja diberikan oleh Tarei.

“Yang Mulia,” Tarei berbicara perlahan, “keputusan Anda untuk mengangkat Mei Li menjadi Selir Agung tentu akan menimbulkan reaksi. Para bangsawan mungkin tidak akan menerimanya begitu saja.”

Zharagi meletakkan dokumen yang dipegangnya dan memandang Tarei dengan sorot mata yang tegas. “Aku tidak peduli apa yang mereka pikirkan. Mei Li telah membuktikan kesetiaannya. Dia lebih layak daripada siapapun di istana ini. Jika ada yang berani menentang, mereka harus berhadapan denganku.”

Tarei menunduk hormat. “Saya mengerti, Yang Mulia. Tapi mungkin akan bijak untuk segera memperkuat posisi Mei Li. Memberikan tanggung jawab resmi atau gelar tambahan akan membantu membungkam para penentang.”

Zharagi mengangguk. “Aku akan mempertimbangkannya. Untuk saat ini, pastikan dia mendapatkan perlindungan penuh. Aku tidak ingin ada satu pun yang mencoba menyakitinya.”

Di tempat lain, Mei Li duduk di kamarnya yang baru, yang kini jauh lebih megah dibandingkan kamar dayang sebelumnya. Namun, kemegahan itu tak membuat hatinya tenang. Ia tahu, posisi barunya membawa banyak risiko.

Saat Mei Li sedang termenung, pintu kamar diketuk pelan. Seorang pelayan masuk, membawakan surat dari Raja.

Mei Li membuka surat itu dan membaca:

“Mei Li,

Aku tahu keputusan ini akan membawa banyak perubahan dalam hidupmu. Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku ada di sisimu. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu. Mulai sekarang, kau adalah bagian dari hidupku yang tak tergantikan. Bersiaplah, karena jalan yang kita pilih tidak akan mudah.

— Zharagi”

Mata Mei Li berkaca-kaca membaca surat itu. Dia tahu bahwa Raja Zharagi benar-benar tulus, tetapi apakah dia siap menghadapi badai yang akan datang?

Di sisi lain, Sang Ratu mulai menyusun rencananya. Ia memanggil beberapa penasihat kepercayaannya dan mulai berbicara.

“Mei Li mungkin telah mencuri perhatian Raja, tapi dia tidak akan bertahan lama. Aku ingin kalian menyelidiki masa lalunya. Cari apa pun yang bisa dijadikan kelemahan. Aku akan memastikan dia tidak pernah merasa aman di istana ini.”

Intrik dan konspirasi mulai berkembang di dalam istana. Sementara Zharagi dan Mei Li mencoba membangun hubungan mereka, ancaman dari Sang Ratu dan para bangsawan terus membayangi. Malam itu, keputusan Zharagi untuk mencintai Mei Li membawa awal baru—bukan hanya untuk cinta mereka, tetapi juga untuk pertarungan kekuasaan yang lebih besar.

Mei Li duduk di kursi kayu berukir halus di kamar Putera Mahkota, mengenakan pakaian sederhana namun tetap anggun. Putera Mahkota, yang sebentar lagi akan menginjak usia dua tahun, menggenggam jari ibunya sambil menyusu dengan tenang. Wajahnya cerah dan polos, mengingatkan Mei Li akan Zharagi saat masih muda—memancarkan kekuatan dan kemuliaan meski dalam kelembutan seorang anak.

Ketukan lembut terdengar di pintu. Sebelum Mei Li sempat mempersilakan masuk, pintu terbuka, dan Raja Zharagi melangkah masuk dengan penuh wibawa. Ia mengenakan baju perang yang berkilau dengan lambang kerajaan tersemat di dadanya. Namun, ada kelembutan di matanya saat pandangannya jatuh pada Putera Mahkota dan Mei Li.

“Yang Mulia,” sapa Mei Li dengan nada penuh hormat, segera berdiri meskipun masih menggendong Putera Mahkota.

“Duduklah, Mei Li. Aku hanya ingin melihat anakku sebelum aku pergi,” ujar Zharagi, suaranya lembut namun berat oleh tanggung jawab yang akan diembannya.

Mei Li menurut, kembali duduk dengan Putera Mahkota yang mulai mengantuk di pelukannya. Zharagi melangkah mendekat, mengambil kursi di samping mereka. Ia memandangi wajah anaknya dengan penuh kasih. “Dia tumbuh begitu cepat,” gumamnya. “Sebentar lagi, dia akan menjadi pewaris yang kuat. Tapi aku khawatir… akankah aku bisa melihat dia tumbuh dewasa?”

Kata-kata itu membuat hati Mei Li mencelos. Ia tahu, perang yang akan dihadapi Zharagi bukanlah perang biasa. Musuh mereka kuat, dan ancaman terhadap kerajaan semakin nyata. Namun, Mei Li tidak ingin menunjukkan kekhawatirannya. Ia menatap Zharagi dengan penuh keyakinan.

“Yang Mulia akan kembali dengan kemenangan,” katanya pelan namun tegas. “Putera Mahkota membutuhkan ayahnya. Kerajaan membutuhkan pemimpinnya.”

Zharagi tersenyum tipis, tangannya terulur menyentuh pipi Mei Li. “Dan aku membutuhkanmu, Mei Li. Kau adalah kekuatan di balik semua ini, bahkan jika dunia tidak mengetahuinya.”

Mei Li merasakan panas di wajahnya, namun ia tidak menolak sentuhan itu. Hatinya dipenuhi dengan campuran rasa bangga dan takut. “Yang Mulia, saya hanya menjalankan kewajiban saya.”

“Tapi bagiku, kau lebih dari itu,” kata Zharagi, matanya menatap Mei Li dalam-dalam. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke Putera Mahkota yang tertidur lelap di pelukan ibunya. Zharagi berdiri dan mendekati mereka, menunduk untuk mencium dahi anaknya. “Aku berjanji, aku akan kembali untuk kalian.”

Mei Li mengangguk, matanya berkaca-kaca. “Kami akan menunggu Anda, Yang Mulia.”

Zharagi melangkah mundur, meluruskan punggungnya dengan sikap seorang raja yang siap menghadapi dunia. Namun, sebelum ia meninggalkan ruangan, ia menoleh kembali ke Mei Li. “Jika sesuatu terjadi padaku… lindungilah Putera Mahkota. Kau tahu apa yang harus dilakukan.”

Kata-kata itu membuat dada Mei Li sesak, namun ia mengangguk dengan penuh keyakinan. “Saya tidak akan membiarkan apa pun terjadi pada Putera Mahkota. Itu adalah janji saya kepada Anda.”

Zharagi tersenyum tipis, lalu pergi meninggalkan kamar. Mei Li tetap di tempatnya, memandangi pintu yang tertutup dengan hati yang berat. Ia tahu, perang yang akan dihadapi Zharagi bukan hanya tentang pedang dan pertempuran, tetapi juga tentang masa depan kerajaan yang mereka cintai.

Di tangannya, Putera Mahkota menghela napas kecil dalam tidurnya, seolah merasakan beratnya dunia yang menanti mereka.

Setelah Putera Mahkota terlelap dengan tenang di tempat tidurnya, Mei Li merapikan selimut sang pangeran kecil. Ia baru saja hendak meninggalkan kamar untuk memberi ruang bagi sang pengasuh ketika seorang pelayan mendekatinya dengan nada hormat.

"Mei Li, Yang Mulia Raja memerintahkan Anda untuk segera ke ruangan pribadinya," ujar pelayan itu.

Jantung Mei Li berdegup kencang mendengar pesan tersebut. Pikirannya melayang pada pertemuan mereka beberapa saat lalu, namun ia menundukkan kepala dan menjawab dengan tenang, "Baik, saya akan segera ke sana."

Mei Li berjalan menuju ruangan pribadi Raja dengan langkah yang hati-hati. Ia mencoba mengusir segala pikiran yang berkecamuk di benaknya, namun sulit baginya untuk tidak merasa cemas. Perintah untuk menemui Raja di ruang pribadinya jarang terjadi, terutama di saat seperti ini, menjelang keberangkatannya ke medan perang.

Saat tiba di depan pintu, Mei Li mengetuk dengan lembut, lalu pintu terbuka. Ruangan itu diterangi cahaya lilin yang hangat, menciptakan suasana yang hampir magis. Tapi yang membuat Mei Li terkejut adalah pemandangan di depannya.

Raja Zharagi tidak mengenakan baju perang lagi. Sebaliknya, ia kini mengenakan pakaian tidur berwarna gelap, duduk di tepi ranjangnya yang megah dengan ekspresi yang sulit ditebak. Matanya tajam, namun ada kelembutan yang tidak biasa di sana, seolah ia telah menyingkirkan semua beban kerajaannya di ruangan ini.

"Yang Mulia..." Mei Li membungkuk dalam-dalam, mencoba menutupi kegugupannya.

Zharagi mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Mei Li mendekat. "Kemari, Mei Li. Kita harus berbicara."

Mei Li menurut, melangkah mendekat dengan hati-hati. Tapi sebelum ia sempat bertanya, Zharagi berbicara lagi.

"Sebentar lagi aku akan pergi ke medan perang, dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku mungkin tidak kembali," ujarnya dengan nada pelan namun penuh ketegasan. "Namun, ada sesuatu yang harus kau ketahui sebelum aku pergi."

Mei Li menatapnya, menunggu dengan napas yang tertahan.

Zharagi berdiri, mendekatinya dengan langkah yang mantap. "Mei Li, kau telah menjadi lebih dari sekadar ibu bagi Putera Mahkota. Kau adalah seseorang yang aku percayai, seseorang yang aku... hargai lebih dari apa pun di dunia ini."

Wajah Mei Li memanas mendengar kata-kata itu. "Yang Mulia, saya hanya menjalankan tugas saya untuk kerajaan dan Putera Mahkota."

"Ini bukan hanya tentang tugas, Mei Li," kata Zharagi dengan nada tegas. "Kau tahu itu."

Zharagi menyentuh dagu Mei Li dengan lembut, memaksanya untuk mendongak dan menatapnya. "Jika ini adalah malam terakhirku di istana, maka biarkan aku jujur padamu. Setelah mendiang Selir Agung, kau adalah satu-satunya yang membuatku merasa seperti manusia, bukan hanya seorang raja."

1
MDW
terimakasih
MDW
bentar lagi nih
Ahmad Fahri
Gimana nih thor, update-nya kapan dong?
Mưa buồn
Ceritanya bikin nagih dan gak bisa berhenti baca.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!