Elora percaya bahwa cinta adalah segalanya, dan ia telah memberikan hatinya sepenuhnya kepada Nolan, pria penuh pesona yang telah memenangkan hatinya dengan kehangatan dan perhatian. Hidup mereka terasa sempurna, hingga suatu hari, Nolan memperkenalkan seorang teman lamanya, kepada Elora. Dari pertemuan itu, segalanya mulai berubah.
Ada sesuatu yang berbeda dalam cara mereka bersikap. Perhatian yang terlalu berlebihan, dan senyuman yang terasa ganjil. Perlahan, Elora mulai mempertanyakan kebenaran hubungan mereka.
Apakah cinta Nolan kepadanya tulus, atau ada rahasia yang ia sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Skyler, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Melepas Rindu
"Kak.. sedang apa?" Elora tengah berbaring di ranjang, sambil menelpon pak dokter kesayangan
"Baru selesai seminar, ini baru aja nyampe kamar,"
"Pasti capek ya.."
"Yah lumayan, besok hari terakhir. Setelah itu aku bisa pulang. Udah lama nggak ketemu kamu,"
El langsung tersipu malu, dia sudah sangat merindukan kekasihnya. "Jadi besok, kita bisa ketemu dong,"
"Iya sayang.."
Hati El menjerit bahagia dipanggil sayang oleh orang terkasihnya. "Tapi, kakak ke rumah aja, aku nggak bisa keluar soalnya,"
"Memangnya kenapa?"
"Kaki aku sakit, tadi sewaktu di puncak aku jatuh dari kuda. Makanya aku sama temen-temen mutusin langsung pulang."
El belum selesai bicara, namun panggilan tiba-tiba terputus. Dia mencoba menekan kembali nomor kekasihnya, namun tidak bisa terhubung.
"Kak Nolan ini kenapa sih, kok tiba-tiba ponselnya nggak aktif," Dia akhirnya menyerah dan meletakkan ponselnya di atas nakas.
Sore berganti malam, terangnya sinar mentari digantikan oleh kerlip lampu-lampu di seluruh penjuru kota. El baru saja selesai mandi, saat tiba-tiba ketiga sahabatnya datang.
Mereka membawa banyak bingkisan, semuanya adalah makanan kesukaan El.
"Wah, makasih banyak, kalian udah repot-repot bawa semua yang gue suka," ujarnya sembari terkekeh
"Ck, udah deh nggak usah basa-basi." Ucap Feby
Mereka bertiga ikut duduk diatas ranjang dan mengelilingi El
"Tumben lo ikut, udah nggak sibuk lagi?" Tanya El pada cindy
"Ini kan udah malem El. Nggak mungkin gue masih kerja,"
"Biasanya kalo kita ajak ngumpul lo selalu nolak,"
"Ya sorry, pulang kantor gue capek banget. Makanya nggak bisa ikut ngumpul. Kalian pasti bakal tau rasanya kalau udah kerja,"
"Ck, alesan dia aja. Kayaknya dia udah nggak mau temenan sama kita," sela Arga
"Iya, dia lebih milih temenan sama pekerja kantoran," timpal Feby
Mereka lalu bersenda gurau seperti biasa. Arga bahkan tertawa sampai jungkir balik, saat mendengar El bercerita, kalau dirinya hampir saja diangkut gerobak oleh Pak kusir. Di tengah keseruan bercerita, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamar, yang membuat tawa mereka terhenti.
"Siapa El.?" Tanya Feby, namun El hanya mengedikkan bahunya.
"Masuk..,"
Ceklek..
Perlahan pintu terbuka, lalu sosok yang beberapa hari ini sangat ia rindukan, muncul di ambang pintu. El sangat terkejut, sekaligus merasa senang, mendapat kejutan kedatangan kekasihnya. Mereka saling bertatapan sambil tersenyum hangat, seolah mengakhiri kerinduan yang terpendam.
"Ehemm, kita masih di sini, kalo lo lupa," ujar Arga pelan
El sontak terkekeh, saat menatap Nolan, ia langsung melupakan keberadaan ketiga sahabatnya. Namun mereka sahabat yang sangat pengertian, karena dokter cintanya sudah datang, mereka langsung pamit.
Nolan duduk di damping kekasihnya, ia menatap kaki yang masih dibungkus perban. "Apa masih sakit? Gimana kalau kita ke rumah sakit, periksa sekali lagi,"
El menggeleng, "nggak perlu, cederanya nggak parah kok, katanya beberapa hari lagi juga sembuh," Nolan langsung mengangguk paham
"Kak Nolan kenapa tiba-tiba bisa ada di sini? Tadi kan masih di luar kota, dan bukannya besok pagi masih ada seminar?"
"Iya aku ijin pulang lebih dulu. Dan.. mana mungkin aku bisa tenang, saat tahu kekasihku sedang sakit. Aku sangat cemas saat tadi kau mengatakan itu. Makanya aku langsung menutup telponnya, dan pergi ke bandara,"
"Maaf ya kak, gara-gara aku.."
Nolan menyentuh pucuk kepalanya, lalu membelai rambutnya dengan lembut. "Sudah, kamu jangan bicara yang macem-macem. Kamu sangat penting buatku El," Nolan menatap kekasihnya dengan penuh perhatian.
"Aku kangen banget sama kamu kak." Akhirnya El mengatakannya juga, perasaan rindunya yang meluap-luap, yang tak bisa lagi ia tahan..
"Aku juga," dengan perlahan Nolan memeluk pinggang El. Jari-jarinya menyentuh pipi El dengan Lembut, dia menunduk dan memberikan kecupan lembut dibibir kekasihnya, bibir ranum yang begitu menggoda. Dia semakin memperdalam ciumannya, melumat bibirnya dengan lembut, namun penuh gairah. El sontak mengalungkan tangannya di leher Nolan, mengikis jarak diantara mereka.
Perlahan Nolan melepaskan ciumannya, karena kehabisan udara.
Kruuuk...
Suara perut El yang keroncongan, membuat mereka langsung terkekeh. El merasa malu, kenapa perutnya harus bunyi disaat yang tidak tepat?
"Kamu belum makan?" Tanya Nolan dengan lembut. El hanya menggeleng, semenjak pulang dia belum makan karena tidak berselera.
"Jadi, mau makan apa dulu?" Tanya Nolan karena melihat begitu banyak makanan di atas meja. "Tadi aku juga membeli cake coklat, di toko kesukaanmu"
"Kalo gitu Cake coklat aja," Nolan langsung membuka cake yang ia beli, lalu menyuapkannya pada El hingga tak bersisa.
Mereka menghabiskan waktu berdua di dalam kamar, untuk melepas rindu, saling berpelukan sambil duduk bersandar di kepala ranjang. Membicarakan hal-hal ringan, sambil tertawa bersama. Hingga tanpa terasa malam sudah semakin larut.
"Ini sudah malam El, aku pulang dulu ya, besok pagi aku kesini lagi,"
"Baiklah," ujar El dengan terpaksa.
Nolan mencium kening kekasihnya singkat lalu berpamitan dan keluar. Dia juga berpamitan pada kedua orang tua El.
Keesokan pagi, sesuai janjinya. Nolan datang lagi, mengunjungi kekasihnya sebelum ia berangkat ke rumah sakit.
Dia sudah berpakaian sangat rapi, wangi dan tampan tentunya. El yang tengah duduk di ruang santai, sampai melongo melihatnya.
Namun dengan cepat El menyadari kalau dirinya pasti terlihat kucel. Jangankan mandi, cuci muka saja tidak, karena dia saja baru bangun.
Nolan langsung duduk di samping kekasihnya. Namun El langsung bergeser. Nolan jadi merasa bingung.
"Kenapa?"
"Aku belum mandi kak, nggak wangi," ucapnya merasa kikuk. Nolan tersenyum, dan tak disangka malah mengecup pucuk kepala kekasihnya.
El sangat terkejut, karena dia juga belum sempat keramas sejak pulang.
"Nolan! Kamu sudah datang!" Sapa Hendra, yang baru saja keluar dari kamar
"Iya om, kemarin sudah janji sama El. Pagi-pagi saya akan datang lagi,"
"Kamu sudah rapi sekali, mau langsung ke rumah sakit?" Tanyanya lalu ikut duduk di sofa
"Iya om."
Hendra lalu menatap putrinya penuh keprihatinan. "El, kamu ini anak gadis, pagi-pagi harusnya mandi lalu dandan yang cantik, biar wangi. Bukannya masih terlihat kucel seperti ini."
El menatap papa nya dengan kesal. Bagaimana bisa dia menjatuhkan putrinya sendiri di depan sang pacar.
Setelah sarapan bersama, Nolan langsung pamit pada El dan keluarganya. Dan mungkin selama beberapa hari ini, mereka tidak bisa bertemu lagi. Sebab dia diminta menemani papa nya untuk mengurus bisnis yang ada di luar negeri.
Sebenarnya keluarganya menentang saat Nolan berkeinginan menjadi dokter, karena dia diharapkan untuk meneruskan bisnis keluarganya. Namun karena dia memaksa, akhirnya sang papa mengijinkan. Dengan syarat, tetap membantu papanya di perusahaan jika diperlukan.
Seminggu telah berlalu.
El sudah bisa berjalan dengan normal tanpa alat bantu. Hari ini dia pergi ke butik dengan maksud untuk membantu mama nya. Tapi selama berada di butik, dia hanya bisa bengong sambil menguap. Mama yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng.
"Kalau bosan, kamu keluar saja sana, beli jajan,"
El langsung bangkit, dan mengambil tasnya. "Aku pergi dulu ma.." ucapnya sembari mengecup pipi sang mama, lalu berlari keluar
"Dasar anak ini, belum bisa dewasa juga!"
El pergi ke kafe Skyler. Seperti biasa dia memesan Cake cokelat kesukaannya. Saat tengah makan, tiba-tiba ia melihat seseorang yang mirip kekasihnya. Yang berada di seberang jalan dan cukup jauh.
Namun ia tidak yakin, karena tidak bisa melihatnya dengan jelas. Dan orang yang mirip itu tengah mengobrol dengan seorang pria.
"Apa mungkin itu dia? Tapi sepertinya bukan, kalau dia sudah pulang, nggak mungkin nggak ngabarin."
*
*