Menjalani rumah tangga bahagia adalah mimpi semua pasangan suami istri. Lantas, bagaimana jika ibu mertua dan ipar ikut campur mengatur semuanya? Mampukah Camila dan Arman menghadapi semua tekanan? Atau justru memilih pergi dan membiarkan semua orang mengecam mereka anak dan menantu durhaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mual
Dua minggu telah berlalu begitu saja. Selama itu pula Camila harus menahan diri saat menghadapi sang mertua yang berubah menjadi lebih cerewet dari biasanya. Semenjak pertengkaran terakhir, Camila tak lagi mengadu kepada Arman mengenai apa yang dia alami selama di rumah. Camila menyimpan semuanya sendiri karena bicarapun rasanya percuma.
Sang raja sinar mulai menampakkan kuasanya. Penunjuk waktu sudah berada setengah enam pagi, tetapi Camila masih bergelung di bawah selimut. Wanita cantik itu enggan bangkit dari tempat tidur.
"Sayang. Aku udah mau berangkat nih. Kamu gak mau bangun kah?" Arman termangu saat menatap tempat tidurnya. "Ayo kita sarapan," ajak Arman lagi. Guru matematika itu sibuk menyiapkan diri sebelum berangkat mengajar.
"Aku malas bangun, Mas," jawab Camila sambil menarik selimut hingga menutupi sekujur tubuhnya.
Arman mengernyitkan kening karena tidak biasanya Camila seperti ini. Setelah selesai bersiap, Arman menghampiri Camila yang masih setia di tempatnya. "Ada apa? Kamu tidak enak badan?" tanya Arman setelah menyingkap selimut Camila. Lantas, dia menyentuh kening Camila.
"Enggak, Mas. Aku cuma capek aja," jawab Camila seraya mengubah posisi menjadi duduk bersandar di headboard ranjang.
Camila termenung di sana. Tatapan matanya terlihat sayu. Semangat dalam diri seperti hilang ditelan bumi. Tentu keadaan ini berhasil membuat Arman semakin bingung. "Ada apa sih? Kamu ada masalah?" Arman tidak tahan lagi melihat sikap Camila saat ini.
"Aku gak ada masalah. Aku cuma kangen saja sama Mama. Boleh ya hari ini aku ke rumah mama sendiri?" Camila menatap Arman penuh harap.
"Gak boleh. Kalau mau tunggu weekend saja. Kita pergi bersama-sama," jawab Arman tegas.
"Aku naik kereta api kok, enggak naik motor." Camila meraih tangan Arman untuk digenggam. Tatapan matanya mengisyaratkan harapan yang besar atas izin dari Arman.
"Sebaiknya sekarang kamu mandi dulu. Aku mau berangkat ini." Arman beranjak dari tempatnya dan setelah itu menarik tangan Camila agar segera bangkit dari tempat tidur.
Camila berjalan lunglai menuju kamar mandi. Setelah membersihkan diri dan bersiap selama beberapa puluh menit, akhirnya penampilan Camila sudah rapi. Bersamaan dengan itu, Arman masuk ke dalam kamar dan menghampirinya.
"Aku sudah menghubungi mama. Beliau tidak mengizinkan kamu pulang sendiri. Tunggu weekend, oke," ucap Arman seraya menatap Camila penuh arti. "Ayo turun. Aku mau berangkat," ajak Arman.
"Kamu gak sarapan dulu?" tanya Camila seraya beranjak dari tempat duduknya.
"Tidak. Aku udah telat ini," jawab Arman sebelum berlalu dari hadapan Camila.
Seperti biasa, Camila mengantar Arman sampai di teras rumah. Wanita cantik itu tak segera masuk ke dalam rumah meski Arman sudah berangkat beberapa menit yang lalu. Camila masih duduk santai di teras rumah untuk menyiapkan mental menghadapi Sinta setelah ini.
"Pasti setelah ini mbak Sinta terus mengolokku karena bangun kesiangan," gumam Camila seraya beranjak dari tempat duduknya.
Camila melangkahkan kakinya menuju dapur. Beberapa menu sarapan tersaji di atas meja makan. “Tumben ibu udah masak tanpa menunggu aku?” batin Camila karena tidak biasanya Aminah masak tanpa bantuannya. Camila mengambil piring dan kembali ke meja makan. Namun, belum sempat dia mengambil makanan terdengar langkah seseorang dari arah pintu yang terhubung ke kebun belakang.
“Eh, Dek Mila. Baru bangun, Dek?”
Sungguh, pertanyaan yang dilayangkan oleh Sinta berhasil membuat napsu makan Camila hilang seketika. Wanita cantik itu mengurungkan niatnya dan memilih untuk mengembalikan piring ke rak karena tidak mau mendengar ocehan panjang Sinta.
“Enak ya, Dek Mil, baru bangun jam segini langsung sarapan. Gak pakai repot masak,” sindir Sinta seraya tersenyum manis. “Silahkan sarapan. Ini tadi aku yang masak loh,” ujar Sinta seraya menunjuk menu makanan yang tersaji di atas meja makan.
“Nanti saja, Mbak. Aku lupa kalau harus nyuci seragamnya mas Arman,” tolak Camila sebelum berlalu dari dapur.
Suasana hati Camila benar-benar kacau pagi ini. Setelah ini mungkin Sinta akan menjadikan kesalahan kecilnya menjadi senjata untuk mencari perhatian. Camila menghentikan langkah saat berpapasan dengan Aminah di ruang keluarga.
“Nduk, ini obat sakit kepalanya. Sebaiknya kamu cepat sarapan dan minum obat biar cepat pulih,” ucap Aminah seraya menyerahkan satu strip obat sakit kepala.
“Obat sakit kepala, Bu?” ulang Camila seraya menerima obat dari mertuanya.
“Iya. Kata Arman kamu sakit kepala. Jadi tadi ibu beli obat ini untukmu,” jelas Aminah. Pada dasarnya meski sangat cerewet, Aminah pun menyayangi Camila.
“Terima kasih, Bu. Tapi saya mau nyuci seragamnya mas Arman dulu. Nanti saya sarapan,” ucap Camila seraya mengembangkan senyum tipis. “Oh, jadi mas Arman berbohong kepada ibu demi menutupi aku. Ya ampun mas Arman, aku jadi makin cinta,” batin Camila.
“Sudah kamu gak perlu nyuci dulu. Ayo sebaiknya kita sarapan bersama. Ibu juga belum sarapan kok,” ajak Aminah.
Pada akhirnya Camila kembali ke dapur. Dia mengesampingkan rasa malasnya bertemu dengan Sinta demi menjaga perasaan mertuanya. Ternyata, kakak iparnya itu masih ada di dapur.
“Sinta, kamu sedang membuat apa?” tanya Aminah setelah memperhatikan Sinta berkutat di depan kompor.
“Ini sedang membuatkan susu untuk Zafi dan teh hangat untuk ibu,” jawab Sinta dengan kalem.
“Kalau begitu sekalian buatkan Mila teh hangat ya. Kasian adikmu ini sedang sakit kepala,” ucap Aminah.
Camila tersenyum tipis setelah melihat raut kekesalan di wajah Sinta. Ternyata kebohongan yang diciptakan oleh Arman menjadi serangan halus untuk Sinta. Tentu wanita berbadan dua itu tidak suka jika Camila mendapat perhatian dari Aminah.
“Oh, Dek Mila sakit kepala ya, Bu?” tanya Sinta seraya membawa dua gelas teh hangat ke meja makan, “monggo, Bu,” ucapnya saat meletakkan gelas teh hangat untuk Aminah.
“Maka dari itu, Dek Mil. Jangan kebanyakan begadang. Aku lihat kamu sering pulang malam sama Arman. Kadang aku lihat kamu juga sering nemenin Arman nonton film sampai dini hari. Kalau telat bangun seperti tadi kan jadi terlewat sholat subuhnya. Sayang banget ‘kan?” cerocos Sinta saat menyerahkan teh hangat untuk Camila.
Ternyata Sinta masih sempat menyerang Camila di saat seperti ini. Entah, apa kiranya yang diinginkan oleh kakak iparnya itu. Satu hal yang pasti, Camila semakin muak dengan sikap wanita asal Solo itu. Camila meletakkan sendoknya tatkala merasakan gejolak di dalam perut. Dia beranjak dari tempat duduknya dan masuk ke dalam kamar mandi.
“Hoek … hoek … hoek.”
Aminah pun beranjak dari tempat duduknya mengikuti Camila. Wanita lanjut usia itu khawatir akan kesehatan Camila. Dia tak henti memijat tengkuk Camila sampai kondisi menantunya jauh lebih baik.
"Kamu masuk angin, Nduk?" tanya Aminah setelah Camila kembali ke ruang makan.
Camila menggeleng sambil memijat pundaknya, "tidak tahu, Bu. Perut saya tiba-tiba saja mual dan tidak nyaman," jawab Camila dengan suara serak.
Aminah memanggil Sinta beberapa kali sampai sang empu datang ke ruang makan. Lantas, Aminah menyuruh Sinta untuk memijat pundak Camila. Sementara dirinya pergi ke kamar untuk mengambil minyak angin.
"Masuk angin itu hal yang wajar. Gak usah berlebihan begini," gerutu Sinta sambil memijat pundak Camila.
Ada rasa kesal yang membaur bersama perasaan bahagia. Entah mengapa, Camila merasa puas melihat kekesalan Sinta semakin menjadi. Dia mengembangkan senyum tipis meski merasakan tekanan yang begitu keras di pundaknya. Kesempatan tidak akan datang dua 'kan? Begitu pikir Camila.
"Aww! Sakit, Mbak! Jangan dicengkram begitu," teriak Camila saat mendengar suara langkah Aminah. Dia memang sengaja mengatakan hal ini agar Sinta mendapatkan teguran dari Aminah.
🌹TBC🌹
Pasti bu Aminah sama saudari2nya ghibahin Arman Camila karena ngontrak
Atau si Sinta ikut pak Pardi selamanya,,kan habis ketipu
Meli harusnya ngikut Riza pindah alam,,jahat banget
Buat semua pasutri memang g boleh menampung wanita/pria yg usia sudah baligh takutnya ada kejadian gila kyk gini..
Banyak modus lagi,,mending Riza di antar keluar dari rumah Arman
Sekarang Camila bisa lega karena bebas dari orang toxic
G ada hukumnya anak bungsu harus tinggal sama ortu kecuali ortu.nya sudah benar2 renta..