NovelToon NovelToon
Bunga Yang Layu Di Hati Sahabat

Bunga Yang Layu Di Hati Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Wanita
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: icha14

Judul: Bunga yang Layu di Hati Sahabat


Sasa dan Caca adalah sahabat karib sejak SMA. Mereka selalu bersama, berbagi impian, tawa, dan bahkan tangis. Sasa, yang dikenal lembut dan penuh kasih, melanjutkan hidupnya dengan menikahi Arman setelah menyelesaikan kuliah nya, pria yang selama ini menjadi cinta sejatinya. Sementara itu, Caca, yang masih berjuang menemukan cinta sejati, sering merasa kesepian di tengah gemerlap kehidupannya yang tampak sempurna dari luar.

Namun, retakan mulai muncul dalam hubungan persahabatan mereka ketika Caca diam-diam menjalin hubungan terlarang dengan Arman. Perselingkuhan ini dimulai dari pertemuan yang tak disengaja dan berkembang menjadi ikatan penuh godaan yang sulit dipadamkan. Di sisi lain, Sasa merasa ada sesuatu yang berubah, tetapi ia tak pernah membayangkan bahwa sahabat yang paling dipercayainya adalah duri dalam rumah tangganya.

Ketika rahasia itu terungkap, Sasa harus menghadapi penghianatan...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon icha14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bertemu Tari

Setelah puas berbelanja di butik, Ibu Salwa, Sasa, Nia, dan kedua anak Nia, Dinda dan Alif, memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka ke mall yang tak jauh dari situ. Sasa, yang sejak tadi terlihat sedikit termenung, mendadak membuka suara.

“Kak, kok aku tiba-tiba ngidam kepiting saus, ya?” ucapnya sambil tersenyum kecil.

Nia yang sedang mengemudi langsung menoleh sekilas dengan pandangan geli. “Waduh, kalau urusan ngidam mah nggak bisa ditunda. Pas banget, di mall ada restoran seafood yang enak. Kita ke sana aja, yuk!”

Ibu Salwa, yang duduk di kursi belakang bersama Dinda dan Alif, mengangguk setuju. “Wah, Ibu juga suka kepiting saus. Udah lama nggak makan. Yuk, kita mampir.”

Mendengar itu, Dinda dan Alif ikut bersorak. “Yeay, makan seafood!” teriak mereka berbarengan, membuat suasana dalam mobil jadi lebih hidup.

Begitu tiba di mall, suasana ramai menyambut mereka. Lampu-lampu dekorasi Natal yang gemerlap menghiasi setiap sudut, membuat tempat itu terasa hangat dan meriah. Sasa berjalan pelan sambil sesekali mengusap perutnya, sementara Nia menggandeng tangan Dinda dan Alif agar mereka tidak berlarian ke sana kemari.

“Restorannya di lantai atas, dekat area food court,” ujar Nia sambil memimpin jalan.

Sampai di restoran seafood, mereka langsung disambut oleh aroma khas masakan laut yang menggugah selera. Sasa tampak semakin bersemangat, matanya berbinar saat melihat daftar menu yang ditawarkan.

“Mas, meja untuk lima orang, ya,” kata Nia kepada pelayan.

Mereka duduk di salah satu meja di dekat jendela besar, yang memberikan pemandangan indah ke arah taman luar mall. Pelayan datang membawa buku menu, dan Sasa langsung membuka halaman seafood spesial dengan antusias.

“Aku mau kepiting saus, Kak. Yang pedes, tapi nggak terlalu pedes banget,” kata Sasa sambil tersenyum ke arah Nia.

Nia mengangguk. “Oke, terus apa lagi? Kayaknya kita pesen udang juga, deh. Alif kan doyan banget sama udang bakar.”

“Iya, terus tambah kerang hijau saus padang, sama cumi goreng tepung buat Dinda,” tambah Ibu Salwa.

Setelah semuanya sepakat, mereka memesan makanan. Sementara menunggu, Dinda dan Alif sibuk menggambar di kertas yang disediakan oleh restoran untuk anak-anak. Suasana terasa hangat, jauh dari rasa cemas yang sempat menyelimuti Sasa tadi pagi.

Tidak lama kemudian, makanan yang mereka pesan datang satu per satu. Aroma harum kepiting saus yang dipesan Sasa memenuhi udara, membuatnya tidak sabar untuk mencicipi.

“Wah, ini keliatan enak banget,” ujar Sasa sambil memandangi kepiting di hadapannya.

Dinda dan Alif, yang biasanya sulit disuruh makan, kali ini makan dengan lahap. Mereka terlihat antusias mencoba udang bakar yang mengilap oleh bumbu manis. Sesekali, Alif meminta tolong ibunya untuk mengupas kulit udang yang masih terlalu sulit baginya.

“Sasa, gimana rasanya? Ngidamnya terobati belum?” tanya Nia sambil tersenyum jahil.

Sasa mengangguk sambil mengunyah pelan. “Enak banget, Kak. Kayak pas banget sama apa yang aku bayangin.”

Mereka tertawa ringan, menikmati momen sederhana ini. Ibu Salwa sesekali menyuapi Dinda, yang sibuk mencoba mencelupkan cumi gorengnya ke dalam saus.

“Dinda, jangan mainin makanannya, sayang,” tegur Nia lembut.

“Dinda cuma mau coba pake saus ini, Bu. Enak lho,” jawab Dinda polos sambil tersenyum lebar.

Setelah selesai makan siang, suasana di meja makan terasa hangat dan penuh canda. Sasa tampak lebih rileks dibandingkan sebelumnya, bahkan sesekali tertawa kecil mendengar guyonan Alif yang terus mencoba meniru cara makan Nia.

“Udah kenyang semua, kan?” tanya Nia sambil melirik anak-anaknya yang mulai terlihat gelisah di kursi.

Dinda langsung menjawab dengan nada antusias, “Mau main, Bu! Tadi Dinda liat tempat mainan di lantai dua!”

Alif mengangguk setuju. “Iya, mau main mobil-mobilan!”

Nia tertawa kecil lalu melirik ke arah Sasa dan Ibu Salwa. “Gimana nih? Anak-anak udah nggak sabar mau main. Ibu sama Sasa mau ikut ke tempat bermain atau gimana?”

Ibu Salwa menggeleng sambil tersenyum. “Kayaknya Ibu sama Sasa mau ke Hypermart aja. Sekalian belanja kebutuhan rumah. Apalagi Sasa juga perlu beli susu ibu hamil, kan?”

Sasa mengangguk, tampak setuju. “Iya, Kak. Kalau anak-anak mau main, nggak apa-apa Kak Nia yang nemenin. Nanti kita ketemu lagi di sini.”

Setelah membayar makanan, mereka pun berpisah. Nia membawa Dinda dan Alif ke tempat bermain anak di lantai dua, sementara Sasa dan Ibu Salwa naik eskalator menuju Hypermart.

Begitu masuk ke dalam Hypermart, suasana terasa lebih tenang dibandingkan area luar mall yang ramai. Sasa mendorong troli perlahan sambil melihat-lihat daftar barang yang ingin dibelinya. Ibu Salwa berjalan di sebelahnya, sesekali memasukkan barang-barang ke dalam troli.

“Ibu ambil minyak goreng dulu, ya, Sa. Kamu cari susunya aja,” ujar Ibu Salwa sambil melangkah ke lorong lain.

Sasa mengangguk. “Iya, Bu. Nanti kita ketemu di kasir aja.”

Sasa mendorong trolinya ke rak susu ibu hamil. Matanya menyapu rak-rak penuh kotak berwarna-warni, mencari merek susu yang biasa ia konsumsi. Setelah menemukan susu yang diinginkannya, ia mengambil dua kotak besar dan meletakkannya di dalam troli. Namun saat ia hendak melanjutkan belanja, suara lembut seseorang memanggil namanya.

“Kak Sasa?”

Sasa menoleh ke arah suara itu. Di sebelah kanan, berdiri seorang wanita muda dengan wajah yang sangat familiar. Rambutnya panjang dan tergerai, matanya besar dengan senyum manis yang tampak canggung.

“Tari?” tanya Sasa, suaranya agak tercekat. Ia tertegun beberapa detik, memandangi wajah wanita itu. Wajah yang sangat mirip dengan seseorang dari masa lalunya—Caca.

Tari tersenyum kecil. “Iya, Kak. Ini aku, Tari. Adiknya Kak Caca. Wah, nggak nyangka ketemu Kak Sasa di sini!”

Sasa berusaha menguasai dirinya, menarik napas dalam-dalam sambil tersenyum tipis. “Oh... iya, Tari. Lama nggak ketemu. Kamu... apa kabar?”

Tari terlihat antusias. “Baik, Kak. Alhamdulillah. Eh, Kak Sasa apa kabar? Kok belanja sendiri?”

Sasa melirik trolinya sejenak, lalu menjawab, “Aku baik. Nggak sendiri kok, ada ibu aku. Lagi di lorong sebelah.”

Mendengar itu, Tari mengangguk pelan. Namun ada sesuatu di sorot matanya yang membuat Sasa merasa tak nyaman. Tari terlalu mirip dengan Caca, baik dari wajah maupun cara bicaranya. Bayangan masa lalu yang selama ini berusaha Sasa lupakan tiba-tiba menyeruak kembali.

Meskipun pada akhirnya Arman memilih untuk tetap setia kepada Sasa, luka yang ditinggalkan oleh pengkhianatan emosional itu masih menyisakan jejak samar di hati Sasa. Kini, melihat Tari yang begitu mirip dengan kakaknya, hati Sasa sedikit terusik.

“Kak Sasa lagi hamil, ya?” suara Tari memecah lamunannya.

Sasa tersenyum canggung. “Iya. Alhamdulillah, sudah masuk bulan keempat.”

Tari tersenyum hangat. “Wah, selamat, Kak. Semoga sehat-sehat terus ya, buat Kakak dan dedek bayinya.”

“Terima kasih, Tari.”

Sejenak, keheningan meliputi mereka. Sasa ingin segera pergi, tetapi Tari tampak belum selesai bicara.

“Kak, aku jadi inget Kak Caca...”

Sasa terdiam, jantungnya berdebar. Ia tahu nama itu akan muncul cepat atau lambat dalam percakapan ini.

Tari melanjutkan, “Dia pernah cerita banyak tentang Kak Sasa. Katanya, Kak Sasa itu orangnya baik banget. Aku dulu sering denger cerita kalian waktu masih sering main bareng.”

Sasa hanya tersenyum tipis. Ia tidak ingin menanggapi lebih jauh, tetapi Tari tampaknya belum puas.

“Oh iya, Kak Caca sekarang kerja di kota B, lho. Dia. Udah lama nggak pulang.”

Sasa mengangguk pelan, berusaha terlihat santai meski hatinya sedikit terguncang karena mengigat Arman yang sedang perjlanan menuju ke kota dimana Caca bekerja. “Oh... ya? Semoga dia baik-baik aja di sana.”

Percakapan itu terasa seperti duri kecil yang menusuk hati Sasa. Meski tidak langsung menyakitkan, kenangan lama itu tetap meninggalkan perasaan tidak nyaman.

Sasa akhirnya berpamitan dengan Tari setelah beberapa menit berbasa-basi. Ia mendorong trolinya ke arah kasir, tempat Ibu Salwa sudah menunggu dengan beberapa barang belanjaan lainnya.

“Kamu lama banget, Sa. Nyari susu sampai ngobrol sama siapa tadi?” tanya Ibu Salwa sambil tersenyum.

“Oh, tadi ketemu teman lama,” jawab Sasa singkat. Ia tidak ingin membahas terlalu banyak tentang pertemuannya dengan Tari.

Mereka menyelesaikan pembayaran dan keluar dari Hypermart dengan membawa beberapa tas belanja. Sasa berusaha mengalihkan pikirannya, tetapi wajah Tari terus terbayang-bayang di benaknya.

Setelah selesai belanja, mereka menuju tempat bermain anak untuk bertemu dengan Nia, Dinda, dan Alif. Dari kejauhan, terdengar tawa riang anak-anak yang bermain di arena penuh warna. Dinda sedang bermain perosotan, sementara Alif mencoba mesin capit boneka dengan penuh semangat.

“Kak Nia, gimana anak-anak? Udah puas main?” tanya Sasa sambil mendekat.

Nia tertawa kecil. “Belum tuh, masih semangat aja. Dinda tadi nggak mau turun dari perosotan, hahaha.”

Ibu Salwa ikut tertawa. “Ya udah, biarin aja mereka main sebentar lagi. Toh kita juga udah selesai belanja.”

Sasa duduk di salah satu kursi yang tersedia, matanya sesekali melirik Dinda dan Alif. Namun pikirannya masih melayang pada pertemuannya dengan Tari tadi.

“Ada apa, Sa? Kok kayaknya kamu kepikiran sesuatu?” tanya Nia tiba-tiba.

Sasa terkejut. Ia menoleh ke arah Nia, mencoba tersenyum. “Nggak apa-apa, Kak. Cuma capek aja, mungkin.”

Namun Nia tampak tidak begitu yakin. “Kalau ada apa-apa, cerita aja, ya. Jangan dipendam sendiri.”

Sasa mengangguk pelan. Ia merasa bersyukur memiliki keluarga yang selalu mendukungnya, meskipun bayangan masa lalu seperti Caca kadang kembali menghubungi Arman

1
Ani Aqsa
ceritanya bagus.tp knapa kayak monoton ya agak bosan bacanya..maaf y thor
Lili Inggrid
lanjut
✨HUEVITOSDEITACHI✨🍳
Wuih, nggak sabar lanjutin!
Android 17
Terharu sedih bercampur aduk.
Mắm tôm
Suka banget sama karakter yang kamu buat thor, semoga terus berkembang.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!