Sequel: Presdir Tampan Itu Suamiku
Sebuah kesalahpahaman membuat Deya Kanza, gadis 21 tahun itu memutuskan hubungannya dengan sang kekasih. Namun setelah 4 tahun berlalu Deya dipertemukan kembali dengan sang mantan.
Devan Aksara, pemuda tampan 22 tahun itu menyadari kesalahannya setelah sang kekasih pergi jauh. Namun tiba-tiba kesempatan pun datang, dia bertekad untuk mengejar kembali cintanya Deya.
Apakah cinta mereka akan bersemi kembali atau malah berakhir selamanya? ikutin kisahnya yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ucy81, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saya Belum Menikah
Deya buru-buru membalikkan badannya kala Clarisa menoleh ke arahnya.
"Kenapa kak?" tanya Arano bingung.
"Em, itu. Sepertinya ada barang kakak yang ketinggalan. Kamu pergi saja dulu!"
"Oh, gitu ya! Tapi jangan lama-lama ya. Rano tunggu kakak di basement."
"Iya. Pergilah", sahut Deya seraya melirik ke arah belakang. Kemana dia? Apa dia sudah benar-benar pergi? Tanya Deya dalam batin. Netranya terus mencari keberadaan Clarisa.
Arano yang belum beranjak dari posisinya berdiri, menatap sang kakak sepupu dengan mengernyit bingung. "Kenapa belum masuk kak? Bukannya kakak mau mengambil barang yang ketinggalan?" tanyanya.
"Nggak jadi deh", sahut Deya seraya berjalan mendahului Arano.
"Em, aneh", gumam Arano. Dia merasa sedikit curiga melihat tingkah sang sepupu. Namun dia tidak ingin menyelidikinya. Arano buru-buru mengayunkan langkahnya, dan mengejar langkah Deya.
*-*
Setelah 20 menit berlalu, mobil yang dikendarai Arano pun menepi di parkiran kampus. Deya gegas turun dari mobil, di susul oleh sang sepupu.
"Kakak mau keruangan Dekan, kamu ikut nggak?"
Arano membalas dengan menggelengkan kepalanya. "Rano langsung ke lapangan saja kak."
"Oh, oke. Kalau gitu kakak pergi dulu."
Baru saja Deya berjalan beberapa langkah. Tiba-tiba seseorang menubruknya.
"Aww..." ringis Deya memegang kepalanya. "Kenapa -" Deya menghentikan ucapannya kala melihat sosok pria yang baru saja menubruknya.
"Maaf, saya tidak sengaja", ucap pria tampan itu dengan rasa bersalah.
"Em, tidak apa-apa kok. Kalau begitu saya pergi dulu." Deya buru-buru lari, meninggalkan pria itu.
Sementara pria itu menatap punggung Deya yang semakin menjauh dengan tatapan penuh arti. "Kenapa dia terasa tidak asing ya?" gumamnya.
Namun seorang wanita yang tiba-tiba berdiri di sisi kirinya, membuatnya tersentak kaget. "Lagi lihat apa sih?" tanyanya.
"Bukan urusan kamu!" jawab pria itu seraya buru-buru pergi, meninggalkan wanita itu.
"Devan! Tunggu aku!" pekik wanita itu. Lalu dia mengejar langkah panjang Devan.
"Jangan ikuti aku! Aku tidak ingin ada yang bergosip tentang kita!"
Wanita itu mendengus kala mendengar ucapan Devan. "Tapi aku memang menyukaimu", sahutnya kala langkahnya sejajar dengan langkah Devan.
Devan membalikkan badannya, dan menatap jengah wanita yang telah mengejarnya sejak di bangku kuliah itu. "Clarisa, jaga sikapmu!" tegasnya. "Untuk terakhir kalinya aku menasehati kamu, selesaikan skripsimu dengan baik. Jangan sia-siakan semua pengorbanan kedua orang tuamu!"
Clarisa berdecak kesal mendengar nasehat Devan. "Nggak di rumah, nggak di kampus. Semuanya sama saja bikin kesal!" keluhnya seraya berjalan menuju kelasnya.
Sementara di tempat berbeda, tepatnya di depan pintu ruang Dekan, tampak Deya sedang menunggu seseorang.
"Kenapa lama banget sih datangnya? Apa mungkin dia harus mengantar anak-anaknya pergi sekolah?"
"Saya belum punya anak, dan juga belum menikah!" sahut seseorang dari arah belakang Deya.
Sontak Deya membalikkan badannya. Netranya mendelik kala melihat sosok pria yang sangat dia kenal itu. "Ba- bapak, Dekan di sini?"
Devan membisu beberapa saat. Dia menatap Deya dalam waktu yang cukup lama. Lalu dia berdehem untuk menghilangkan rasa canggungnya. "Iya, saya Dekan di sini."
"Oh, akhirnya saya bertemu dengan pak Devan. Saya kemari mau menyerahkan berkas pindahan saya, sesuai dengan pembicaraan di telepon."
"Jadi kamu itu Riya?"
"Em, iya", balas Deya dengan gugup. Karena ide mengganti namanya diberikan oleh sang paman. Dia sendiri berani untuk menggunakan identitas aslinya.
"Kalau begitu silakan masuk!"
Devan berjalan mendahului, di susul oleh Deya dibelakangnya. Lalu mereka duduk dan berbincang hangat seputar urusan kampus.
"Kalau begitu saya pamit pak", ucap Deya dengan sopan. Lalu dia bangkit berdiri.
"Oke", sahut Devan. Netranya terus menatap punggung Deya yang menghilang di balik pintu. "Kenapa dia tampak nggak asing ya?" gumamnya seraya berfikir di mana dia pernah bertemu dengan Deya.
Tìba-tiba seseorang mengetuk pintu ruangannya.
"Masuk!" titah Devan.
Seorang wanita berjalan masuk, dan menghampiri kursi dihadapan Devan.
"Silakan duduk!" lanjut Devan.
Wanita itu duduk dan menatap Devan dengan tersenyum. "Kenalin nama saya Agni Thompsin", ucapnya yang membuat Devan mendelik. Dia paham maksud kedatangan wanita tersebut.
"Em, jika kamu mau membahas masalah akademik, saya akan ladeni. Di luar daripada itu saya tidak akan pernah berkomentar!" tegas Devan.
Agni membalas dengan tersenyum manis. "Bapak sosok pemimpin yang tegas. Saya menyukai pak Devan. Jadi saya akan menerima perjodohan ini", ujarmya seraya bangkit berdiri. "Permisi pak", lanjutnya seraya berjalan menuju pintu keluar.
Sepeninggal Agni, Devan tampak gusar. Dia tidak menyangka wanita yang dijodohkan dengannya adalah mahasiswi di kampus milik keluarganya itu. "Apa wanita seperti ini yang mama sebut memiliki moral yang bagus? Kenapa aku melihatnya sebagai wanita agresif ya?" gumam Devan. Lalu dia meraih ponselnya, dan bergegas menghubungi seseorang.
"Bantu aku menyelidiki Agni Thompson", ucap Devan pada seseorang di seberang telepon.
*-*
Setelah beberapa jam berlalu, tampak mahasiswa yang tengah menghamburkan diri keluar ruangan.
"Hai, Agni", sapa Deya pada teman satu kelasnya itu.
Agni membalikkan badannya dengan angkuh. "Apa kita saling kenal?"
"Teman sekelas, tentulah harus saling kenal bukan?" balas Deya dengan mencoba menahan amarahnya. Kalau bukan untuk mencari informasi darimu, aku sudah membuat wajah angkuhmu itu menjadi jelek! Batin Deya kesal.
"Ada apa? Waktuku nggak banyak!" ketus Agni sembari membereskan bukunya.
"Aku sedikit asing dengan kota ini. Tapi ada butuh beberapa perlengkapan untuk di beli. Apa kau bisa menemaniku berbelanja?" Deya memegang jam tangan bermereknya. Dia sengaja memamerkannya pada Agni.
Sepertinya dia cukup kaya. Ucap Agni dalam batin. "Oke! Tapi kau harus mentraktirku makan."
"Sepakat! Sore ini aku akan menjemputmu. Tolong berikan alamatmu", sahut Deya seraya memberikan nomor kontaknya pada Agni. "Sampai jumpa.nanti sore!" seru Deya sembari berjalan meninggalkan Agni.
"Cih, apa dia merasa lebih kaya dariku?"sindir Agni. Lalu dia bangkit berdiri, dan berjalan menuju pintu keluar.
Sementara Deya berjalan buru-buru meninggalkan kampus. Namun saat sedang melewati koridor, dia tidak sengaja bertemu sang mantan.
"Siang pak", sapa Deya dengan sopan.
"Siang! Kamu Riya kan?"
"Iya pak. Mahasiswi pindahan, yang tadi pagi datang menemui bapak!" jelas Deya. "Maaf, saya duluan ya pak."
"Oke. Hati-hati di jalan", balas Devan.
Deya membalas dengan tersenyum. Lalu dia berjalan mendahului Devan. Devan sialan ini benar-benar tidak bisa mengenalku. Padahal aku cuma tidak memakai kaca mata tebal saja. Kesal Deya dalam batin.
Tit. Tit.
Suara klakson mobil mengalihkan perhatian Deya. Dia tersenyum menatap sang kakak angkat yang sedang melambaikan tangan padanya.
"Kak Jo", sapa Deya sembari menghampiri mobil yang sedang terparkir.
Namun siapa sangka Devan menyaksikannya. "Apa hubungan Jordan dengan Riya?" gumamnya dengan mengeryitkan kening.
maaf baru sempat mampir.. lagi sibuk revisi soalnya