Nada memiliki Kakak angkat bernama Naomi, mereka bertemu saat Nada berumur tujuh tahun saat sedang bersama Ibunya di sebuah restauran mewah, dan Naomi sedang menjual sebuah tisu duduk tanpa alas.
Nada berbincang dengan Naomi, dan sepuluh menit mereka berbincang. Nada merasa iba karena Naomi tidak memiliki orang tua, Nada merengek kepada Ibunya untuk membawa Naomi ke rumah.
Singkat cerita, mereka sudah saling berdekatan dan mengenal satu sama lain. Dari mulai mereka satu sekolah dan menjalankan aktivitas setiap hari bersama. Kedekatannya membuat orang tua Nada sangat bangga, mereka bisa saling menyayangi satu sama lain.
Menginjak remaja Naomi memiliki rasa ingin mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tua Nada. Dia tidak segan-segan memberikan segudang prestasi untuk keluarga Nada, dan itu membuat Naomi semakin disayang. Apa yang Naomi inginkan selalu dituruti, sampai akhirnya terlintas pikiran jahat Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evhy Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 5
**
Naomi kini berada di aula, dia sedang menunggu giliran gladiresik bermain piano di sekolahnya. Naomi menunggu kedatangan kedua orang tuanya dan Nadia juga Abimanyu terlihat di koridor kelas sedang berjalan bersama.
"Mama, Papah." Naomi melambaikan tangan dan kedua orang tuanya tersenyum sangat lebar.
Nada sedang menunggu Jeno di ruang basket, melihat kejadian tersebut. Hatinya teriris dan bayangan ucapan Naomi teringat kembali, di mana perlakuan Naomi seperti anak kandung.
"Apa iya, gue yang anak angkat?" tanya Nada pada dirinya sendiri. "Atau karena gue bodoh, jadi mereka cuma liat kepintaran Naomi aja?"lanjut Nada.
Orang tua Nada masuk ke dalam aula bersama Naomi. Mereka duduk paling depan dan begitu bangganya melihat Naomi memainkan piano dengan jari jemarinya yang lentik. Nada iri melihat begitu bahagianya wajah kedua oramg tuanya saat melihat Naomi.
" Minggir!"
Nada terkejut dan dia tersadar langsung mundur. "Sorry."
Terlihat Kenzo dan segerombolannya tiba, unuk masuk ke dalam aula. Kenzo berjalan sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku.
"Eh ada cewek yang kemarin, nama Lo siapa?"tanya Bagas sambil menatap name tag Nada. " Oh Nada. Cantik juga namanya," lanjut Bagas sambil menyugarkan rambutnya ke belakang.
Anggara berbalik sambil menepuk jidatnya saat Bagas berhenti di depan Nada. Anggara menarik lengan Bagas secara paksa untuk masuk ke dalam aula.
"Pelan anjir sakit!"
"Ya Lo malah diam di situ, bukannya masuk. Mau kena amuk Kenzo?"
"Ya elah gue cuma ngobrol dikit doang, tanya namanya siapa."
"Terus kalau Lo udah tau namanya, mau Lo apain?"
Bagas membenarkan jas Osisnya. "Ya gue gebet lah, haha."
Anggara geleng-geleng. "Buaya emang Lo!"
Bagas mengedikan bahunya dan duduk di samping Kiki, Anggara duduk di samping Kenzo. Mereka menikmati alunan nada piano yang Naomi mainkan.
**
Jeno dan Nada kini berada di tempat servis HP langganan Jeno. Nada sudah panas dingin ingin mendengar ucapan pemilik servis tersebut.
"Kalau ponselnya ditinggal enggak masalahkan?" tanya Asep sebagai pemilik servis HP.
"Emm, apa enggak bisa langsung benerin aja?"kini Nada khawatir jika ponsel Kenzo rusak parah.
" Ya gimana, soalnya ini harus dilihat dulu apa yang rusak dan lainnya, saya enggak mau langsung benerin nanti malah takutnya malah hancur."
Nada berpikir sejenak dan Jeno menyenggol lengan Nada sambil berbisik.
"Udah simpan aja dulu, kalau misalnya enggak parah pasti cepat kok benerinnya."
Nada menghela napas panjang. "Tapi gue takut."
"Enggak usah takut, kalau ada apa-apa gue ikut tanggung jawab."
Nada mengangguk perlahan dan menyetujui ponsel Kenzo disimpan di tempat servis.
"Sekarang mau ke mana lagi?" tanya Jeno.
Nada menatap jam yang melingkar di tangannya. "Gue mau balik aja deh."
"Ya udah ayo balik, keburu malem."
Nada menggelengkan kepala. "Lo balik aja, rumah kita beda arah. Kalau Lo nganterin gue yang ada nanti kemaleman pulangnya, Mami Lo pasti nyariin."
"Enggak masalah, ayok naik. Lagian nyokap juga tahu kalau gue lagi nganterin Lo."
Nada keukeuh dengan pendiriannya. "Enggak usah, Lo balik aja. Gue lagi pengen jalan sambil ngadem."
"Enggak bisa! Bahaya nanti kalau Lo balik sendiri."
"Ck, elah. Emang gue anak kecil apa."
"Ye dibilangin malah jawab! Udah buruan naik."
Saat Jeno menaiki motornya, tak lama ponsel Jeno berdering. Dia mengangkat dan merubah raut wajahnya sedikit berbeda.
"Kenapa muka Lo jadi kusut gitu?" tanya Nada.
"Nyokap gue minta dibeliin nasi goreng," jawab Jeno.
"Ya udah beliin aja, itu nyokap Lo nungguin."
"Terus Lo gimana?"
"Ck, gue bilang gue enggak apa-apa. Jadi Lo jangan khawatir. Ini masih sore, rumah gue enggak terlalu jauh, sekali naik angkot juga udah sampai."
Jeno menghela napas panjang. "Ya udah kalau gitu gue duluan, kalau udah sampai rumah kabarin ya."
Nada memberikan gaya hormat pada Jeno. "Siap komandan laksanakan!"
Jeno tersenyum sambil mencubit pipi Nada yang menggemaskan. Setelah itu dia pergi dari hadapan Nada. Nada tidak masalah jika Jeno pulang duluan. Malah dia bisa mengulur waktu untuk lebih lama di luar rumah.
Nada pun berjalan seorang diri sambil melamunkan nasib hidupnya, dia merasakan keasingan di dalam rumahnya. Semakin berpikir Nada semakin gelisah, apa yang sebenarnya anak kandung itu adalah Naomi. Itu yang kini selalu ada dipikiran Nada.
"Anjing Lo!"
"Sialan!"
Nada terdiam sejenak, dia mendengar samar-samar orang yang sedang menghardik dan suara orang yang saling menghajar.
"Wah keren! Ayo semangat, hajar terus!"
Nada tidak sadar bertepuk tangan dan seketika suasana menjadi sunyi dan beberapa orang pun menatap ke arah Nada.
Nada mengerjapkan matanya berulang kali, sambil tersenyum penuh kebodohan.
"Sial, tatapan mereka tajam bener," gumam Nada. "Oke baiklah, gue harus mundur dan berbalik!" lanjutnya.
Nada pun mundur perlahan dan berbalik, namun saat dia ingin melangkah, tasnya ditarik cukup kencang dan Nada pun menjadi tahanan para geng motor.
"Eh, eh lepasin!" ucap Nada.
"Diam kamu!" jawab pria bertopeng.
"Tolong!" Nada berteriak, namun tidak ada yang akan menolongnya di sana.
"Seragamnya mirip... berarti dia satu sekolah kan sama Lo?!"
Nada mengerutkan kening saat melihat topi hoodi seseorang dibuka, terlihat Kenzo di depan matanya.
"Buset, itu Kenzo," ucap Nada.
"Haha berarti bener, Lo kenal sama dia?"
Nada menggelengkan kepala. "Gue kaga kenal, beneran deh!"
Kenzo menghela napas, bisa-bisanya Nada berada di dalam situasi yang membahayakan dirinya sendiri.
"Dia enggak ada sangkut pautnya sama kita, mending Lo lepasin dia!" tunjuk Kenzo.
"Enggak bisa! Sebelum Lo lepasin anak buah gue dulu. Kalau Lo enggak mau lepasin anak buah gue, cewek ini gue bawa!"
Nada membulatkan matanya. "Jangan bawa gue, gue masih punya rumah. Tolong lepasin lah."
"Diam enggak Lo!" ucap pria bertopeng.
Kenzo tidak mau basa-basi, dia mencoba berhadapan dengan beberapa orang lainnya untuk melepaskan Nada.
Nada dibawa perlahan menjauh, belum di pertengahan jalan. Kenzo menendang punggung musuhnya itu cukup kencang hingga tersungkur. Nada terlepas dari cengkramannya sambil terkejut.
Kenzo langsung sigap membawa Nada ke belakang tubuhnya. Pria bertopeng tidak bisa menghajar Kenzo dan dia pergi melarikan diri, karena semua anak buahnya tumbang di tengah jalan.
Melihat semua bergerak pergi dari tempat kejadian, Kenzo membenarkan jaket dan bibirnya yang sedikit berdarah.
"Cepat naik!" titah Kenzo.
Nada masih diam tak bergeming, dia hanya menaikkan sebelah alisnya. "Gue?"
"Ya Lo, siapa lagi."
"Emm enggak deh, Lo balik duluan aja."
"Di depan sana ada warung, dan semua pemuda sedang berkumpul, Lo lewatin mereka pulang-pulang hamil!"
Nada membulatkan matanya saat mendengar ucapan Kenzo yang begitu mengerikan.
"O-oke gue ikut Lo."
Nada pun menaiki motor Kenzo yang cukup tinggai, Kenzo menstater motornya dan pergi dari tempat tersebut.
Nada memberikan alamat rumahnya, padahal Kenzo belum bertanya di mana alamat rumah Nada.
Di perjalanan pulang, suasana begitu menakutkan. Karena ini kali pertamanya Nada berboncengan dengan ketua osis sekaligus ketua geng motor yang terlihat kejam.
"Thanks ya," ucap Nada dengan canggung.
Kenzo membuka kaca helmnya. "Cowok tadi bakal incer Lo lagi."
"Hah?"
"Lo hati-hati."
Setelah mengatakan hal itu, Kenzo pergi dari lingkungan rumah Nada dengan kecepatan tinggi. Nada masih diam dan mencerna ucapan Kenzo yang dapat dia dengar.
"Serius, gue kena incer?" tanya Nada pada dirinya sendiri.
Lima menit bergelut dengan pikirannya, Nada pun berjalan masuk ke dalam rumah sambil cemas karena waktu sudah menunjukkan jam tujuh malam.
"Assalamualaikum," salam Nada sambil membuka pintu.
Tiba-tiba saat dia melangkah masuk ke dalam rumah, Abimanyu menampar pipi Nada cukup kencang hingga gadis itu tersentak kaget.
"Bagus kamu ya, pulang jam segini terus diantar sama cowok. Mau jadi apa kamu?!" tanya Abimanyu sambil membentak Nada.
Nada menggelengkan kepala. "Maaf Pah, tadi temen Nada yang nganterin pulang."
"Habis pacaran kamu, hah?!"
"Enggak Pah, bukan. Itu cuma teman Nada."
Abimanyu masih bercak pinggang sambil menatap Nada dengan tajam.
"Pah udah kasihan Nada. Mungkin, Nada lagi puber pah. Biarin dia dekat dengan cowok," sela Naomi dengan wajah teduhnya.
"Enggak bisa, ini anak harus dikasih pelajaran. Harusnya dia mencontoh kamu Naomi. Kamu berprestasi dan membanggakan kami, sedangkan anak ini, apa? Dia hanya anak enggak berguna, berprestasi enggak malah keluyuran pulang malam!"
Nada menaik turunkan napasnya yang terasa sakit, menahan amarah yang masih dia pendam untuk saat ini.
"Tapi emang Nada enggak pacaran Pah!" tegas Nada.
"Alasan saja kamu. Sini ikut Papa!"
Abimanyu menarik lengan Nada cukup kencang, dia membawa Nada masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci pintu tersebut
"Buka pintunya, Pah."
"Malam ini kamu tidur di kamar mandi, jangan harap saya mau membukakan untuk kamu!"
Abimanyu berlenggang pergi menuju kamarnya bersama Nadia yang setia menemani sang suami.
Tersisa Naomi di depan pintu sambil menyilangkan kedua tangannya dan memberikan senyuman singkat saat terdengar Nada memohon untuk dibukakan pintu.
"Ini akibatnya kalau Lo dekat dengan Kenzo," ucap Naomi dengan perlahan. Dan dia pun meninggalkan Nada di sana seorang diri.