Lizda adalah gadis muda yang polos. Bertemu dengan Daniel saat merantau dan terbuai jerat cinta nya hingga memutuskan untuk menikah. Satu per satu masalah mulai muncul. Masalah yang di anggap sepele justru menjadi bencana besar, hingga dirinya memergoki sang suami berselingkuh dengan wanita lain saat hamil.
Lalu Lizda memutuskan untuk bercerai dan menikah lagi.
Apakah semua permasalahan rumah tangga adalah murni kesalahan sang laki-laki atau justru ada kesalahan perempuan yang tidak di sadari? Konflik rumah tangga dari kebanyakan orang ternyata bukan lah bualan semata.
Terima kasih untuk semua support kalian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Tangan Lizda meraba tembok mencari saklar lampu agar dia bisa melihat dengan jelas siapa wanita yang sedang bersama pacar nya itu.
Ceklek!
Alangkah kaget nya dia ternyata wanita yang menutupi setengah diri nya dengan selimut itu adalah Nini.
"Ni...Nini, kamu??"
"Liz, aku bisa jelaskan ini terjadi karena ketidak sengajaan," lontar nya yang tidak bisa berkutik dengan kondisi nya yang tidak memakai sehelai benang pun.
Lizda memukul-mukul dada nya yang terasa sesak, air mata nya terus mengalir membasahi pipi. Dia tidak melakukan apapun selain hanya bisa menangis dan akan meninggalkan kedua orang itu.
"Tunggu dulu, aku janji setelah ini aku akan berubah untuk menebus salahku padamu." cegah Daniel saat Lizda beranjak pergi.
"Ngga perlu, sudah sampai di sini saja hubungan kita. Aku salah mengikuti Nini ke sini ternyata tidak lebih baik dari keadaan di rumah ku," pekik nya.
Lizda berlari ke kamar mengunci kamar nya dan dia segera membereskan baju-baju nya, Meskipun dia belum tahu akan pergi kemana setidak nya dia harus lepas dari kedua orang jahat itu.
"Lizz.. Tunggu," teriak Daniel saat melihat Lizda menenteng tas nya lalu pergi.
Sedangkan Daniel dan Nini malah berdebat melihat kepergian Lizda...
"Aku kan sudah bilang jangan sekarang kamu tidak percaya, duh bagaimana sekarang kita kehilangan Lizda satu-satu nya sumber uang terbesar kita," bentak Nini.
"Aku tidak tahan kamu selalu berpakaian ketat membuat bi-rahi ku melonjak tinggi padahal kamu juga tidak lebih cantik dari Lizda," jawab Daniel.
"Pokoknya kamu harus merayu nya agar bisa kita manfaatkan lagi," Nini mengernyit.
*
*
Satu-satu nya tujuan pergi nya adalah kost Alea. Lizda selama perjalanan hanya bisa menangis meratapi nasib diri nya.
"Liz, ada apa lagi? Maaf aku bukan tidak mau membantu mu, tetapi aku takut menjadi sasaran pacar mu. Lebih baik kamu pergi mencari tempat lain yang bisa membantu mu,." ucap Alea lalu menutup pintu nya. Belum saja Lizda mengatakan apa-apa, baru saja mengetuk pintu nya sudah di tolak habis-habisan oleh Alea.
"Please, Al dengarkan aku dulu. Cuma kamu yang bisa bantu aku, kali ini dia tidak akan berani mengancam mu percaya padaku." Lizda masih setia berdiri di depan pintu Alea sembari menangis.
Alea yang tidak tega dengan Lizda akhirnya membukakan pintu nya dan memeluk Lizda. Lizda sedikit lega ada yang bisa menjadi tempat mencurahkan segala isi hati nya. Pendengar yang baik, wanita yang baik, pemberi saran yang bijak adalah istilah yang cocok untuk Alea.
"Liz, bolehkah aku memberimu saran?" ucap Alea dengan suara lembut nya.
"Tentu, saat ini aku sudah buntu memikirkan bagaimana hidupku ke depan nya,"
"Pulang lah ke rumah orang tua mu, mereka satu-satu nya orang yang akan selalu menerima mu dalam keadaan apapun," saran nya.
"Aku malu, aku yang kekeh untuk meninggalkan rumah. Sekarang kalau aku harus balik lagi mereka pasti menertawai ku. Terutama mama tiri ku." jawab Lizda tertunduk.
"Coba kamu pikirkan dulu tidak usah terburu-buru. Kalau kamu sudah tenang dan bisa berpikir jernih, baru kamu ambil keputusan. Sekarang kamu istirahat besok kalau kamu perlu libur, lebih baik libur saja dulu,"
*
*
Lizda memikirkan saran dari Alea semalaman agar dia tidak salah jalan kedua kali nya.
"Hueeek hueekk..."
"Liz kamu sakit?" tanya Alea yang kaget mendengar Lizda sudah muntah pagi-pagi.
"Sepertinya iya, aku terlalu lelah kurang istirahat selama ini. Di tambah semalaman aku tidak bisa tidur, tolong izinkan aku ke bu Ima ya," pinta Lizda.
Alea mengangguk lalu memberikan sarapan ke Lizda dan pergi bekerja. Sedangkan Lizda sedang memberanikan diri untuk menelpon papa nya. Membuka kontak papa nya di ponsel lalu menutupnya lagi hingga berulang kali.
"Aku harus berani, aku tidak punya tujuan lain selain pulang." gumam nya lalu Lizda membuka kembali ponsel nya dan menelpon papa nya.
Tut
Tut
"Halo," akhirnya telepon itu di angkat juga oleh papa nya pak Marco.
"Pa, apa kabar? Maaf selama berbulan-bulan aku tidak memberi kabar. Aku kangen sama papa." suara isak tangis Lizda terdengar jelas oleh papa nya.
"Kalau kamu tidak betah pulang saja!" jawab Marco singkat, terkesan cuek dan kejam tapi Marco sangat menyayangi anak-anak nya.
"Iya, Pa. Aku akan pulang tapi emmm,"
"Papa akan transfer uang untukmu pulang, tidak usah cerita kepada mama mu. Tapi kamu tetap harus tanggung jawab atas perbuatan mu, mama mu pasti akan marah," jawab papa nya seolah tahu anak nya memang ingin pulang tapi tidak memiliki uang.
"Terima kasih, Pa." Lizda menutup telepon nya.
Hati nya cukup senang mendengar papa nya masih mau menerima nya dia sudah siap dengan segala konsekuensi nya. Setelah papa nya mengirim uang dia segera berkemas dan mencari tiket pulang dengan segera sebelum laki-laki kejam itu menemukan nya.
"Alea terima kasih untuk tumpangan nya, kamu sangat baik. Semoga semua jalan mu selalu di mudahkan yang Maha Kuasa. Aku akan pulang ke Jakarta, jangan sungkan mengunjungi ku jika kamu main ke Jakarta."
*
*
"Ah akhirnya aku tiba juga di tempat ternyaman yaitu kampung halaman ku sendiri," senyuman manis muncul sesaat setelah Lizda tiba di bandara Jakarta.
Langkah nya begitu ringan melewati besar nya bandara menuju ke arah keluar. Ternyata keluarga nya sudah menunggu kedatangan nya.
"Paaaa!!" teriak Lizda memeluk erat tubuh papa nya yang masih terlihat bugar di usia nya menginjak setengah abad.
"Ma.." Lizda menyalami punggung tangan mama tiri nya itu, Vonny. Tapi mama nya hanya tersenyum kecut memandang Lizda.
Lizda terkesan tidak peduli dan terlihat sangat ceria bertemu keluarga nya. Dia menggandeng kedua adik nya berjalan keluar bandara.
Sesampai nya di rumah mereka makan malam bersama. Masakan mama nya memang tidak pernah gagal membuat rindu akan rumah. Sifat jutek mama nya sangat di mengerti oleh Lizzda, karena karakter mama nya memang lah menjengkelkan.
"Kamu kenapa pulang? Bukan nya kemarin kekeh untuk tinggal di Bali?" tegur mama nya.
Belum sempat Lizda menjawab mama nya menyahut kembali "Sudah putus dengan pacar mu di sana? Atau di pecat dari pekerjaanmu?"
Seolah cenayang kata-kata nya menusuk namun sedikit benar. Lizda enggan menjawab nya agar tidak memperkeruh suasana.
"Setelah makan mama akan ke kamar kamu, mama mau ngomong sama kamu!!" pekik Vonny yang di angguki oleh Lizda.
"Hadehh habis lah aku mendengar ocehan nya setelah ini," batin Lizda.
Kring
Kring
Ponsel Lizda berdering, terdengar jelas karena dia meletakkan nya di samping piring nya makan. Panggilan itu berasal dari Daniel.
"TIDAK USAH DI ANGKAT! KITA SEDANG MAKAN!" teriak mama nya yang membuat Lizda terkejut. Dia tidak pernah melihat mama nya semarah ini.
Vonny berdiri menghentikan makan nya dan berjalan menuju kamar Lizda.