Sebuah ramalan kemunculan raja iblis berhasil membuat dunia kacau balau akibat kemunculan para monster, makhluk mistis serta fenomena alam baru.
Untungnya manusia masih memiliki secercah harapan. Mereka adalah para manusia yang berhasil membangkitkan kekuatan hebat, mereka disebut Awakening.
Akan tetapi, apakah secercah cahaya itu dapat mengalahkan kegelapan yang begitu besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galaxy_k1910, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cannibal Child 3
Ekilah yang sedang bermain game online di rumah pohon berdecak kesal karena munculnya notifikasi misi darurat dari federasi untuk para awakening di seluruh kota Ujung Batu terkait kemunculan sang Cannibal Child.
Yang paling menyebalkan adalah, notifikasi itu tidak bisa dihilangkan dan harus dilihat lebih dulu, membuat layar game Ekilah tertutup sebagai kecil.
Ting!
[Game over!]
"Agh! Nyebelin banget sih!"
Dengar perasaan kesal Ekilah mulai membaca informasi misi tersebut di mana hadiah imbalannya sebesar 1 juta Inroin. Lebih rendah dari rata-rata gaji bulanan warga biasa.
Di jelaskan juga bila awakening level perunggu dan besi hanya perlu berpatroli bersama.
Ekilah menghela nafas malah. Untuk misi yang merepotkan seperti ini dia tidak akan ikut. Dari pada melindungi keluarga orang lain Ekilah lebih memilih melindungi keluarganya sendiri.
Sekilas informasi saja, misi darurat dari federasi bisa ditolak oleh awakening tapi gaji pokok mereka akan di potong 1%.
Gaji pokok sendiri merupakan gaji yang akan diberikan tiap bulan meski seorang awakening tidak melakukan misi.
Untuk level besi, gaji pokok mereka adalah 2,5 -5 juta Inroin, level perunggu 5 - 10 juta Inroin, level perak 10 -50 juta Inroin, level emas 50 juta -1 miliyar Inroin, level platinum 1 - 10 miliyar Inroin.
Sedangkan untuk level Diamond dan Legenda sendiri, masih tidak diketahui. Mengingat saat ini, Anshier Von Barqian merupakan pimpinan dari organisasi terkuat di dunia. Serta beberapa Awakening dengan level Diamond memilih untuk menjadi pemimpin sebuah Guild atau organisasi.
Ekilah mengambil ponselnya dan turun dari rumah pohon.
Di teras samping, mata biru kehijauannya melihat sang adik, Arkara sedang duduk termenung sambil mengerjakan tugas sekolahnya.
"Tumben ngerjain pr di teras. Kenapa gak di dalam?" Tanya Ekilah.
"Lagi pengen aja." Arkara menatap wajah sang kakak.
"Omong-omong kakak gak mau bantuin awakening lain menangkap si Cannibal Child itu?"
Ekilah termenung sebentar. "Aku sedang tidak butuh uang."
"Ini bukan masalah uang, kak."
Baiklah, sepertinya para tentara itu harus menangkap sang Cannibal Child sendiri. Begitulah isi pikiran Arkara.
Remaja berusia 13 tahun itu tahu betul sifat sang kakak. Ekilah memang bukan orang jahat, tapi dia juga bukan orang baik. Rizal selaku sepupu mereka juga sempat berkomentar tentang moral Ekilah yang agak abu-abu itu.
"Kak."
"Hm?"
"Bisa ajarin aku cara membangkitkan kekuatan."
"Jangan sekarang," balas Ekilah. "Nanti mama khawatir. Kenapa kau tiba-tiba tertarik?"
"Aku mau menolong banyak orang."
"Kalau begitu berhentilah. Prinsipmu itu cukup bagus tapi kurang kuat, Kara." Ekilah duduk di sebrang sang adik.
Arkara mengepalkan tangannya. "Kenapa prinsip menolong orang itu kurang kuat?"
Ekilah menghela napas panjang. "Menolong orang lain itu memang mulia, tapi dunia ini tidak selalu hitam putih. Ada kalanya kau harus memilih untuk melindungi diri sendiri, bahkan kalau itu berarti meninggalkan orang lain."
"Tapi aku tidak bisa tinggal diam sementara orang lain menderita," ujar Arkara.
"Dan itulah masalahmu," balas Ekilah sambil menatap mata adiknya.
"Kau akan berakhir tersakiti kalau terus-terusan memaksakan diri menolong orang lain tanpa pikir panjang. Kekuatan bukan hanya soal seberapa besar kau bisa melindungi sesuatu, tapi juga kapan kau memilih untuk bertindak. Jangan biarkan perasaan menuntun dirimu ke dalam bahaya."
Arkara menunduk. "Jadi... aku harus egois?"
Ekilah menggeleng pelan. "Bukan soal egois, Kara. Ini soal keseimbangan. Kau harus bisa menimbang kapan saatnya menolong dan kapan saatnya melindungi dirimu sendiri. Kalau kau terlalu fokus pada satu sisi, kau akan kehilangan dirimu di sisi lainnya. Secara garis besar alasanmu itu kurang kuat, gitu deh."
Arkara terdiam sesaat. "Seolah kakak punya alasan yang lebih bagus."
"Memang tidak."
"..." Arkara menatap kosong sang kakak.
Ekilah pun terkekeh.
"Begini, Arkara. Kebanyakan orang-orang seperti dirimu itu akan dimanfaatkan oleh orang lain."
Arkara langsung menyela ucapan sang kakak. "Iya aku tahu kok, kakak kan sering manfaatin aku buat di suruh ini-itu."
"Dengerin dulu dong," ujar Ekilah.
Perempuan berambut putih itu menghela nafas pendek. "Kau tahu seberapa kuat kakakmu ini kan."
Arkara mengangguk kecil. "Iya iya."
"Begitu dunia mengetahui hal ini, orang akan berbondong-bondong mencaritahu tentang keluarga kita. Mereka akan mengambil hati kalian, bisa juga musuh-musuhku akan datang dan menyerang kalian."
"Makanya kakak melakukan penurunan level?"
"Itu alasan utamanya. Alasan lain karena aku tidak ingin menarik banyak perhatian, apalagi..." Ekilah menjeda ucapannya.
Perempuan itu lalu menyibakkan rambutnya ke belakang. "Dengan wajah secantik ini dunia pasti geger."
"..." Arkara mengerutkan keningnya kesal.
"Eki! Kara! Ayo masuk!"
Rahayu memanggil kedua buah hatinya dari dalam rumah. Ini sudah waktunya makan malam.
Kegiatan makan malam di rumah ini cukup ramai.
"Ma, porsi makanku kok ditambahin sih? Aku mau diet loh."
"Gak ada diet diet! Apalagi sekarang kamu sudah menjadi awakening kan, kamu butuh energi yang banyak."
Tak!
Ekilah dengan sigap memindahkan semua sayur di piringnya ke piring Arkara.
"Ma, kakak gak mau makan sayurnya loh!" Ucap Arkara sembari mengembalikan porsi sayur milik Ekilah.
"Aduh, kalian berdua jangan berisik saat makan malam!" Omel Rahayu.
Srek!
Srek!
Karsa sendiri sedang sibuk menambahkan bubuk cabai pada piringnya.
Untungnya, kebisingan di ruang makan tidak terdengar sampai ke rumah tetangga sebelah.
Kenapa? Karena bangunan rumah ini tidak menempel dengan rumah tetangga yang lain. Di tambah lagi, keluarga kecil ini tinggal di tempat yang penduduknya agak sedikit. Meski begitu keamanannya cukup terjamin.
Deg!
Ekilah tiba-tiba menghentikan sendok makan yang hendak masuk ke mulutnya.
"Hawa keberadaan ini lagi. Para awakening itu kerjaannya ngapain aja sih?" batin Ekilah kesal.
"Kenapa Eki?" Tanya Rahayu yang merasakan perubahan ekspresi wajah sang putri.
Ekilah menggeleng pelan. "Bukan apa-apa, cuman aku baru ingat kalau Minggu depan adiknya Bang Rizal ulang tahun."
"Oh! Iya juga, kira-kira anak itu mau hadiah apa ya?" Tanya Rahayu. "Semoga saja penyakitnya cepat sembuh."
.
.
.
Di sebuah ruangan yang minim penerangan. Seorang remaja berusia 15 tahun sedang duduk di sofa panjang yang berdebu sendirian.
Tepat dihadapan remaja itu, terdapat sebuah meja yang memisahkan antara dirinya dengan televisi yang sedang menayangkan peringatan dari wali kota tentang kemunculan Cannibal Child.
Di atas meja, terdapat banyak botol air kosong serta sisa tempat makanan kaleng dan instan yang berserakan.
Tak jauh dari tempat remaja itu duduk, terdapat sebuah lemari kaca yang di dalamnya menampilkan foto sebuah keluarga bahagia beranggotakan 3 orang.
[Berita terbaru. Kini para awakening dan tentara sedang melakukan pengejaran terhadap pelaku pembunuhan 5 orang. Berikutnya video pengejarannya.]
Layar televisi pun menampilkan seseorang anak laki-laki yang sedang berlari dengan lincah di area hutan meninggalkan sekelompok orang dewasa yang mengejarnya. Dikarenakan posisi drone yang berada di atas, sulit untuk mengetahui rupa sang Cannibal Child tersebut.
"Ah, sebentar lagi dia akan muncul ya," gumam remaja itu.
Tangan kanannya bergerak mengambil sebungkus permen dari keranjang pemberian sanak saudaranya.
"Noctar Sang Kapten Malam."
Srak!
Remaja itu menyobek bungkus permen rasa strawberry tersebut dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Dia adalah salah satu kandidat terbesar menjadi reinkarnasi dari 7 raja iblis di masa lalu."
Remaja berambut hitam panjang yang berantakan itu adalah Sanika.
Ting!
Bel pintu rumah susunnya berbunyi, terlihat dari cctv di lorong menunjukkan seorang wanita cantik berkulit coklat gelap sedang berdiri sambil membawa kantung makanan lain.
[Sanika, ini aku Flora.]
"..." Sanika tetap diam di tempat, tak berniat menjawab panggilan dari awakening itu.
Dari seragam yang Flora kenakan, terlihat jelas pangkat berwarna silver yang menandakan levelnya.
Dia bukan sanak saudara Sanika. Dia hanya awakening baik hati yang merasa bersalah karena membiarkan Sanika melihat kedua orang tuanya tewas dimakan hidup-hidup oleh para monster dari ruang gelap.
Kejadian itu memang sudah terjadi sekitar 5 tahun lalu. Sanika sendiri bahkan telah melupakannya.
[Sanika.]
Sanika terdiam sebentar. "Kalau di pikir-pikir, dulu, ketika aku mendapatkan kemampuan kembali ke masa lalu untuk pertama kalinya. Aku sempat berterima kasih pada Kak Flora karena sudah merawatku."
Remaja itu termenung sebentar, berdebat dengan pikirannya sendiri.
Sementara itu, Flora yang tidak mendapatkan tanda-tanda akan dibukakan pintu pun menghela nafas panjang.
"Tidak apa, Flora. Kamu harus terus membantu Sanika, karena kematian kedua orang tua anak ini adalah kesalahanmu yang datang terlambat," batin Flora menyalahkan diri sendiri.
Jika ditanya apakah itu memang murni kesalahan Flora maka sebagian besar orang akan menjawab tidak.
Lagi pula, awakening bukanlah pahlawan. Mereka hanya ditugaskan untuk menuntaskan misi.
Flora pun hendak menaruh kantung berisi makanan dan minuman di sebelah pintu sampai telinganya mendengar suara langkah kaki seseorang dari dalam.
"Sanika!" Batin Flora senang.
Krieet!
Pintu terbuka sedikit, menampilkan wajah Sanika yang agak memprihatinkan. Kantung matanya terlihat jelas, rambut berantakan serta tatapan kosongnya.
Meski begitu Flora tidak menunjukkan ekspresi apapun yang sekiranya membuat Sanika merasa buruk. Dia tersenyum lebar.
"Sanika, aku membawakan beberapa makanan dan minuman untuk beberapa hari kedepan."
Sanika menerima kantung plastik itu.
"Omong-omong, apa kamu sudah mendengar peringatan darurat tentang Cannibal Child? Jangan lupa kunci semua pintu dan jendelamu ya."
"Terima kasih, kak Flora."
"Eh?"
Flora tertegun. Ini pertama kalinya dia mendengar Sanika menyebutkan namanya.
Wanita itu pun tersenyum manis. "Tentu, jaga dirimu baik-baik ya."
Sanika mengangguk pelan sebagai jawaban.
Setelah mata biru Sanika melihat punggung Flora yang menjauh ia pun masuk ke dalam rumah. Sanika tidak mengunci pintu rumah seperti saran Flora tadi karena ia tahu jika Cannibal Child tidak akan membunuh dirinya. Setidaknya jika Sanika tidak mengganggunya.
Agar tidak menjadi mangsa Cannibal Child ada satu cara. Menjadi awakening.
Entah karena apa, Cannibal Child tidak menyukai tekstur daging para awakening yang begitu keras akibat tercampur dengan energi mereka.
Dan sekarang, Sanika sudah membangkitkan kekuatannya.
Buk!
Sanika kembali duduk di sofa panjang. Dia menatap datar layar televisi.
Remaja itu menatap telapak tangannya. Dia mencoba mengeluarkan dan membentuk energi seperti yang ia pikirkan.
Tas!
Kilatan cahaya yang samar terlihat. Tanda jika upaya Sanika untuk membentuk energinya gagal.
"... Aku masih mengingat caranya tapi tubuhku masih belum terbiasa," gumam Sanika.
Sanika pun berdiri, dia menatap jam dinding yang menampilkan tanggal hari ini.
"Setelah kejadian Cannibal Child ini, aku punya waktu 2 tahun untuk bersiap-siap menghadapi perang besar yang akan datang."