Ello, seorang dokter pediatri yang masih berduka atas kehilangan kekasihnya yang hilang dalam sebuah kecelakaan, berusaha keras untuk move on. Namun, setiap kali ia mencoba membuka hati untuk wanita lain, keponakannya yang usil, Ziel, selalu berhasil menggagalkan rencananya karena masih percaya, Diana kekasih Ello masih hidup.
Namun, semua berubah ketika Ello menemukan Diandra, seorang gadis misterius mirip kekasihnya yang terluka di tepi pantai. Ziel memaksa Ello menikahinya. Saat Ello mulai jatuh cinta, kekasih Diandra dan ancaman dari masa lalu muncul.
Siapa Diandra? Apakah ia memiliki hubungan dengan mendiang kekasih Ello? Bagaimana akhir rumah tangga mereka?
Yuk, ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Hipotermia
Dona menoleh bingung, alisnya terangkat. "Benarkah? Aku nggak pernah perhatiin, sih, Rir. Soalnya 'kan lagi sibuk."
Riri mengangguk yakin, senyumnya penuh arti. "Serius, firasatku kuat nih. Menurutku, dia naksir sama kamu."
Dona terkekeh kecil dan menggeleng. "Ah, nggak mungkin, Rir. Kak Angga 'kan temannya Kak Ello, yang notabene adik pemilik toko kue ini. Jadi, udah jelas dia orang kaya. Dari tampilannya aja udah kelihatan banget, pakaiannya selalu berkelas. Mana mungkin orang kayak dia mau sama cewek biasa kayak aku."
Riri menatapnya sambil tersenyum tipis. "Ya, siapa tahu, 'kan? Nggak semua orang kaya tuh angkuh, Don."
Namun, Dona tetap pada pendiriannya. "Aku nggak mau berkhayal, Rir. Lagipula, aku nggak pernah bermimpi menikah dengan orang kaya. Takutnya malah dijadikan istri kedua atau, yang lebih parah lagi, istri simpanan. Kalau pun dijadikan istri sah, aku nggak sanggup kalau sampai dimadu."
Riri menepuk bahunya pelan. "Ya ampun, Don. Masa kamu langsung mikirnya gitu?"
Dona hanya mengangkat bahu, tapi dalam hatinya terselip sedikit rasa penasaran, mungkinkah Riri benar soal Angga?
***
Suara deburan ombak dan kicauan burung camar semakin jelas terdengar saat mobil Ello semakin mendekati pantai. Dada Ello terasa sesak, mengingat kembali saat mobil Diana meledak tepat di depan matanya. Ia akhirnya menghentikan mobilnya di tempat yang sepi, jauh dari kerumunan pengunjung, dan mematikan mesin tidak jauh dari bibir pantai. Dengan napas yang berat, Ello berusaha menenangkan dirinya.
Ziel melirik Ello yang terdiam, menatap laut dengan penuh pikiran. Tak sabar menunggu, ia menekan tombol untuk membuka kunci pintu otomatis mobil. Setelah pintu terbuka, Ziel segera melompat keluar dan bergegas menuju pantai.
"Ziel! Tunggu Om!" seru Ello, terkejut melihat kepergian Ziel yang terlalu cepat. Ia segera keluar dari mobil dan berlari mengejar bocah itu. Bagaimanapun, Ziel masih kecil dan perlu pengawasan. Ello tak ingin kehilangan kontrol di saat seperti ini.
Ziel berlari cepat di sepanjang pantai, melakukan hal yang selalu ia lakukan setiap kali mereka berkunjung ke tempat ini. Ia menyusuri pantai dengan harapan bisa menemukan Diana terdampar di tepi pasir. Sementara itu, Ello hanya bisa berlari mengikuti keponakannya, berusaha memastikan bocah itu aman.
Tiba-tiba, Ziel terbelalak ketika melihat sesosok tubuh terbaring di tepi pantai dari kejauhan. "Tante Diana," gumamnya, berlari lebih kencang menghampiri sosok yang diyakininya sebagai wanita itu. Degup jantungnya berdetak semakin cepat, bukan hanya karena ia berlari, tetapi juga karena rasa harap yang meluap-luap dalam dirinya.
"Ziel ..." panggil Ello dengan nada khawatir saat melihat Ziel berlari semakin menjauh. Ia hanya bisa fokus pada keponakannya itu, tidak menyadari bahaya yang mungkin mengintai di sekitarnya.
Ziel berhenti di samping sosok yang terbaring tengkurap dengan tubuh yang basah, air laut sesekali naik membuat tubuh sosok wanita itu semakin basah. "Tante ... Diana ...." gumam Ziel lirih dengan napas terengah-engah, suaranya hampir tenggelam oleh suara deburan ombak. Dengan hati-hati, tangan mungilnya berusaha membalikkan tubuh yang entah masih hidup atau sudah mati itu.
Ello yang semakin dekat menyadari keponakannya menemukan sosok tubuh di pantai. Ia berlari lebih cepat mendekati Ziel, merasakan degup jantungnya bergetar semakin kencang. Rasa cemas melanda dirinya saat melihat sosok itu, dan seakan ada benang tak kasat mata yang menariknya semakin dekat.
Saat Ello berhenti tepat di samping Ziel, ia bisa melihat betapa bocah itu berjuang untuk membalikkan sosok yang tak berdaya itu dengan napas yang tersengal. Ia berusaha melihat lebih jelas wajah sosok itu.
"Tante ..!" pekik Ziel saat berhasil membalikkan tubuh itu. Tangisannya langsung pecah, saat ia menyingkirkan rambut yang menutupi wajah wanita yang dipanggilnya Tante.
Mata Ello terbelalak sempurna, degup jantungnya bergetar semakin cepat saat ia mengenali sosok itu, seorang wanita dengan ciri-ciri yang sangat mirip dengan Diana. Seolah semua yang ada di sekelilingnya lenyap dalam sekejap. Jantungnya berdebar keras, dan setiap detak terasa seperti petasan yang meledak dalam kepalanya. Melihat wajah sosok itu, meskipun tampak pucat dan lemah, semuanya kembali menghantui ingatannya. Setiap detail wajah yang mirip Diana, setiap lekuk bibirnya, dan bahkan kerutan kecil di dahi membuatnya terperangah.
Kedamaian seakan sirna dari hidupnya seketika, menimbulkan campuran rasa haru dan ketakutan. Ia tak tahu harus merasa bahagia atau berduka, karena sosok di depannya ini bisa saja membawa harapan baru atau mengingatkan kembali pada kehilangan yang tak pernah bisa ia lupakan. Semua kenangan indah bersama Diana muncul dalam benaknya, menyakiti hatinya sekaligus memberi harapan yang tak berani ia ungkapkan. Dengan suara bergetar, Ello berusaha memanggil, "Di-Diana ...." Ello seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat, berharap sosok ini benar-benar hidup.
Ziel meraba wajah wanita itu dengan hati-hati, seolah berharap sentuhannya dapat membangkitkan wanita itu dari kegelapan yang menyelimutinya. "Tante, bangunlah," pintanya dengan suara penuh harap. Namun, tidak ada respon. Hanya suara ombak yang terus berderu, seolah menegaskan bahwa waktu terus berjalan meskipun dunia di sekitar mereka tampak membeku.
Ello berlutut di samping Ziel, matanya tak pernah lepas dari wajah sosok itu. Kegelapan menyelubungi pikirannya saat melihat keadaan wanita yang terbaring di hadapannya. "Diana, jika itu memang kamu, tolong buka matamu," ujarnya dengan suara bergetar, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang.
Ketika Ello menyentuh tangan wanita itu, ia merasakan dinginnya tubuhnya. Rasa panik mulai menyergap dirinya. Ia mengamati lebih seksama. Dengan keterampilan yang dimiliki sebagai seorang dokter, Ello langsung memeriksa pernapasan dan denyut nadi wanita tersebut. Rasa panik semakin merayapi pikirannya saat ia menyadari wanita itu masih hidup, meskipun tubuhnya sangat dingin. “Hipotermia,” gumamnya, merasakan tangannya yang menyentuh kulit wanita itu. “Kita harus segera membawanya ke rumah sakit, Ziel.”
Ziel menatapnya dengan mata membulat. “Tante Diana masih hidup, 'kan?” tanyanya dengan harapan yang tinggi.
Ello menatap keponakannya, berusaha menenangkan. “Ya, dia masih hidup, Ziel. Tapi kita harus cepat. Kita tidak bisa menunggu ambulans di sini. Tubuhnya terlalu dingin.” Dengan sigap, Ello mengangkat wanita itu perlahan, mencoba menghindari gerakan yang bisa menyakitinya. Ia memperhatikan setiap detail, mencoba menilai kondisi wanita tersebut.
“Om, apa yang akan kita lakukan?” tanya Ziel, suaranya bergetar.
Ello meneguk ludah, merasa beban tanggung jawab di pundaknya semakin berat. “Kita bawa dia ke mobil, dan Om akan menghidupkan mesin pemanas. Om juga akan mencoba menjaga suhu tubuhnya agar tidak semakin menurun.”
Mereka berdua dengan hati-hati memindahkan wanita itu ke mobil. Ziel membantu sebisa mungkin, meskipun tubuhnya masih gemetar karena takut. Begitu wanita itu terbaring di kursi belakang, Ello segera menyalakan mesin mobil dan mengatur suhu pemanas ke maksimum.
Setelah memastikan semuanya siap, Ello melirik Ziel. “Kau siap, Ziel?”
Ziel mengangguk, tetapi ketakutan masih terpancar di matanya. “Kita akan membawanya ke rumah sakit, 'kan, Om?”
“Ya, kita akan segera ke rumah sakit,” jawab Ello, berusaha meyakinkan dirinya sendiri sekaligus keponakannya. Dengan hati-hati, Ello mengemudikan mobil menjauh dari pantai, dari.kaca spion ia menatap wanita yang terbaring di kursi belakang.
Perasaannya campur aduk, antara harapan dan ketakutan. Ia berdoa dalam hati, berharap wanita itu bisa selamat. Ia tidak bisa membayangkan jika kehilangan orang yang ia cintai sekali lagi. Saat melintasi jalanan, Ello terus memeriksa kondisi wanita itu melalui kaca spion, memastikan dia masih bertahan hingga mereka tiba di rumah sakit.
“Segera, kita akan sampai di rumah sakit,” Ello berjanji, suara tekadnya seakan memberi kekuatan bagi dirinya dan Ziel. Dengan setiap detak jantung, Ello berusaha menyatukan harapan dan keahliannya sebagai dokter untuk menyelamatkan wanita yang terbaring di belakangnya.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued