JANGAN BOOM LIKE 🙏🏻
Di tengah kehancuran yang ditinggalkan oleh amukan Liora Ravenscroft, putri bungsu dari Grand Duke Dimitri Ravenscroft, ruangan berantakan dan pelayan-pelayan yang ketakutan menggambarkan betapa dahsyatnya kemarahan Liora. Namun, ketika ia terbangun di tengah kekacauan tersebut, ia menemukan dirinya dalam keadaan bingung dan tak ingat apa pun, termasuk identitas dirinya.
Liora yang dulunya dikenal sebagai wanita dengan temperamental yang sangat buruk, kini terkejut saat menyadari perubahan pada dirinya, termasuk wajahnya yang kini berbeda dan fakta bahwa ia telah meracuni kekasih Putra Mahkota. Dengan mengandalkan pelayan bernama Saina untuk mengungkap semua informasi yang hilang, Liora mulai menggali kembali ingatannya yang tersembunyi dan mencari tahu alasan di balik amukannya yang mengakibatkan hukuman skors.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosalyn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LATIHAN PEDANG
...05...
Ruangan kerja di istana itu begitu megah, dengan langit-langit tinggi berhiaskan lampu gantung kristal yang memberikan pantulan lembut ke seluruh ruangan. Meja kayu mahoni besar di tengah ruangan dipenuhi kertas-kertas penting, peta, dan buku-buku tebal. Tirai merah marun yang berat dengan pola-pola abstrak menjuntai hingga menyentuh lantai.
Putra Mahkota duduk di kursi tinggi di belakang meja, wajahnya tampak keras, namun matanya menyiratkan pikiran yang melayang jauh. Tangannya yang besar menggenggam sebuah kertas rapuh, dan dalam gerakannya terdapat keraguan. Kata-kata Liora terngiang di benaknya, "Saya bukan Liora yang sama seperti dulu."
Liora yang ia kenal selama ini adalah gadis sembrono, mudah terprovokasi, dan selalu patuh seolah siap dimanfaatkan. Namun, kini sikapnya berubah drastis, menjadi sosok yang tak mudah diprovokasi dan tak lagi patuh pada dirinya. Perubahan itu mengusik pikirannya, seolah ia kehilangan sesuatu yang tak pernah ia sadari keberadaannya.
Putra Mahkota menghela napas berat dan menundukkan kepala. "Kenapa aku memikirkannya?" gumamnya pelan. Selama ini, Liora hanyalah bagian kecil dari rencananya, seseorang yang bisa ia abaikan atau gunakan jika diperlukan.
Matanya terpejam sejenak, mencoba mengusir perasaan aneh itu, tetapi bayangan Liora terus muncul. Wajahnya yang berani, tatapan tajamnya, dan sikap tegasnya membuat sang pangeran merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Namun, ia cepat-cepat menggelengkan kepala, menepis pikiran itu. Mengapa aku harus peduli? pikirnya skeptis.
Selama ini, ia tak pernah benar-benar memikirkan Liora. Tunangan itu hanyalah sebuah status, alat politik yang bisa ia singkirkan kapan saja. Ia tak pernah merasa terikat padanya, apalagi jatuh cinta. Maka, mengapa sekarang? Apa yang sebenarnya telah berubah?
"Ini hanya permainan pikiran," desisnya, mengencangkan genggaman pada kursinya. "Dia hanya mencoba mencari perhatian, bermain-main dengan emosiku."
Namun, saat dia mengatakan itu, keraguan mulai tumbuh di dalam dirinya. Mungkinkah ia salah menilai Liora selama ini? Apakah perubahan dalam dirinya nyata, atau hanya bagian dari permainan yang lebih besar?
Putra Mahkota berdiri dan berjalan menuju jendela besar, membuka tirai lebar-lebar. Cahaya matahari yang masuk membanjiri ruangan, namun tak memberikan kehangatan yang ia butuhkan. Pandangannya menyapu taman istana yang luas, tetapi pikirannya kembali pada Liora.
"Aku tak akan terpengaruh oleh ini," katanya kepada dirinya sendiri dengan nada dingin. "Dia bukan apa-apa. Hanya seorang gadis lemah yang berusaha terlihat kuat."
Namun, di dalam hati, ia tahu bahwa itu tidak sepenuhnya benar. Perubahan pada Liora—keberanian dan keteguhannya—telah mengusik pikirannya. Ada perasaan kehilangan yang tiba-tiba muncul, tetapi ia menolak mengakuinya, menolak tunduk pada emosi yang tak ia pahami.
Wajahnya kembali keras saat ia berbalik dan melangkah menuju meja kerjanya. Ia tak akan membiarkan seorang wanita, bahkan Liora, mengganggu fokusnya. Ia akan tetap skeptis, tetap dingin, dan tak akan membiarkan perasaan ini memengaruhinya. Karena bagi Putra Mahkota, kelemahan adalah sesuatu yang tak bisa ia izinkan dalam hidupnya.
Meski demikian, bayangan Liora terus menghantui pikirannya, seolah ia telah kehilangan sesuatu yang berharga tanpa menyadarinya.
...****************...
Liora berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya dalam pakaian berlatih pedang. Pakaian pria yang disesuaikan dengan tubuhnya yang ramping membuatnya tampak tegas namun tetap anggun. Tatapannya penuh tekad. Di benaknya, terngiang ucapan dan sikap meremehkan yang ia terima selama ini, terutama dari Putra Mahkota. Hatinya membara, bukan karena marah, melainkan karena keinginan yang kuat untuk berubah.
"Aku tak akan diremehkan lagi," gumamnya. "Tidak oleh Putra Mahkota, tidak oleh siapa pun."
Saina, yang berdiri di belakangnya, memasang sabuk pedang di pinggang Liora dengan hati-hati. "Nona, Anda benar-benar ingin melakukan ini? Latihan pedang, pelajaran etiket... semuanya?"
Liora menatapnya melalui pantulan cermin dan tersenyum tipis. "Aku harus melakukannya. Selama ini, aku membiarkan diriku berada di bawah bayang-bayang orang lain. Mereka melihatku sebagai Liora yang liar, gadis yang mudah dipermainkan dan diprovokasi. Tapi tidak lagi."
Saina terdiam sejenak, lalu mengangguk dengan penuh keyakinan. "Baiklah, kalau begitu. Saya akan mendukung apa pun yang Anda inginkan. Tapi, ini akan menjadi perjalanan yang berat, Nona."
"Aku tahu," jawab Liora tegas. "Aku tak hanya akan melatih pedang. Aku akan mempelajari semuanya—etiket, seni berbicara, dan cara membawa diri sebagai seorang bangsawan sejati. Aku akan menjadi kuat, bukan hanya dalam bertarung, tapi dalam segala hal. Dengan begitu, tak ada seorang pun yang bisa meremehkan aku lagi."
Saina menatap Liora dengan rasa hormat yang mendalam. "Anda pasti bisa melakukannya, Nona."
Liora menatap dirinya sekali lagi, kali ini dengan keyakinan bulat. Tak ada lagi keraguan. Jika ia ingin menghadapi Putra Mahkota dan dunia yang penuh intrik ini, ia harus siap dalam segala hal. Pedang hanyalah salah satu alatnya, tapi kekuatan sejati juga berasal dari sikap, kebijaksanaan, dan kecerdasan.
Dengan satu tarikan napas dalam, Liora melangkah keluar dari kamarnya. Langkahnya mantap, penuh keyakinan, sementara Saina setia mengikutinya di belakang. Ruang latihan pedang sudah menantinya, namun bukan itu saja yang menjadi fokus Liora. Setelah latihan ini, ia akan meminta guru etiket terbaik di kerajaan untuk mengajarinya, memastikan bahwa ia dapat tampil sebagai Nona Muda yang tak tergoyahkan.
Saat Liora menjejakkan kaki di halaman belakang tempat latihan, para ksatria yang melihatnya tertegun. Ada sesuatu yang berbeda pada gadis yang mereka kenal selama ini. Sikapnya, tatapannya, semuanya telah berubah. Dan Liora tahu, ini baru permulaan.
"Selamat pagi, Nona Muda. Apa yang Anda lakukan di sini?" tanya wakil komandan kesatria, Roberto, dengan nada skeptis. Ia memandang Liora yang mengenakan pakaian laki-laki dan membawa pedang—pemandangan yang tidak biasa di Kekaisaran Valoria.
Liora menatap Roberto dengan dingin, memberikan aura mengintimidasi yang membuatnya tampak lebih besar dari siapapun di sekitarnya. "Aku di sini untuk memastikan kepalamu lepas dari tubuhmu!" jawab Liora tajam, tanpa gentar.
Dengan bangga, Liora melepas sarung tangannya, lalu melemparkannya di hadapan Roberto sebagai tanda ajakan duel. Roberto tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya saat menerima tantangan tersebut.
"Apakah Nona Muda yakin? Kebanyakan orang yang menantang saya terlebih dahulu tidak pernah keluar dari lingkaran ini dengan utuh," ucap Roberto dengan nada penuh keyakinan.
Sudut bibir Liora terangkat, menandakan bahwa ia tidak gentar. Justru, dia sangat bersemangat karena akhirnya bertemu dengan lawan yang begitu percaya diri seperti Roberto.
Sebagai kesatria terhormat keluarga Ravenscroft, tolong tanggapi dengan serius ajakan dari Nona Muda ini. Jangan menahan diri, karena aku pasti akan membuatmu terluka!" Liora berkata dengan nada sombong, sengaja memancing emosi pria paruh baya di depannya.
Penampilan Liora dari Ai :
...TO BE CONTINUED...