Clarisa hanya bisa menyesal setelah diceraikan oleh Arga, suaminya yang dua tahun ini menikahinya karena sebuah perjodohan.
Arga yang sudah berusaha mencintai Risa sepenuh hati sudah tidak tahan dengan sikap Risa yang susah di atur, keras kepala, kekanakan dan suka menghamburkan uang. Bahkan Risa masih sering pergi bersama teman-temannya ke club malam untuk berpesta.
Tapi setelah resmi bercerai, Risa baru tau kalau dia sedang mengandung anak dari Arga. Penyesalan tinggallah penyesalan saat Risa mengetahui Arga sudah menikah lagi dengan mantan pacarnya setelah menceraikan Risa.
"Mama, apa Papa nggak sayang sama Tiara? Kok Papa nggak pernah pulang?"
"Bukannya tidak sayang sama kamu Tiara. Tapi Papa sudah bahagia dengan keluarganya!" Risa hanya bisa menjawab pertanyaan anaknya di dalam hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Resmi bercerai
Sudah satu minggu Arga meninggalkan rumah. Selama itu juga, Risa terus berusaha menghubungi Arga. Tapi sayangnya, ponsel Arga sama sekali tidak bisa dihubungi.
Kalian mau tau, seberapa besar Risa tidak peduli pada Arga salama ini? Risa bahkan tidak tau Arga kerja di mana.
Yang Risa tau, Arga berasal dari keluarga yang cukup kaya. Arga hanya mempunyai seorang Ibu yang tinggal di luar kota untuk pengobatan namun tidak pernah datang ke Jakarta selama dua tahun ini karena kesehatannya yang menurun.
Bukan karena Arga yang tidak mengenalkan Risa pada Ibu mertuanya itu, tapi Risa yang tidak pernah mau dan tidak mau tau pada saat itu.
Sekarang Risa menyesal, karena kalau dulu dia mau berkunjung ke rumah keluarga Arga, pastinya Risa bisa mencari keberadaan Arga saat ini.
"Kamu kemana Mas? Apa kamu benar-benar tidak bisa memaafkan ku lagi?"
Entah sudah berapa kali Risa menangisi Arga selama satu minggu ini. Risa benar-benar terlihat kacau. Dia tampak kehilangan berat badan dalam waktu satu minggu. Tubuhnya sedikit lebih kurus, bibirnya kering dan pucat, matanya juga cekung dan sekitar matanya berwarna kehitaman.
Ternyata sekarang Risa baru menyadari betapa berartinya Arga untuknya. Tanpa Risa sadari, selama ini dia juga mencintai Arga, suami yang selama ini dia kecewakan.
Ting..tong...
"Mas Arga?" Risa langsung berlari keluar. Senyum tipis disertai nata yang berkaca-kaca menemaninya menyambut seseorang yang menekan bel rumahnya.
"Mas kamu pu....?" Risa kecewa karena tak menemukan Arga di depan rumahnya.
"Cari siapa ya Mas?"
"Apa benar ini dengan Bu Clarisa?"
"Benar, ada apa ya?"
"Saya hanya mengantarkan paket ini Bu, tolong tanda tangan di sebelah sini sebagai tanda terima!"
Risa menerima satu buah amplop berwarna coklat dengan bertanya-tanya. Tapi dia tetap membubuhkan tanda tangannya pada kertas yang di tunjuk kurir tadi.
"Terima kasih Bu, saya permisi!"
"Iya sama-sama"
Risa membawa masuk amplop yang hanya tertera namanya sebagai penerima itu.
Dia begitu penasaran dengan siapa pengirimnya dan juga apa isinya.
Deg....
Brug...
Risa jatuh bersimpuh dengan air mata yang berderai karena isi dari amplop yang ia terima.
"Kamu benar-benar menceraikan ku Mas?!"
Risa menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak. Dia kira Arga hanya ingin memberikan pelajaran kepadanya. Tapi surat yang baru datang dari pengadilan agama itu telah menjawab semuanya.
Tapi yang membuat Risa kecewa, kenapa Arga harus mengirimnya melalui kurir. Kenapa bukan Arga sendiri yang memberikan surat perceraian itu kepadanya.
"Aku memang bodoh, aku bukan istri yang baik. Tapi apa aku tidak pantas di beri kesempatan Mas?!" Risa terus menangis di atas lantai yang dingin.
Sekarang sepertinya sudah tidak ada kesempatan lagi baginya untuk bisa bersama dengan Arga. Untuk bertemu orangnya pun begitu sulit. Satu-satunya cara agar bisa melihat Arga adalah dengan menghadiri persidangan itu.
"Tapi apa aku sanggup?"
🌷🌷🌷🌷
Sidang pertama perceraian mereka dilaksanakan dua minggu kemudian. Hari ini Risa berusaha terlihat cantik dan rapi karena dia sangat berharap bisa bertemu dengan pria yang ia cintai itu.
Risa berangkat mengendarai mobilnya yang di belikan oleh Arga sebagai hadiah ulang tahunnya beberapa bulan yang lalu.
Melihat mobilnya itu, Risa kembali teringat akan perbuatannya kepada Arga. Betapa tidak bersyukurnya Risa karena memiliki suami sebaik Arga.
Tak butuh waktu lama, Risa telah tiba di pengadilan agama. Matanya terus melihat ke sekitarnya untuk mencari keberadaan pria yang sudah tiga minggu tidak ia lihat keberadaanya.
"Selamat siang Bu Risa. Saya pengacara Pak Arga, untuk semua urusan perceraian dan lain-lainnya Pak Arga telah menyerahkan semuanya kepada saya!"
"M-maksud Bapak, Mas Arga tidak datang ke sini?"
"Benar Bu"
Risa langsung lemas seketika. Ternyata Arga tidak mau melihatnya sama sekali walau hanya untuk terakhir kalinya.
"Mari Bu, kita harus segera masuk karena persaingan akan segera di mulai!"
"Apa tidak ada mediasi lebih dulu Pak?"
"Maaf Bu, Pak Arga ingin perceraian ini secepatnya selesai. Tapi Bu Risa tidak perlu khawatir karena Pak Arga juga memberikan harta gono-gini berupa rumah yang Bu Risa tempati juga sejumlah uang"
Risa hanya terdiam. Sungguh, saat ini bukan itu yang dia inginkan. Bahkan Risa rela tidak dapat apapun asalkan Arga kembali.
"Tapi kenapa Mas Arga tidak datang Pak? Kenapa harus di wakilkan?"
"Pak Arga sedang menjemput Ibunya ke luar kota Bu"
"Tapi apa saya tidak bisa bicara sebentar saja dengan Mas Arga Pak? Tolong saya sekali ini saja Pak? Saya ingin mendengar suara suami saya untuk terkahir kalinya!"
Pengacara itu tampak tidak tega melihat keadaan Risa saat ini. Wajahnya pucat meski tertutup make up. Matanya berair dengan kedua tangan yang memohon pada pengacara itu.
"Baik Bu, tapi saya tanyakan dulu!"
"Iya Pak, tolong saya ya Pak?"
Pengacara itu tampak sedikit menjauh dari Risa untuk menghubungi Arga dan menyampaikan maksud Risa.
Melihat pengacara itu mulai berbicara meski dia tidak dengar apa yang mereka bicarakan, tapi Risa senang karena itu tandanya Arga mau mengangkat telepon dari pengacaranya itu.
"Silahkan Bu Risa, tapi Pak Arga tidak punya banyak waktu!"
"Tidak papa Pak. Terima kasih banyak!"
Risa langsung menerima ponsel itu, dia sempat menarik nafas panjang sebelum menempelkan benda pipi itu ke telinganya.
"Mas Arga?"
"Ada apa?" Risa benar-benar merindukan suara berat itu meski saat ini terdengar begitu dingin.
"Mas aku..."
"Semua urusan tentang kita telah ku serahkan semuanya pada pengacara ku. Harusnya tidak ada yang harus kita bicarakan lagi!"
Sungguh menyakitkan mendengar Arga mengatakan penolakannya itu. Risa hanya bisa membekap mulutnya agar Arga tidak mendengar tangisannya yang mulai pecah.
"Apa aku benar-benar tidak akan kesempatan lagi Mas?"
"Hmm"
"Apa ini benar-benar yang kamu inginkan?"
"Sudah sejauh ini tentu aku sangat yakin!"
Punggung Risa benar-benar bergetar dengan hebat. Dadanya terasa begitu sesak karena menahan sudara tangisannya.
"Baiklah kalau lepas dari ku bisa membuat kamu bahagia Mas. Aku menerima semuanya, aku menerima keputusan mu untuk menceraikan ku. Aku minta maaf karena tidak bisa menjadi istri yang baik dan selalu mengecewakan mu" Ucap Risa dengan suara yang bergetar. Mustahil jika Arga tidak tau jika Risa menangis saat ini.
"Terima kasih karena sudah menjadi suami terbaik buat Risa. Mas Arga memang suami terbaik, jadi pantas kalau mendapatkan istri yang bisa mengimbangi Mas Arga. Bukan istri tak tau diri seperti ku"
"Hmm, terima kasih"
"Aku janji tidak akan mempersulit mu dalam persidangan nanti. Selamat tinggal Mas!"
Hari itu juga Risa dan Arga resmi bercerai. Entah bagaimana cara Agam dan pengacaranya itu mengurus semuanya, tapi mereka benar-benar selesai secepat itu.
Fatma udah kebongkar
bukankah lebih baik mencintai dalam diam ,Elga?? tanpa harus terucap,terkata dan ternyata....
seharusnya kamu sadar fatma bukan orang baik, dan tanpa mengerti pertalian antara fatir dan arga kau terus saja menuruti perintah fatma.
ahh elga, sekarang menyesal pun tiada guna,dibui kau takkan bisa memandang dan menatap fatir, ....
hancur lebur semua harap dan impian.
kadang kejujuran membawa kesengsaraan...
tapi itu akan meringankan rasa berdosa dan bersalahmu...
semoga setelah ini kau menjadi insan yang lebih baik dalam segala hal.
menjaga marwah profesi dan jati diri