Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. The Protector
"Kau serius? " Visya menjadi kesal karena hari ini Jovan memilih menemui Agnia ketimbang menemani nya pergi belanja. Perempuan itu benar-benar mengganggu kesenangannya, begitu pikir Visya.
Sejak mendengar kabar jika Agni sudah kembali, Visya merasa hidupnya kembali tidak tenang.
"Sttt, kau jangan berisik. Kita harus bersabar. Aku akan merayu dan memohon maaf kepada Agni bagaimanapun caranya!"
Visya memanyunkan bibirnya. Ia sangat tidak senang dengan semua ini.
"Apa kau yakin jika Agni benar-benar hilang ingatan?" kata Visya masih tidak terima.
***
Agni di rumahnya terlihat sangat cantik hari ini. Polesan make up dan liptint yang membuat bibirnya segar sungguh memukau. Ia sudah memecat beberapa pelayanannya tempo hari atas saran Airlangga.
Tanpa di duga, perempuan itu hampir saja jatuh karena tak sengaja menabrak tubuh tegap yang juga baru keluar dari kamarnya karena tak fokus.
"Aw!"
Reflek, Airlangga menangkap tubuh langsing itu karena ia sendiri juga terkejut. Agni yang berada di posisi sangat dekat seperti itu entah mengapa merasa malu.
"Kau ini bagaimana sih?" omel Agni menutupi kegugupannya. Sungguh, aroma parfum Airlangga benar-benar membuatnya berdesir.
Sementara yang di omeli terlihat santai dengan wajah datar yang tak mau berganti. Agni saja yang jalan tak memakai matanya betul-betul. Membuat pria itu memilih membetulkan jasnya.
"Sayang!"
Keduanya kompak menoleh demi mendengar suara Jovan yang sepertinya telah datang. Agni dengan terburu-buru berjalan meninggalkan Airlangga yang kini beralih membetulkan senjata di balik punggungnya.
"Kau sudah datang? Aku baru mau menelepon mu!" ucap Agni melakoni kepura-puraan nya.
Agnia mau tidak mau harus memeluk pria yang sebenarnya sangat ia benci setengah mati itu demi menjaga situasi. Di belakang, Airlangga rupanya menyusul. Membuat Jovan seketika melepaskan pelukannya karena melihat pria asing.
"Siapa kamu?" tanya Jovan terkejut.
Agnia tersenyum, " Oh, aku baru mau mengenalkan nya kepadamu, dia pengawalku!"
"Pengawal? Sejak kapan kamu menggunakan pengawal sayang?" ucap Jovan semakin kaget setengah mati.
"Dulu mendiang papa pernah menyuruhku memakai bodyguard. Sudah agak lama sih dan aku selalu menolak. Aku baru kepikir kemarin dan aku merasa butuh, ya udah aku nyari aja langsung . Lagipula , saat aku pulang dari rumah sakit, tiba-tiba ada orang asing masuk ke rumahku!" ucap Agni sengaja ingin memberikan shock terapi.
DEG!
Jovan seketika terdiam sembari menelan ludah. Apakah Agni tahu soal keterlibatan dirinya? Tidak, ia membantah dalam hatinya, anak buahnya tak mengatakan apapun kemarin selain menunjukkan wajah yang babak belur usai di hajar.
Oh, kalau begitu bisa jadi pria ini yang menghajar anak buahnya? Untung saja mereka berhasil kabur, jika tidak, Agnia pasti akan tahu jika orang itu adalah suruhannya.
"Emmm..."Jovan belibet dan kebingungan untuk sekedar berkata, " Baiklah. Tidak masalah. Itu freewill kamu sayang. By the way, apakah kita jadi pergi?"
Agnia mengangguk dan terlihat tak terganggu oleh apapun. Maka mereka lantas keluar bersama. Namun ketika Jovan membuka pintu mobil, ia mengerutkan keningnya karena Airlangga juga ikut.
"Sayang, dia...?"
Agni menoleh ke arah Airlangga yang diam dan sikapnya tampak cuek. Pria itu malah membukakan pintu untuk Agnia.
"Dia memang akan mengikuti ku kemana pun aku pergi!"
Jovan sebenarnya keberatan akan hal itu, tapi dia sekarang juga harus bisa memainkan perannya dengan baik.
"Brengsek, kenapa harus ada dia segala sih?" batin Jovan resah.
Selama perjalanan, Airlangga terlihat diam dan menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Semua pelayanan di lakukan Airlangga dan membuat Agnia di beberapa kesempatan menjadi baper. Pasalnya, selama pacaran dengan Jovan, pria itu tak bahkan jarang melakukan perhatian kecil dan mendetail kepada dirinya.
Mereka rupanya akan menghadiri rapat terbatas bersama jajaran direksi perusahaan. Agnia selama ini memang mempercayakan semuanya kepada Jovan yang di gadang-gadang akan menjadi suaminya. Ya, tentu saja semua itu karena mendiang Ayahnya.
Tapi setelah mengetahui kebusukan pria itu, Agnia berencana akan belajar mengelola perusahan. Setelah itu, ia akan balas dendam dengan mendepak Jovan.
"Tunggu, mau kemana kau?" ucap Jovan menghadang langkah Airlangga yang mengekor di belakang Agnia.
Agnia menoleh lalu menatap Airlangga.
"Kau hanya pengawal, di dalam banyak orang dan percakapan penting dengan berbagai rahasia perusahaan!" ketus Jovan dengan sombong.
Airlangga diam dan melirik Agnia. Macam meminta persetujuan. Bukan karena apa-apa, tapi keselamatan Agni tentu saja.
Alih-alih keberatan, perempuan itu terlihat mengangguk sebagai petunjuk bagi Airlangga untuk tetap di luar dan dia akan baik-baik saja. Airlangga lantas mundur dan membuat Jovan tersenyum sinis.
Di dalam ruangan, Agnia mengikuti rapat itu dengan serius. Ternyata Jovan memang sangat handal dalam berbicara juga menjelaskan berbagai hal krusial pada beberapa direksi. Sejauh ini, beberapa perusahaan yang menjalin kerjasama memang mendapat keuntungan yang sepadan. Di titik ini, Agnia merasa perlu hati-hati karena perusahaan benar-benar akan hancur jika dia langsung menendang Jovan.
Usai rapat, Agnia merasa ingin segera pulang. Ia benar-benar merasa pusing dengan hal ini. Semua hal di perusahaan benar-benar rumit. Ia benar-benar tak semahir Jovan.
"Aku akan langsung pulang. Tidak usah di antar!" kata Agnia pada Jovan.
"Kau yakin, sayang?"
Agnia mengangguk,"Sampai ketemu lagi!"
Jovan mengangguk dan hendak mencium pipi Agnia tapi prempuan itu mengelak dengan dalih yang tepat.
"Ah, sepatuku kotor!" ucap Agnia berpura-pura fokus ke sepatunya.
Seketika Airlangga menunduk dan meraih sapu tangan di sakunya lalu menggosok ujung sepatu putih itu dengan telaten. Membuat Agni menelan ludahnya.
Agnia akhirnya benar-benar pamit setelahnya. Sejurus kemudian Jovan melempar tatapan tak suka pada Airlangga yang kini membalikkan badannya di belakang Agnia lalu berjalan keluar.
Setibanya di rumah, Agnia justru terlihat stress. Ia selama ini benar-benar telah keliru. Seandainya sejak dulu dia mau belajar mengelola perusahaan seperti yang di perintahkan Ayahnya, dia pasti bisa dengan cepat mendepak pria brengsek itu.
"Kau terlihat tertekan!" ucap Airlangga sembari menyodorkan segelas air putih.
Agni meminum separuh lalu menyerahkannya kembali kepada pria itu.
"Aku benar-benar tidak tahu menahu soal perusahaan. Mungkin ayahku dulu memintaku menikah dengan Jovan karena dia memang berkompeten. Tapi sekarang..." Agnia bermuram durja.
Tapi Airlangga terlihat keluar ruangan. Agni langsung mendengus kesal karena bodyguardnya itu selalu saja main pergi saat dia belum selesai berbicara.
Dan ketika sedang asyik menggulir ponsel, fokusnya di alihkan dengan kedatangan Airlangga yang tiba-tiba.
"Pakai ini!" kata si bodyguard menyerahkan sebuah benda.
Agnia mengerutkan keningnya lalu membenarkan posisi duduknya.
"Apa ini?" sang bos meminta penjelasan.
"Ada tombol kecil di bandul kalung ini. Ketika bahaya mengancam mu, tekan saja. Aku pasti bakal tahu dimanapun kau berada!"
Agnia tertegun. Sama sekali tak menduga jika akan sampai sedetail ini Airlangga dalam memproteksi dirinya?
"Kenapa sampai seperti ini?"
"Baru menginjakkan kaki di perusahaan mu saja, aku tahu tempat itu adalah sarang penyamun!" jawab Airlangga sembari membetulkan kamera pengawas yang ia pasang di dekat lemari kristal.
Agnia mendengus. Bagiamana bisa laki-laki itu menghina perusahaan milik keluarganya sebagai tempat berjuluk jelek.
"Istirahat lah, aku akan berkeliling!" ucapnya sekali lagi lalu pergi meninggalkan Agnia.
Sejenak, Agnia merasa ia selalu tidak bisa menebak arah pikiran Airlangga. Pria itu seringkali menyuguhkan raut cuek dan datar, tapi perhatiannya kadang tak terduga. Seperti kalung yang ia pegang saat ini.
Agnia lalu masuk ke kamar dan memakai kalungnya. Permata biru yang cantik itu sungguh membuatnya anggun. Jovan bahkan belum pernah memberinya hadiah semacam ini. Hanya tumpukan tas branded yang selalu pria itu berikan.
Fajar melorot ke sisi barat. Membuat warna angkasa menyemburat jingga. Ketika akan turun, Agni terkejut karena melihat Jovan tiba-tiba datang bersama dokter.
"Sayang?" sapa Jovan sumringah.
"Ada apa?"
"Aku datang bersama dokter. Dia akan memeriksa mu!"
DEG
"Gawat, apakah dia dokter yang waktu itu? Bagiamana kalau dia tahu aku hanya berbohong?"