Ara adalah seorang personal asisten Garvi, hubungan mereka cukup unik. Terkadang terlihat layaknya kawan sendiri tapi tak jarang bersikap cukup bossy hingga membuat Ara lelah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh tiga
💙💙💙💙
Mahesa sejujurnya malas untuk menemui Dika, tapi berhubung pria itu memaksa ya sudah lah ia pasrah saja. Membiarkan pria itu masuk ke dalam kostannya yang sempit. Bahkan saking malasnya ia menerima kedatangan Dika, Mahesa enggan untuk sekedar berbasa-basi dan menawari pria itu minum. Ya masa bodo, toh, ia tidak punya apa-apa untuk ditawarkan terhadap pria itu.
"Ngapain lo ke sini lagi sih? Mau curhat soal apa kali ini?" tanya Mahesa dengan nada sedikit kesal.
Pria itu hanya mampu memasang wajah melongonya saat Dika membalas pertanyaannya menggunakan bahasa Korea. Kalau ia dengar dari nada bicara dan ekspresi wajah Dika, sepertinya pria itu sedang marah-marah dan meluapkan kekesalannya, atau bahkan mungkin pria itu sedang memaki dirinya sekarang ini. Cukup lama ia bengong sambil mendengarkan, karena Dika tidak kunjung menyudahi bicaranya.
"Yak, Mahesa!" pekik Dika masih diselimuti dengan emosi.
Mahesa sama emosinya langsung membalas dengan nada tak kalah galak. "Apa? Apa? Gue harus jawab apa, njir, gue aja nggak ngerti lo ngomong apa." ia merasa semakin kesal, tapi di sisi lain ia merasa takjub juga karena bisa mendengarkan orang berbicara bahasa Korea secara langsung, "btw, logat lo bagus juga, anjir, Ka, gue rasanya kayak lagi nonton drama Korea versi live." Ia bahkan masih sempat-sempatnya tertawa, "yah, meski kayaknya yang barusan ini gue dimaki-maki kan ya?" tanyanya dengan wajah polos sambil garuk-garuk kepala yang sama sekali tidak gatal.
"Baru kali ini gue liat orang dimaki-maki seneng kayak lo. Aneh banget sumpah," gerutu Dika sambil berdecak dan geleng-geleng kepala. Merasa heran dengan kelakuan sobat lamanya ini.
Mahesa menyengir malu-malu. "Ya gimana ya, gue kan baru pertama kalinya denger orang ngomong bahasa Korea secara langsung. Apalagi ini lo yang ngomong dulu jaman SMP kan nilai bahasa Inggris lo aja jelek, padahal juga lo udah nyontek gue."
"YA APA HUBUNGANNYA? KAN GUE TADI JUGA NGGAK LAGI NGOMONG BAHASA INGGRIS." Dika kembali ngegas lalu mendengus kasar, "lagian dulu nilai gue jeblok juga gegara lo yang nggak pinter," sambungnya kemudian. Kali ini nada suaranya terdengar lebih kalem dan tidak terlalu ngegas.
Mahesa melotot tidak terima. "Ya kalau lo tahu gue nggak pinter, kenapa lo nyontek gue, anjir?"
Kali ini Dika diam. Lebih tepatnya karena salah tingkah karena kebingungan harus menjawab apa.
"Nah, kan, nggak bisa jawab kan lo."
Dika mendengus lalu duduk di tepi kasur tipis Mahesa. Helaan napas panjang terdengar tak lama setelahnya.
"Lo kenapa sih tega giniin gue?" Ekspresi Dika berubah sedih, "gue pulang ke Indo mau menata hati yang patah, ketemu penawar, eh, malah lo giniin."
Mahesa mengerutkan dahi tidak paham. "Lo ngomongin apaan sih?"
"Ara, anjir, jangan pura-pura bego deh!" bentak Dika emosi.
Tanpa sadar Mahesa terkekeh. "Jadi lo beneran naksir itu bocah."
Balasan Dika hanya berupa tatapan mata tajam.
"Bentar, gue masih nggak ngerti deh sama sikap lo. Lo sekarang ini lagi nggak mikir kalau gue naksir Ara kan?"
Dika hanya merespon dengan mengangkat kedua bahunya secara bersamaan.
"Ka," panggil Mahesa hati-hati.
"Ya mungkin lo nggak naksir, tapi Ara naksir lo, anjir. Gila, sedih banget gue hati sebaik Ara harus dipatahin modelan buaya kek elo." Dika kemudian berdecak kesal tak lama setelahnya, "ah, kesel banget gue sama lo bawaannya, Sa," sambungnya kemudian.
Mahesa menghela napas panjang lalu melirik Dika. "Lo dapet hoax dari mana sih kalau Ara naksir gue?"
"Enggak perlu tahu lo, informan gue terpercaya."
Mahesa mendengus. "Lo ditipu, anjir."
"Maksudnya?" Dika memasang wajah bingungnya, "gue ditipu kakak gue sendiri?"
Kali ini giliran Mahesa yang memasang wajah bingungnya. "Maksudnya ini informan yang lo maksud itu kakak lo? Pak Garvi bos gue itu?"
Dengan wajah polosnya Dika kemudian mengangguk cepat.
"Anjir, pantesan aja."
Mahesa seharian bingung kenapa bosnya itu sangat sensi terhadapnya, padahal hari ini ia tidak merasa melakukan kesalahan atau lainnya. Tapi sang atasan seolah ingin menyalahkan dirinya terus menerus.
"Kenapa?" tanya Dika kepo.
Waduh, harus dijawab apa nih? Masa iya, dirinya harus bilang kalau seharian tadi kakaknya itu sensi terhadapnya karena cemburu setelah mendapat kabar burung yang menyangka dirinya naksir terhadap PA sang atasan.
Astaga, ya ampun begini banget nasibnya. Tidak terbayang dirinya kalau benar-benar naksir Ara, buset, saingannya bukan main semua.
Membayangkannya saja Mahesa sudah ngeri sendiri apa lagi harus mengalami secara langsung. Bisa-bisa ia dideportasi dari negara ini atau bahkan dari bumi ini.
💙💙💙💙