NovelToon NovelToon
Antidote

Antidote

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta Seiring Waktu / Roman-Angst Mafia
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: little turtle 13

"Aku akan membantumu!"

"Aku akan mengeluarkan mu dari kehidupanmu yang menyedihkan itu! Aku akan membantumu melunasi semua hutang-hutang mu!"

"Pegang tanganku, ok?"

Pada saat itu aku masih tidak tahu, jika pertemuan ku dengan pria yang mengulurkan tangan padaku akan membuatku menyesalinya berkali-kali untuk kedepannya nanti.

Aku seharusnya tidak terpengaruh, seharusnya aku tidak mengandalkan orang lain untuk melunasi hutangku.

Dia membuat ku bergantung padanya, dan secara bersamaan juga membuat ku merasa berhutang untuk setiap bantuan yang dia berikan. Sehingga aku tidak bisa pergi dari genggamannya.

Aku tahu, di dunia ini tidak ada yang gratis. Ketika kamu menerima, maka kamu harus memberi. Tapi bodohnya, aku malah memberikan hatiku. Meskipun aku tahu dia hanya bermaksud untuk menyiksa dan membalas dendam. Seharusnya aku membencinya. Bukan sebaliknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little turtle 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 Kesialan Seperti Sebuah Takdir

Luna menghempaskan tubuhnya ke kursi dalam rumah sewa yang dia tinggali sendiri. Sendiri, sepertinya tidak. Namun kehadirannya yang jarang terlihat membuatnya terasa seperti tinggal sendirian.

Di sebuah gang kecil yang tak terlalu padat penduduk dan juga lumayan kumuh itu Luna tinggal. Tetangga yang tidak terlalu peduli dengan sekitar dan lebih fokus pada urusan mereka sendiri itu membuat Luna lebih nyaman. Karena sangat merepotkan kalau orang lain ikut campur urusannya.

"Tempat yang sesuai dengan keadaan ku," gumamnya.

"Meskipun aku di pukuli di depan rumahku sendiri, orang-orang hanya akan melihatnya saja. Karena mereka sadar, mereka dalam keadaan yang tidak harus mengkhawatirkan orang lain.."

Masih beberapa jam lagi untuknya berangkat kerja. Bukan di bar kemarin. Dia bekerja di sana mengikuti jadwal pekerjaan nya di minimarket. Jika dia mendapat sif sore, maka dia tidak akan datang ke bar. Itu semua juga sudah dia perbincangkan dengan Erika. Juga casual in call di Hotel saat di butuhkan.

Gadis yang dulu hidup dalam kemewahan, kini harus terombang-ambing untuk mencari uang dan menanggung derita. Hidup dalam jeratan hutang.

Sering kali para rentenir mengobrak-abrik rumahnya. Ancaman debt collector juga sudah sering dia dengarkan. Dikejar seperti kemarin sudah bukan hal yang aneh. Lebih parahnya dia juga sudah sering mendapat pukulan.

Meskipun sudah bekerja keras hingga terombang-ambing, hutangnya tidak juga surut.

"Sangat membosankan jika harus mengingat kehidupan yang kujalani selama ini.." gumam Luna sambil bangkit dari rebahan nya. Kemudian menghampiri lemari pendingin kecil yang ada di sudut sana.

"Kenapa gak ada bahan makanan sama sekali.." gerutunya.

Setelah melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah 5 sore itu, akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke supermarket.

Tak banyak yang ingin dia beli. Dia hanya akan mengambil telur, beberapa sayur dan minuman kaleng.

Luna belum mengambil barang yang dia butuhkan, namun sebuah kebetulan membawanya ke hadapan ketidakberuntungan.

Beberapa anak yang ada didepan sana, mereka teman sekelas Luna saat SMA, dan sialnya lagi mereka adalah kelompok pembenci Luna.

"Kesialan macam apa ini?" gerutu Luna yang langsung memutar arah untuk menghindari pertemuan dengan mereka.

Namun, sekalinya kesialan itu melintas, maka sepanjang jalan yang dilintasinya akan terkontaminasi olehnya. Yang artinya hal itu tidak akan berubah meskipun dia menghindar.

bruk~

Troli yang dia putar dengan panik itu menabrak seseorang yang ada dibelakangnya, membuat barang yang di bawa orang itu jatuh berhamburan.

"Maaf, saya tidak sengaja," ucapnya sambil memungut makanan ringan dan beberapa kaleng minuman milik orang yang dia tabrak.

"Luna? ini beneran Luna, kan?"

Masa berlaku keberuntungannya sudah habis, dan kesialan mulai menargetkannya. Seolah bersekongkol dengan takdir. Karena semua kejadian bukan hanya kebetulan belaka.

Belum selesai dia memungut semua barang-barang itu, namun dia kembali menjatuhkannya. Minuman kaleng yang terlepas dari tangannya menggelinding dan menabrak ujung sepatu perempuan yang berdiri didepannya.

Perempuan itu berjongkok untuk mengambil minuman kalengnya, lalu dengan lancang mengulurkan tangannya untuk membuka kupluk hoodie Luna.

"Wah~ aku hampir tidak mengenalimu.." seru perempuan itu.

"Guys lihat, ada top student disini!" teriaknya memanggil teman-temannya yang ada di depan sana.

Disaat seperti itu, apakah mungkin baginya untuk melarikan diri? Bagaimana dengan pura-pura tidak mengenal mereka dan berkata bahwa mereka salah orang? Itu sangat konyol.

Pikirannya buntu. Tubuhnya serasa membeku. Kakinya terpaku. Untuk berdiri saja dia tidak mampu. Melarikan diri pun belum tentu bisa membantu.

Entah kemana jiwa liarnya pergi. Yang hanya bisa dia lakukan saat ini hanyalah berpasrah pada keadaan.

"Primadona sekolah kita dulu ada disini guys!!"

"Hei, ayo berdiri, lantainya dingin.."

Anak-anak yang tadi ingin Luna hindari, kini menghampirinya dan membantunya berdiri. Mereka, dan juga dia yang ada dihadapannya. Empat anak itu, satu kelompok yang dulu sangat membencinya.

'Mereka anak-anak yang ringan mulut, pasti mereka akan memaki ku habis-habisan karena masalah keluarga ku..' batin Luna dibalik diamnya.

"Apa itu hanya aksesoris? atau minus?" tanya Gisele, pemimpin geng itu sambil menunjuk kacamata Luna.

"Cuma aksesoris," jawab Luna seraya menepis tangan Gisele dengan kasar.

"Wow wow.. Seperti inikah kau memperlakukan teman lama mu? Kita sudah 3 tahun tak bertemu.." ucap Gisele.

Luna hanya meliriknya, kemudian melangkahkan kaki untuk pergi. Namun sialnya Gisele menghentikannya dengan merangkul pundaknya.

"Kenapa? jangan takut, kami tidak berbuat apa-apa. Aku hanya merindukan mu karena sudah lama aku tidak melihatmu," tutur Gisele sambil memainkan rambut Luna.

"Gimana kalo kita ngobrol sebentar sambil minum di food court?" tanya Tania.

"Ide bagus!" seru Jesica yang langsung menarik Luna pergi.

Dia kehilangan fokus. Isi kepalanya kacau, dia tidak bisa memikirkan jalan keluar. Membayangkan apa yang akan mereka bicarakan pun tidak terlintas sama sekali di kepalanya.

"Jadi, kau sekarang kuliah dimana?" tanya Gisele sambil menyeruput lemon tea nya.

Luna mengangkat kepalanya kaget mendengar pertanyaan Gisele.

"Atau mungkin kerja?" sahut Bela yang membuatnya kembali tersadar.

Sebisa mungkin Luna menyembunyikan kepanikannya. Andai saja dia memiliki sedikit sifat ketenangan seperti Ayahnya. Dengan begitu mungkin dia tidak akan goyah ataupun bercelah.

"Ya pasti kuliah lah, gimana sih kalian.." sahut Jesica.

"Pasti kamu kuliah di luar negeri, kan? Karena selama ini kan gak pernah keliatan.." lanjutnya.

"Atau kau menganggur? secara kan keluarga mu kaya raya.." sahut Tania dengan tawa mengejek yang begitu jelas.

Tangan Luna mulai berkeringat. Dia tidak tahu harus memilih jawaban yang mana. Jika dia menjawab bekerja, pasti mereka akan bertanya bekerja dimana. Dia tidak pernah berbohong. Tapi disaat seperti ini satu-satunya cara untuk menutupi semuanya hanyalah dengan berbohong.

'Tapi apa mereka benar-benar gak tau?' batin Luna sambil menatap mereka satu-persatu. Kemudian mengangguk tanpa memberikan jawaban mana yang pasti.

"Ayolah, jangan gugup. Sudah ku bilang aku tidak melakukan apa-apa," ujar Gisele.

"Kuliah dimana? ambil jurusan apa?" tanya Bela.

"Di Harvard, kan? Dulu kau selalu menjawab dengan itu saat orang-orang bertanya.." sahut Gisele yang lagi-lagi dengan tawa yang terdengar menjengkelkan.

"Wah, beneran masuk sana? Pantesan selama ini kau gak keliatan, padahal anak-anak alumni sering mengadakan acara pertemuan," ujar Bela.

Luna sudah tidak tahan lagi. Dia ingin segera mengakhirinya. Dia tidak ingin berbohong lebih panjang lagi.

drrtt~

drrtt~

Tepat sekali. Alarm Luna menyelamatkannya. "Telepon dari Mama, aku angkat dulu," tutur Luna lalu bangkit dari kursinya untuk berpura-pura mengangkat panggilannya.

Dia mematikan alarmnya, lalu mendekatkan ponselnya ke telinganya. Dia berlagak seperti orang yang benar-benar sedang menerima telepon.

"Iya Ma, Luna segera pulang.." ucap Luna yang sengaja dia keraskan agar mereka mendengar.

Dia menurunkan ponselnya, lalu kembali berlagak seperti sedang mematikan sambungan teleponnya. Namun hal tak terduga terjadi. Gisele merampas ponselnya.

"Mau apa kamu?!" teriak Luna panik.

Dia mencoba mendapatkan kembali ponselnya, namun tak bisa karena Tania dan Bela menahan kedua lengannya.

"Kau masih tidak percaya padaku? memang kau pikir aku ini orang macam apa?" ucap Gisele sambil menunjukkan panggilan masuk di layar ponsel miliknya kehadapan Luna.

"Aku hanya ingin meminta nomormu.." lanjutnya sambil mengembalikan ponsel milik Luna.

"Hari Minggu ada reuni kelas, datang ya, jam 7 malam," ujar Bela seraya melepas genggamannya dari tangan Luna.

"Di Restoran Luxe, tau kan?" diikuti oleh Tania.

"Orang kaya pasti tau dong tempat-tempat kalangan atas seperti itu.." sahut Jesica.

Luna tak menghiraukan ucapan mereka, dia merampas kembali ponselnya yang ada di tangan Gisele, lalu memasukkannya kedalam saku hoodie nya.

"Permisi.." ucapnya lalu melesat pergi dari tempat menyesakkan itu.

"Inget, jangan lupa datang, ya. Kalo kamu gak datang aku bakal menjemputmu sendiri," teriak Gisele dibelakang sana.

1
Yuna Ara
Haai kak.. aku sudah baca dan like karya kaka..
mampir juga dong ke karya terbaruku. judulnya "Under The Sky".
ditunggu review nya kaka baik... 🤗
lil' girl: Makasih ka.. Akan ku sempatkan mampir/Smirk/
total 1 replies
anggita
ikut ng👍+☝iklan saja. semoga lancar novelnya thor.
lil' girl: Terima kasih, ka/Pray/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!