Di jantung kota Yogyakarta, yang dikenal dengan seni dan budayanya yang kaya, tinggal seorang wanita muda bernama Amara. Dia adalah guru seni di sebuah sekolah menengah, dan setiap harinya, Amara mengabdikan dirinya untuk menginspirasi siswa-siswanya melalui lukisan dan karya seni lainnya. Meski memiliki karir yang memuaskan, hati Amara justru terjebak dalam dilema yang rumit: dia dicintai oleh dua pria yang sangat berbeda.
Rian, sahabat masa kecil Amara, adalah sosok yang selalu ada untuknya. Dia adalah pemuda yang sederhana, tetapi penuh perhatian. Dengan gitar di tangannya, Rian sering menghabiskan malam di kafe-kafe kecil, memainkan lagu-lagu yang menggetarkan hati. Amara tahu bahwa Rian mencintainya tanpa syarat, dan kehadirannya memberikan rasa nyaman yang sulit dia temukan di tempat lain.
Di sisi lain, Darren adalah seorang seniman baru yang pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dengan tatapan yang tajam dan senyuman yang memikat, Darren membawa semangat baru dalam hidup Amara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon All Yovaldi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20_Jalan Tengah Atau Perpisahan?
Ingin Dicintai Oleh Dua Hati
Episode 20: Jalan Tengah atau Perpisahan?
Hari itu, Amara memutuskan untuk memberi waktu pada dirinya sendiri. Dia nggak langsung balas pesan Rian. Pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan Kayla dan rasa ragu tentang Rian.
Amara merasa perlu pelarian, jadi dia menghubungi sahabat karibnya, Sinta. Tanpa basa-basi, Amara langsung curhat soal drama yang lagi dia hadapi.
“Lo harus hati-hati, Mar. Gue nggak bilang Rian bohong, tapi cowok yang susah move on biasanya masih nyimpen sesuatu,” ujar Sinta sambil mengaduk kopinya di warung langganan mereka.
Amara menghela napas panjang. “Gue tahu, Sin. Tapi masalahnya, gue sayang sama dia. Gue cuma takut kecewa lagi.”
“Lo punya dua pilihan. Percaya dan terus jalan, atau berhenti sekarang sebelum lo makin sakit,” jawab Sinta bijak. “Intinya, lo harus yakin sama keputusan lo sendiri.”
Setelah obrolan itu, Amara merasa pikirannya lebih jernih. Namun, hatinya tetap bimbang. Malam harinya, dia akhirnya memberanikan diri mengirim pesan kepada Rian.
Amara:
“Aku nggak tahu apa yang akan terjadi ke depan, tapi kalau kita mau lanjut, kita harus jujur dan terbuka. Kalau ada masa lalu yang belum selesai, lebih baik kita selesain dulu semuanya.”
Rian merespons hampir seketika.
Rian:
“Aku ngerti, Mar. Gue janji, nggak ada lagi rahasia di antara kita. Gue sayang sama lo, dan gue akan buktiin itu.”
Amara tersenyum kecil membaca pesan itu, tapi di dalam hatinya, dia sadar bahwa kata-kata saja nggak akan cukup. Dia butuh bukti nyata.
Beberapa hari kemudian, hubungan mereka berjalan seperti biasa, tapi ada ketegangan yang sulit dihindari. Amara mulai lebih sering memperhatikan gerak-gerik Rian. Setiap notifikasi di ponsel Rian seakan jadi alarm di kepala Amara.
Di sela-sela kesibukan mereka, Rian tetap berusaha meyakinkan Amara dengan perhatian yang lebih. Ia sering mengirim pesan manis atau mengajak Amara jalan-jalan, berharap rasa ragu itu perlahan hilang.
Namun, suatu malam, ketika Amara dan Rian sedang makan malam di sebuah restoran kecil, sebuah pesan masuk ke ponsel Rian. Nama pengirimnya terlihat jelas: Kayla.
Amara seketika merasakan darahnya berdesir. "Lo masih kontak sama dia?" tanyanya pelan, tapi nadanya penuh tekanan.
Rian terdiam beberapa detik, lalu dengan cepat menjawab, “Dia cuma nanya hal sepele. Udah nggak ada apa-apa, gue janji.”
Amara menatap Rian tajam. “Lo bilang hubungan kalian udah selesai. Kalau gitu, kenapa dia masih kontak lo?”
Rian menghela napas. “Gue nggak bisa kontrol dia, Mar. Gue udah jelasin semuanya ke dia, tapi dia masih aja nyari gue.”
Amara merasa hatinya makin berat. Dia mulai bertanya-tanya, apakah dia benar-benar bisa percaya pada Rian?
Malam itu berakhir dengan suasana canggung. Amara pulang lebih dulu tanpa memberi Rian kesempatan untuk bicara lebih banyak. Di kamar, Amara termenung, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ia rasakan. Cinta dan ragu seakan bertarung di dalam hatinya.
Dia ingin percaya pada Rian, tapi bayangan Kayla masih menghantui. Rasanya seperti berjalan di atas tali tipis—salah langkah sedikit, semua bisa runtuh.
Keesokan harinya, Rian menghubungi Amara dan meminta mereka bertemu. “Gue mau kita bicarain semuanya, Mar. Gue nggak mau kita begini terus.”
Amara setuju. Mereka bertemu di taman, tempat yang tenang dan sepi. Rian memulai percakapan dengan nada serius.
“Gue ngerti kalau lo masih ragu sama gue. Dan gue juga nggak bisa maksa lo buat percaya begitu aja,” ucap Rian. “Tapi gue mau buktiin kalau gue serius sama lo.”
Amara menatap Rian dalam-dalam. “Gimana caranya gue tahu lo nggak bohong? Lo masih dapet pesan dari Kayla, dan gue nggak tahu apa yang lo omongin sama dia di belakang gue.”
Rian terdiam sejenak, lalu mengeluarkan ponselnya. “Lo boleh cek ponsel gue kalau itu bisa bikin lo percaya. Gue nggak nyimpen apa-apa dari lo, Mar.”
Amara terkejut dengan sikap Rian. Dia ragu sejenak, tapi akhirnya mengambil ponsel itu dan memeriksanya. Tak ada pesan mencurigakan. Chat terakhir dengan Kayla hanya berisi ucapan selamat tinggal dan klarifikasi bahwa hubungan mereka sudah berakhir.
Air mata Amara mulai menetes. Dia merasa lega tapi sekaligus malu karena sempat meragukan Rian. “Gue minta maaf, Rian. Gue cuma takut...”
Rian menggenggam tangan Amara erat. “Gue ngerti, Mar. Tapi gue janji, nggak akan ada orang lain. Cuma lo.”
Amara merasa beban besar terangkat dari pundaknya. Ia memutuskan untuk memberi Rian kesempatan lagi, tapi kali ini dengan hati yang lebih terbuka dan percaya.
Hubungan mereka perlahan kembali harmonis. Amara belajar untuk tidak membiarkan bayangan masa lalu mengganggu kebahagiaannya di masa kini. Sementara itu, Rian terus berusaha menunjukkan bahwa ia benar-benar serius dengan hubungan mereka.
Namun, Amara sadar bahwa perjalanan mereka belum berakhir. Cinta bukan hanya tentang janji dan kata-kata manis, tapi tentang kepercayaan dan komitmen. Dan ia siap menghadapi apa pun yang akan terjadi ke depan, bersama atau tanpa Rian.
Di tempat lain, Kayla menatap foto-foto lama bersama Rian dengan tatapan kosong. Meskipun ia tahu hubungan itu telah berakhir, hatinya masih sulit menerima kenyataan. “Lo boleh pergi sekarang, Rian,” gumamnya pelan. “Tapi lo bakal sadar siapa yang paling ngerti lo sebenarnya.”
Kayla menyimpan ponselnya dan tersenyum tipis. Bagi Kayla, cinta adalah permainan yang belum selesai. Dia yakin, suatu hari nanti, Rian akan kembali padanya.
Tapi bagi Amara, masa lalu bukan lagi sesuatu yang harus ia takuti. Dia telah memilih untuk berjalan ke depan, dengan atau tanpa bayangan Kayla di belakangnya. Dan kali ini, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjalani hidup dengan lebih berani dan penuh percaya.
...----------------...
😅😅😅Nah Jadi Dengan langkah ringan, Amara menatap masa depan dengan keyakinan baru. Cinta mungkin rumit, tapi dia siap menghadapinya—sepanjang itu datang dari hatinya sendiri,........Betul apa betul nih....?
#Jangan Ya dek ya!!!
Tunggu aja ya Update Berikutnya!!!
semangat berkarya../Determined//Determined//Determined/