Arav Hayes Callahan, seorang CEO yang selalu dikelilingi wanita berkelas, terjebak dalam situasi yang tak terduga ketika hatinya tertambat pada Kayla Pradipta, seorang wanita yang statusnya jauh di bawahnya.
Sementara banyak pria mulai menyukai Kayla, termasuk kakaknya sendiri, Arav harus menahan rasa cemburu yang terpendam dalam bayang-bayang sikap dinginnya. Bisakah Arav menyatukan perasaannya dengan Kayla di tengah intrik, cemburu, dan perbedaan status yang menghalangi mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perintah yang Tak Terduga
Bab 5.
Kayla mengetuk pintu ruangan Arav dengan pelan, lalu membuka sedikit sebelum masuk. “Permisi, Pak Arav…”
Tatapan dingin Arav langsung menyergapnya. Pria itu duduk di balik meja besar dengan ekspresi tak terbaca, kedua tangannya bertumpu pada permukaan meja. “Tutup pintunya,” perintahnya singkat.
Kayla menuruti perintah itu, meskipun rasa gugup semakin menguasai dirinya. Ruangan itu terasa lebih sunyi ketika pintu tertutup. Ia berdiri canggung di depan meja Arav, menunggu penjelasan mengapa ia dipanggil. Namun, Arav hanya menatapnya selama beberapa detik, membuat suasana semakin tegang.
“Ada yang perlu saya lakukan, Pak?” tanya Kayla akhirnya, suaranya nyaris bergetar.
Arav mengamati Kayla dengan sorotan mata yang tajam. “Nanti setelah jam kerja, ikut saya pulang.”
Kayla terkejut mendengar permintaan itu. Alisnya berkerut bingung. “Maaf, Pak? Maksudnya… ikut Bapak ke rumah?”
“Ya,” jawab Arav singkat tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Kayla menelan ludah, mencoba mencari tahu alasan di balik permintaan aneh itu. “Apakah ini ada hubungannya dengan urusan kantor?”
Wajah Arav tetap datar, namun ada sesuatu di matanya yang seolah menyiratkan iritasi. “Ikut saja. Ini perintah, Kayla.”
Nada suara Arav begitu tegas dan dingin, membuat Kayla tak berani membantah. Namun, kegelisahan dalam dirinya semakin menjadi-jadi. Apa yang sebenarnya diinginkan pria ini? Pertanyaan itu terus berputar di benaknya, namun ia tahu tidak ada gunanya mendesak Arav untuk penjelasan lebih lanjut.
Sebelum Kayla bisa merespons lebih jauh, mata Arav turun ke arah pakaian yang dikenakannya—blouse putih simpel tanpa kerah. Ekspresi Arav berubah seketika, menjadi lebih keras. “Lain kali, jangan pakai baju seperti itu ke kantor. Terlalu terbuka di bagian leher.”
Kayla mengerjapkan mata, sedikit terkejut dengan teguran tersebut. Pakaian yang dikenakannya sama sekali tidak mencolok, apalagi provokatif. Namun, Kayla tidak bisa menahan diri untuk tidak menundukkan kepala, merasa seolah ia baru saja melakukan kesalahan besar.
“Saya akan memperhatikan lain kali, Pak,” jawabnya pelan.
“Pastikan kamu memahaminya,” balas Arav, nadanya tidak lagi menegur, tapi ada sedikit ketajaman yang membuat suasana semakin tegang.
Kayla mengangguk pelan, lalu menunduk sopan sebelum berpamitan dan keluar dari ruangan tersebut. Di luar pintu, ia langsung menghela napas panjang, merasakan ketegangan yang menggantung di udara mulai mengendur.
“Kenapa dia selalu seperti ini?” Kayla bergumam pada dirinya sendiri, merasa bingung dengan sikap Arav yang dingin namun sering menunjukkan perhatian dengan cara yang tidak biasa.
Mira menghampiri Kayla, memandangnya penuh penasaran. “Ada apa di dalam? Kamu dipanggil buat apa?”
Kayla menggeleng pelan. “Aku diminta ikut dia pulang nanti.”
Mata Mira membesar. “Ikut pulang? Buat apa?”
“Itu dia, aku juga nggak tahu.” Kayla mengangkat bahunya dengan ekspresi cemas. “Cuma katanya perintah, jadi aku nggak bisa nolak.”
Mira tertawa kecil, meski heran. “Aneh. Tapi siapa tahu ini ada maksud tersembunyi?”
Kayla memutar bola matanya. “Maksud apa? Aku nggak mau ambil pusing. Yang penting aku nurut aja.”
Mira tersenyum, namun ada tatapan penuh makna di matanya. “Hati-hati, ya. Jangan sampai kamu baper gara-gara dia.”
Kayla hanya tersenyum kecil, mencoba menepis pikiran aneh yang mulai bersarang di benaknya. Meski dirinya tahu, semakin sering ia berinteraksi dengan Arav, semakin sulit baginya untuk mengabaikan perasaan yang diam-diam muncul.
"Pak Arav, tidak membahas soal proyek yang harus kamu tangani? Bukankah Pak Darren merekomendasikan kamu?" tanya Mira lagi.
--
Langit mulai meredup, menyiratkan bahwa senja telah menjelang. Di lantai atas gedung Callahan Corp., aktivitas kantor perlahan-lahan berhenti. Arav melangkah keluar dari ruangannya dengan tatapan penuh determinasi. Ia sudah tak sabar menunggu untuk membawa Kayla pulang, sesuai perintah yang ia berikan sebelumnya. Tapi, ketika Arav melangkah keluar, pandangannya tertuju pada sosok yang sangat ia kenal—Darren, kakaknya, sedang berjalan santai sambil bercanda dengan… Kayla.
Rasa kesal dan cemburu tiba-tiba menghantam dadanya. Ia menyipitkan mata, menatap tajam ke arah mereka. Bagaimana bisa Darren dengan mudahnya mengajak Kayla pergi? Terlebih lagi, Kayla tampak nyaman dan bahkan tersenyum kecil pada lelucon yang dibuat Darren. Arav mengepalkan tangannya, menyembunyikan emosi yang menggelegak dalam dirinya. Namun, dari sorot matanya, jelas terlihat ia tidak terima.
Saat Arav akhirnya tiba di parkiran dan masuk ke mobil, ia menunggu dengan sabar, berharap Kayla akan segera muncul dan mengikutinya. Tapi menit demi menit berlalu tanpa tanda-tanda kehadiran gadis itu. Kesabaran Arav mulai menipis. Dengan rahang mengeras, ia meraih ponselnya dan menelepon Kayla.
Panggilan itu diangkat setelah beberapa detik. “Halo, Pak?” suara Kayla terdengar dari seberang, terdengar sedikit ragu.
“Di mana kamu?” Arav langsung bertanya, suaranya dingin dan menuntut jawaban.
“Oh, saya… pulang dengan Pak Darren. Dia menawarkan tumpangan, jadi saya—”
Sebelum Kayla bisa melanjutkan, panggilan itu terputus. Arav mematikan teleponnya dengan wajah yang gelap penuh kemarahan. “Berani-beraninya dia melanggar perintahku dan malah ikut Darren,” gumamnya dengan nada geram. Ada rasa kecewa yang bercampur dengan kecemburuan, meski ia berusaha menyangkal itu.
Tanpa membuang waktu, Arav langsung memacu mobilnya, menyusul mereka menuju rumah keluarga Callahan.
Rumah keluarga Callahan berdiri megah dengan arsitektur klasik dan halaman luas yang tertata rapi. Kayla memandang kagum saat mobil Darren memasuki gerbang yang tinggi. Ia tidak pernah membayangkan akan diundang ke rumah sebesar ini, apalagi oleh CEO-nya yang dingin. Perasaan gugup mulai menyelimuti dirinya, terutama ketika mereka mendekati pintu utama.
“Jangan terlalu tegang,” kata Darren sambil tersenyum hangat, berusaha menenangkan Kayla. “Orang tua kami memang sedikit kaku, tapi tenang saja, aku ada di sini.”
Kayla hanya bisa mengangguk pelan, mencoba meredakan detak jantungnya yang makin cepat. Ketika pintu dibuka, mereka disambut oleh Tuan Hayes dan Nyonya Chintia Callahan, kedua orang tua Arav dan Darren. Tatapan mereka langsung tertuju pada Kayla, meneliti gadis itu dengan pandangan yang dingin dan penuh evaluasi. Tidak ada senyum hangat atau sapaan ramah. Hanya keheningan dan sorot mata yang seolah mempertanyakan keberadaan Kayla di sana.
“Ini Kayla, karyawan di Callahan Corp. yang tadi aku ceritakan,” Darren memperkenalkan dengan nada santai. “Dia sangat berbakat, dan hari ini dia di sini karena diundang oleh Arav.”
Nyonya Chintia mengangkat alisnya sedikit, tapi tidak berkata apa-apa. Tuan Hayes hanya mengangguk kecil, memberikan anggukan singkat seolah-olah tak terlalu tertarik.
Kayla tersenyum kikuk dan sedikit menunduk, merasa tidak nyaman dengan suasana kaku yang menyelimuti ruangan tersebut.
Tak lama setelah perkenalan yang dingin itu, pintu utama kembali terbuka dengan suara keras. Arav melangkah masuk, wajahnya masih menyiratkan kemarahan yang ia tahan. Tatapannya langsung mencari sosok Kayla di antara mereka. Ketika menemukannya, tanpa basa-basi, Arav mendekati Kayla dengan langkah cepat dan langsung menarik lengannya dengan kasar, membawanya ke sudut ruangan yang agak terpencil, tersembunyi di balik dinding besar.
Bersambung...
Ini enggak loh. Kayla tidak ada sangkut paut tanggung jawab apa pun pada CEO/Arav atau pun keluarga. Namun, dia tetap harus nikah dengan Arav.
Kira-kira alasannya apa ya? Yang gak baca novelnya, pasti gak bakal tahu alasannya.