Santi sigadis kecil yang tidak menyangka akan menjadi PSK di masa remajanya. Menjadi seorang wanita yang dipandang hina. Semua itu ia lakukan demi ego dan keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
“Gua kira lu enggak bakalan datang San, soalnya ini pas jam 4.15,” ujar Ratna seraya melirik jam tangannya.
Santi sedikit menelan air liurnya ketika melihat jam blink blink tangan milik Ratna yang begitu cantik, dengan taburan manik manik. Ia tidak pernah melihat sebelumnya jam secantik itu.
'Jam itu pasti mahal,' batin Santi.
“Ya sudah, tadi kan lu bilang tugas gua cuman nemenin lu kerja. Nah sekarang lu mau ke mana biar gua temenin?” ucap Santi menarik pandangannya dari jam yang melingkar di tangan Ratna yang mulus.
“Tunggu ya, sebentar lagi jemputan gua bakalan dateng. Nanti, lu ikut gua naik ke mobil.”
“Naik ke mobil? Lu mau jual gua?” ujar Santi.
“Ya elah, emang gua temen apaan, gini-gini gua juga punya otak kali, mana mungkin gua ngejual anak orang, ada ada aja lu,” ucap Ratna, sedikit mendengus kesal.
“Ya mana tahu,”
Santi menoleh ke kiri dan kanan melihat jalanan yang sepi. Gerbang belakang sekolah memang sepi kalau pulang sekolah kebanyakan anak anak lewat dari parkiran di depan sekolah.
Santi menatap dari ujung jalan, ada satu mobil sedan yang hendak melintas dari arah mereka.
“Nah itu dia datang, yuk San,” ajak Ratna.
Santi membelalakkan mata melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam di ujung jalan.
“Seriusan itu mobilnya yang jemput lu Na?” tanya Santi tidak percaya
“Iya bener masak iya gua bohong San.”
'Gilak bener si Ratna, dia beneran kaya bahkan lebih kaya dari yang gua duga,' batin Santi.
Begitu mobil itu berhenti, Ratna langsung membukakan pintu kursi belakang mobil, “masuk San,” ujar Ratna.
Sebelum masuk Ratna melihat seorang laki-laki yang ia tebak berumur empat puluh tahunan lebih, duduk di depan menyetir mobil.
“Udah masuk aja, kalau enggak mau gua tinggal nih,” celetuk Ratna enggak mau berlama-lama.
“Iya sabaran dikit kenapa dah,” Santi pun masuk ke dalam mobil.
Mobil itu rasanya nyaman bagi Santi, apalagi ada pendinginnya. Adem.
“Hallo sayang,” sapa Ratna kepada om-om itu.
Santi sedikit bingung, tapi ia kira bahwa om itu barangkali adalah ayah atau keluarga Ratna, hinggalah Ratna menyapanya dengan sapaan sayang.
“Om kangen banget sama kamu hubby,” ucap om itu.
Santi berpikir keras, apa sebenarnya hubungan Ratna dengan om om itu.
“Oh ya sayang, itu siapa?” tanya om-om itu kepada Ratna, seraya menoleh ke belakang melihat Santi yang duduk sambil memeluk tasnya.
Santi semakin mengeratkan pelukannya ke pada tasnya, saat om-om itu memperhatikan Ratna dari ujung sepatu hingga ujung rambutnya.
“Oh itu, temen gua om, dia mau nemenin kita, enggak papa kan om?” ujar Ratna.
“Enggak papa donk sayang, dia gabung juga om seneng-seneng aja dapat barang baru,” ujar om-om itu dengan tatapan genit.
“Ahhh jangan gitu donk om, dia masih polos enggak tau begituan,” ujar Ratna.
Santi mulai merasa tidak nyaman, tapi mengingat janji Ratna yang akan memberinya uang seratus ribu membuatnya berusaha menahan nahankan diri untuk tetap berada di dalam mobil itu.
“Kita ke mana nih om?”
“Berhubung kamu bawa temen, jadi kita makan aja,” ujar om-om yang belakangan Santi ketahui bernama Om Alex.
Santi, Ratna, dan om Alex, pria om-om pelanggan Ratna pun makan di sebuah restoran mewah, ini adalah pertama kalinya dalam hidup Santi makan di restoran semewah ini.
Kakinya sedikit janggal menginjak kan kaki di tempat semewah ini. Meski sedari tadi, Santi serasa penjaga nyamuk untuk pasangan sejoli yang kerap kali bermesraan itu, tetapi rasanya terbayarkan dengan Santi bisa makan di tempat seperti ini.
“Sayanggg ciummm”, pinta om Alex kepada Ratna, dan tentu saja Ratna langsung menyosor Om Alex.
Santi terkejut melihat Ratna yang dengan percaya dirinya menyosor bibir om Alex tanpa rasa jijik dan malu. Setidaknya Ratna harus malu melihat dirinya, yang tengah duduk di depan mereka. Itu sungguh menjadi pemandangan yang buruk untuk Santi, tetapi Santi pura-pura tidak melihat, ia terus saja lanjut makan.
“Sayang, om dah enggak tahan ini, kapan kamu memuaskan om?” suara om Alex mulai terdengar serak-serak basah.
“Uhuk uhukkk,” sontak Santi terbatuk-batuk, ia kesedak teh yang ia minum.
“Lu enggak kenapa napa kan San?” tanya Ratna seraya memberi Santi air putih.
“Enggak papa kok Na, lanjut aja, aku mau ke kamar mandi dulu,”
“Ohh iya, lu tau kan di mana kamar mandinya?” tanya Ratna
“Nanti gua tanyain ke pelayannya tenang aja,” ujar Santi seraya meninggalkan Om Alex dan Ratna yang lagi bermesraan.
*****
Di kamar mandi, Santi berkaca.
“Gua enggak salah denger kan, jadi selama ini Ratna kerjaannya begitu?” ucap Santi lirih tidak percaya dengan pikiran dan penglihatannya sendiri.
“Ya, lu enggak salah San, semua yang lu lihat dan yang lu pikirkan mengenai gua itu bener,”
Ratna berbicara tepat di belakang Santi, ternyata Ratna menyusul Santi ke kamar mandi.
“Bu-kan gi-tu mak-sud gua Na…” Santi jadi tidak enakan kepada Ratna.
“Gua enggak marah kok, sebab memang itu apa adanya gua. Selama ini gua jadi simpanannya om-om, dan gua juga masih Nnerima job kecil-kecilan untuk melayani pria hidung belang lainnya. Dan gua enjoy menjalani profesi itu, sebab cuannya mengalir deras tanpa harus bekerja keras dan berpikir, cukup ngangkang dan mendesah saja uang mengalir sederas derasnya,” ucap Ratna, Santi menunduk seraya meremas jari -jemarinya sendiri.
“Asal lu tau San, awalnya hidup gua juga enggak jauh beda sama Lo. Selalu dihina di mana-mana karena kemiskinan orang tua gua. Tapi lu masing mending, meski lu di jauhin orang-orang di sekolah, tapi seenggaknya enggak ada orang yang bulli Lo. Sedangkan gua…, gua dulu saat SMP sering di bully karena miskin. Di rumah pun tak jauh beda, nyokap dan bokap gua sering ribut perkara uang dan uang. Sampai-sampai bokap gua jadi pemuas nafsu tante-tante girang demi memenuhi nafsu dan kebutuhan bokap gua. Gua anak broken home San, gua bukan anak bahagia dan dari keluarga kaya yang seperti lo kira. Hidup gua penuh dengan trauma . Dan itulah awalnya gua masuk ke dunia hitam ini.”
Santi menelan ludah mendengarkan cerita Ratna. Ia ingin memeluk Ratna, tetapi ia urungkan, saat Ratna kembali membuka mulutnya hendak berbicara.
“Tapi sekarang lihat hidup gua, di sekolah semua orang memuja dan memuji gua sebagai primadona dan orang kaya. Gua bisa hidup hedon, pergi ke salon, makan di restoran, nginap di hotel. Dan gua bisa bergaya layaknya anak-anak orang kaya di luaran sana. Dan lihat hidup lo, gitu-gitu aja, bahkan melarat, sampai kapan lo bakalan hidup melarat begini San. Lo enggak tertarik ngikutin jejak gua?” tanya Ratna, spontan Santi menggelengkan kepala dengan keras.
“Maaf NA, bukan gua bermaksud buat ngerendahin lo,tapi gua hanya akan memberikan keperawanan gua untuk suami gue kelak,” sahut Santi.
“Suami miskin lo maksudnya? Hello Santi, lu harus realistis, kalau sekarang hidup lu aja morat-marit begini, emangnya lu yakin kalau pangeran kaya raya bakalan mau melamar lu hanya gara-gara lu masih perawan? Pikir pakai otak San, laki-laki kaya raya juga pasti milih cewek high value, yang minimal tingkat kekayaan dan fisik mereka sama. Lah lu sudah dekil, miskin, terus berharap dapat laki-laki kaya gitu? Ya itu mimpi namanya,” Ratna terkekeh melihat kepolosan temannya itu.
“Tapi tetep aja, gua bakalan persembahkan diri gua utuh buat suami gue kelak.”
“Memangnya lu yakin, kalau suami lu bakalan enggak pernah ngelakuin having sex sebelum nikah? Enggak kan. Lu rugi kalau lu terlalu jaga diri sampai hidup morat-marit begini demi laki-laki yang belum pasti San,” ucap Ratna.
Otak Santi mulai tercuci, tetapi ia tetap kekeuh tidak mau jual diri.
“Gua enggak mau Na, gua mau pulang aja.” ucap Santi.
“ya sudah, kalau lu mau pulang, pulang aja, enggak papa, gua minta lu buat rahasiain ini semua. Oh ya ini bayaran lu, gua lebihan jadi dua ratus ribu, lumayan buat nambahin bayar tunggakan lu di sekolah” Ratna memberikan dua lembar uang berwarna merah kepada Santi.
“Na ini beneran buat gue?” Santi menerima uang itu dengan rasa ragu.
“Iya beneran, ambil aja, tapi janji lu harus rahasiain ini semua dari teman sekelas kita dan dari yang lainnya”
“Iya gua bakalan Janji na, kalau gitu gua pulang lebih dahulu ya. Oh ya makasih banyak untuk hari ini” ucap Santi
“Ya sama sama san, hati hati di jalan San”
Santi pulang dengan perasaan gembira, ini adalah pertama kalinya dirinya menghasilkan uang sebanyak ini. Uang dua ratus ribu ini akan ia gunakan untuk menyicil hutang sekolahnya.