Reyn Salqa Ranendra sudah mengagumi Regara Bumintara sedari duduk di bangku SMA. Lelah menyimpan perasaannya sendiri, dia mulai memberanikan diri untuk mendekati Regara. Bahkan sampai mengejar Regara dengan begitu ugal-ugalan. Namun, Regara tetap bersikap datar dan dingin kepada Reyn.
Sudah berada di fase lelah, akhirnya Reyn menyerah dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Pada saat itulah Regara mulai merindukan kehadiran perempuan ceria yang tak bosan mengatakan cinta kepadanya.
Apakah Regara mulai jatuh cinta kepada Reyn? Dan akankah dia yang akan berbalik mengejar cinta Reyn?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Kembalinya Masa Lalu
Sudah dua hari ini Rega sangat sulit dihubungi. Pesan yang dikirimnya hanya ceklis dua. Juga panggilannya tak pernah dijawab.
"Apa dia marah?"
Reyn yang sedang tak kuliah karena tak ada jadwal memilih untuk pergi ke toko roti Bu Gendis. Wanita paruh baya tengah asyik menata roti.
"Bu."
Suara Reyn membuat Bu Gendis menoleh. Lengkungan senyum terukir di sana.
"Rega belum pulang."
Tanpa Reyn bertanya Bu Gendis tahu apa yang akan keluar dari bibir pink itu. Reyn pun hanya tertawa. Sambil menunggu Rega, Reyn membatu Bu Gendis merapikan roti. Lima belas menit berselang, pintu toko terbuka dan ternyata Rega. Senyum Reyn luntur karena Rega membawa seorang perempuan cantik ke toko ibunya.
"Reyn!" sapa Rega..
Mencoba untuk senyum meskipun begitu sulit. Sorot mata Reyn tak bisa berdusta. Sedih sekaligus sakit.
"Ma, ini Megan teman SMP Rega. Mama masih ingat kan?"
Binar kebahagiaan terlihat begitu jelas di wajah lelaki itu. Senyum yang begitu merekah menandakan dia amat bahagia.
"Temen Rega yang sering makan di rumah."
"Oh ... Megan yang kamu sukai itu kan?"
Deg.
Dada Reyn terasa begitu sakit. Pantas saja Rega begitu bahagia. Ternyata perempuan masa lalunya.
Megan pun mencium tangan Bu Gendis dengan begitu sopan dan menceritakan kegiatan dirinya sekarang. Reyn hanya bagai lalat di sana.
Dia ingin pergi dari sana, tapi hati kecilnya menyuruhnya untuk bertahan. Alhasil, Reyn masih menetap di sana mendengarkan perbincangan yang sama sekali tak dia mengerti.
"Mama masak apa? Katanya Megan kangen sama masakan Mama."
"Oh, ya udah kita makan bareng aja." Bu Gendis pun mengajak Reyn.
Mulut Reyn tertutup begitu rapat, tapi hatinya bergemuruh hebat. Rega sama sekali tak mengajaknya bicara. Lelaki itu hanya terfokus pada Megan. Beda halnya dengan Bu Gendis yang peka terhadap Reyn..
"Ini jeruk peras dingin kesukaan kamu, Reyn."
"Makasih, Bu."
"Buat Megan mana, Ma?" Sontak Reyn menatap ke arah Rega.
"Megan juga kan suka sama es jeruk peras."
"Setiap hari Mama bikinnya selalu satu gelas untuk Reyn. Mama kan gak tahu kalau ada Megan."
"Ya udah nih buat Kak Me--"
"Buat kamu aja, Reyn. Ibu kan bikinnya khusus buat kamu."
Belaan Bu Gendis tak membuat hati Reyn senang. Apalagi Megan begitu manja kepada Rega membuat hati Reyn semakin membara. Alasan Reyn masih betah di sana karena dia ingin melihat isi hati Rega. Apa dia akan menganggap Reyn ada? Ternyata tidak.
"Bu, aku pulang dulu, ya."
"Loh? Kenapa buru-buru?"
"Dada aku tiba-tiba sesak," jawan Reyn.
Seketika Rega menatap ke arah Reyn yang juga sudah menatapnya sebelumnya. Reyn pun pergi meninggalkan toko. Tak ada satu buah katapun yang terucap dari bibir Rega dan itu membuat Reyn tersenyum miris.
.
Baru selesai menulis cuitan, pintu kamarnya terbuka dan ketika Reyn menoleh sang Abang sudah menghampiri. Dahi Reyn mengkerut. Namun, Abang Er pun tak banyak mengeluarkan kata. Tapi, dia menyodorkan sebuah amplop putih panjang.
"Apa?"
Reyn meraihnya dan tertera cap sebuah universitas ternama di Singapura. Ketika dia membaca isi dari amplop itu tubuhnya sedikit menegang. Menatap kakaknya dengan begitu dalam.
"Daddy dan Papi sudah sepakat memindahkan gua ke sana. Sekalian belajar terjun langsung ke perusahaan Wiguna Grup yang ada di Singapura."
"Abang ninggalin Reyn dan Rayyan?"
"Hanya ke Singapura, Reyn. Kapanpun kamu dan Rayyan datang, pintu apartemen gua selalu terbuka untuk kalian."
Mimik wajah yang begitu memilukan membuat Abang Er memberikan sebuah pelukan hangat. Namun, kali ini pelukan itu begitu sakit.
"Kuliah yang bener."
Abang Er sama sekali tak menyinggung perihal Rega. Padahal, dia tahu semuanya.
Setelah mengantar sang Abang ke bandara, Reyn langsung ke tempat kuliah. Baru saja datang sudah disuguhi pemandangan yang membagongkan. Ya, Rega dan Megan tengah berdua si parkiran motor.
"Apa gua akan kalah dengan masa lalunya?"
Reyn yang kerasa kepala masih mau terus berjuang sampai titik darah penghabisan. Setelah selesai jam mata kuliah, langkah Reyn terhenti ketika sudah ada Megan di tenda biru. Dia mulai balik kanan, tapi suara Jamal membuatnya gagal.
"Reyn!"
Alhasil Reyn pun bergabung bersama mereka. Namun, kali ini dia bergabung dengan ketiga sahabat Rega.
"Kamu suka nongkrong di sini juga?"
"Bukan suka lagi, malah sering diajak Rega dan diantar pulang Rega."
Megan segera menatap Rega dengan tajam. Sebuah jawaban dari Rega membuat Reyn tersenyum tipis.
"Reyn itu murid bimbingan les private aku."
"Oh, aku kira siapa."
Jamal, Dafa dan Joni kompak menatap ke arah Reyn. Mereka bertiga merangkul Reyn penuh iba.
"Mending makan bakso, yuk. Biar si Joni yang traktir."
Jamal mulai mengalihkan perasaan Reyn. Ajakan mereka bertiga membuat Rega memasang wajah tak suka. Apalagi tangan mereka sudah sok akrab di pundaknya Reyn.
"Mendadak gak nyaman nih tempat," timpal Dafa.
Joni sudah menarik Reyn dan menjauh dari tempat tersebut. Suara Rega membuat langkah mereka terhenti.
"Gua ikut!"
"Enggak usah," jawab Jamal santai.
"Entar anak pak dosen diare lagi lu ajak makan pinggir jalan."
Sebegitu sayangnya ketiga sahabat Rega kepada Reyn. Selama setahun ini mereka melihat ketulusan Reyn dalam mengejar Rega dan berteman dengan mereka.
"Bang, aku pulang aja, ya."
"Kan kita mau ngebakso," balas Dafa.
"Aku mau mengistirahatkan hatiku, Bang. Rasanya capek banget kayak abis ngejar sesuatu yang gak bisa aku gapai."
Reyn berlalu meninggalkan ketiga sahabat Rega. Begitu dalam kesedihan yang Reyn rasakan.
"Kadang kedatangan masa lalu membuat semuanya hancur berantakan," imbuh Jamal.
.
Sudah satu Minggu ini Reyn merasa sangat jauh dengan Rega. Lelaki itu selalu sibuk dengan Megan bahkan pulang malam. Reyn sampai rela menunggu Rega sampai toko roti Bu Gendis tutup.
"Ibu juga gak ngerti kenapa akhir-akhir ini Rega selalu pulang malam," ujarnya.
Selang sepuluh menit, motor Rega terparkir di depan toko roti. Dia terkejut karena Reyn masih berada di sana.
"Kamu belum pulang?"
Rega melihat ke arah jam tangan yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Apa Kak Rega lupa kalau Kak Rega janji mau bantuin aku kerjain tugas."
Rega pun terdiam. Manik mata Reyn sudah mulai memerah.
"Maaf, Reyn. Aku lupa soalnya tadi Megan mendadak sakit dan aku diminta nemenin dia ke rumah sakit."
Reyn tersenyum mendengarnya. Dia meraih tas yang ada di atas kursi. Lalu, pergi dari toko roti Bu Gendis. Tangan Reyn dicekal oleh Rega ketika melewatinya.
"Enggak apa-apa kok, Kak. Aku udah biasa kok cinta sendirian."
Rega merasa tertampar oleh perkataan Reyn. Reyn mulai menyingkirkan cekalan tangan Rega.
"Aku pulang, Kak."
Rega hanya bisa menatap punggung Reyn yang semakin menjauh. Sedangkan air mata sudah jatuh membasahi pipi Reyn.
"Menemani dia yang sakit. Aku juga sakit, Kak. Bahkan lebih parah dari sakitnya."
...*** BERSAMBUNG ***...
Aku gak minta banyak. Cukup komen dan baca sampai akhir 🙏