NovelToon NovelToon
IDIOT BUT LUCKY

IDIOT BUT LUCKY

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Genius / Hamil di luar nikah / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:14.6k
Nilai: 5
Nama Author: diahps94

Tiga sejoli menghabiskan usia bersama, berguru mencari kekebalan tubuh, menjelajahi kuburan kala petang demi tercapainya angan. Sial datang pada malam ketujuh, malam puncak pencarian kesakitan. Diperdengarkan segala bentuk suara makhluk tak kasat mata, mereka tak gentar. Seonggok bayi merah berlumuran darah membuat lutut gemetar nyaris pingsan. Bayi yang merubah alur hidup ketiganya.

Mari ikuti kisah mereka 👻👻

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon diahps94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

5. Bertanya Pada Bapak

Djiwa membanting selembar amplop di depan meja makan, melemparkan tas ke kursi, lantas menjatuhkan badannya dengan tak sabaran. Jarwo menyusul, meletakkan kunci motor di atas lemari es. Mengelus pucuk kepala cucunya, tersenyum khas lelaki tua penuh keteduhan. Mengambil piring, namun di hadang Djiwa. Dirinya terlalu dimanjakan, sesekali dia juga ingin berbakti. Mengambil alih piring, menuangkan nasi dan menanyakan apa yang ingin sang kakek santap. Jarwo diam-diam menaruh kegembiraan, senang kala cucunya tumbuh baik, meski di didik berlimpah kasih tak menjadikan Djiwa sosok yang angkuh.

Nasi dua centong penuh, tempe goreng berlapis tepung, sambel terasi, ikan nila goreng, dan semangkuk sayur asam terhidang. Djiwa telaten sekali mengambil semangkuk air untuk cuci tangan sang kakek. Jarwo bisa dengan mudah membasuh tangan di wastafel dapur, tapi lagi-lagi di larang Djiwa. Kali ini cucunya mohon diri melayani sang kakek dengan baik.

"Wedew, tumben baik banget kelakuan, curiga ada maunya nih bocah." Yanto datang dari balik halaman belakang, mengusap kepala Djiwa tanpa repot cuci tangan.

"Bowan, astaghfirullah ini rambut jadi kotor dong, liat itu tangan udah kaya di celup lumpur, ah Djiwa baru keramas loh tadi pagi." Meski setiap mandi keramas, Djiwa tetap mengeluh.

Yanto melihat tangannya, ah rupanya benar-benar kotor, pantas saja putranya mengomel. "Jangan mengalihkan topik, ayah lihat-lihat kau perhatian sekali ke kakek, sejak kapan kau inisiatif ambil makan untuk kakek?"

Djiwa tahu dirinya di pojokan bowan, mendengus ia mengambil hal serupa untuk Yanto tanpa repot bertanya sudah makan atau belum. "Ayo makan bersama."

Yanto terharu, ah putranya sudah besar rupanya. "Biar ayah ambilkan untuk mu."

Djiwa menepis tangan Yanto. "Hushh, sudah cuci tangan saja bowan, cuma menyendok nasi aku bisa sendiri."

Djiwa mendecih dalam batin, entah apa istimewanya mengambilkan sepiring nasi untuk orang tua. Sampai di tuduh ada udang di balik rempeyek oleh Yanto. Dia begitu karena sadar, selama ini selalu dilayani tak pernah melayani. Bukan hal besar yang membanggakan. Seolah prestasi di depan kakek dan ayahnya, tahu menyenangkan hati orangtua begitu mudah, Djiwa akan melakukan hal ini sedari dulu. Dalam benak Djiwa, untuk membuat kebahagiaan para orangtua hanya dengan prestasi akademik dan non akademik di sekolah. Terkecoh dan hanya fokus hal ini, Djiwa jadi tak peka terhadap hal-hal kecil seperti ini bisa menghadirkan senyuman.

Tak ada obrolan dalam meja makan. Bukan, bukan karena keluarga ini punya etika makan yang santun. Hanya saja, hasil ulekan Rini mengkoyak racikan sambel terasi menjadi teramat pedas namun nikmat bersamaan. Tak sempat bicara, sibuk melahap hidangan agar tersalurkan dalam lambung secepat mungkin. Lambung kenyang mulut kenyang, barulah Djiwa masuk kamar dan mengganti pakai sekolah menjadi pakaian sehari-hari. Hari ini jatah ia berdiam diri di rumah Dayat, jadi sebelum kesana dia menelpon Dayat memastikan ada atau tidaknya orang di rumah.

"Halo Botu, di rumah apa di tempat janda bohay?" Djiwa menyapa tak lupa mencela di awal percakapan.

"Astaghfirullah anak demit satu ini ya, yang benar kalau bicara." Tegur Dayat di seberang telepon.

"Ya aku tahu aku anak demit Botu, tak perlu di ulang terus." Djiwa mematikan ponsel, berpura ngambek untuk mengerjai Botu favoritnya.

Dayat menatap horor ponselnya yang di matikan sepihak oleh Djiwa. Segenap kemampuan di kerahkan, berlari layaknya superhero menuju TKP manusia butuh pertolongan, Dayat datang tak butuh lima menit lamanya. Menerobos masuk rumah keluarga Jarwo tanpa mengucap salam. Dapat hadiah lemparan bantal dari penghuni rumah. Menunjukkan gesture permintaan maaf, meski diri enggan berhenti sejenak. Terus melangkah menuju kamar putranya.

"Bocah semprul, apa kita semua nggak di anggap toh ya?" Jarwo kesuh, perihal kedatangan Dayat layaknya tamu tak di undang.

"Kan Yanto udah bilang pak, jangan sesekali buka pintu rumah, kejadian kan ada orang gak waras masuk sini." Yanto provokator sejenak.

"Heleh, sama saja seperti kau kalau datang ke rumah mereka. Sudahlah, intinya kalian bertiga tak ada beda." Rini tak perduli dengan tingkah Dayat barusan, toh memang sudah terlalu sering begitu jadi terbiasa.

"Yo tapi loh Bu, kayak gak dianggep itu sakit loh Bu." Jarwo masih saja tak terima.

"Yaudah diem dulu coba, itu ibu lagi nonton sampe nggk fokus." Ucapan Rini membungkam Yanto yang baru saja ingin mengumpati Dayat.

Yanto rasa kalau tetap di ruang tv tak tentu bisa turut menikmati acara yang ditampilkan. Lebih baik menyusul Dayat, tipis-tipis pasti dapat hiburan dari mulutnya yang pandai melawak. Terbesit menjahili manusia setengah empang itu. Mengendap, perlahan berdiri di belakang Dayat yang tak menyadari keberadaannya terlalu sibuk menggedor pintu kamar Djiwa.

"Duarrr!!"

"Anjinggg - anjinggghh, aishh si Yanto bikin kaget aja cok." Latah Dayat.

"Kaget sih kaget, gak usah bawa binatang kan bisa, kau contoh ayah yang buruk." Kesal juga mendengar ucapan Dayat, niat hati mengusili malah sakit hati.

"Sapa suruh bikin kaget ah elah." Dayat mengelus dada ratanya.

"Ngapain kemari?" Yanto menelisik.

"Salah ngucap, mulut typo cok, bikin Djiwa salah tangkep." Terang Dayat meski tak benderang.

Ceklekkk

Percakapan dua bapak muda terhenti saat anak remajanya keluar dengan boxer di atas lutut dan kaos dalam warna abu. "Hayuk kita tempat boti!"

"Tunggu dulu, coba madep sini lihat Botu, kau tak ada raut marah sama sekali, jangan bilang kau mengerjai Botu lagi?" Dayat menahan langkah putranya, memenangi kedua pundak Djiwa.

"Hahahah, santai saja Botu, seperti bukan dengan anaknya saja, kalau Djiwa dikatai Botu anak demit, berarti demitnya kan kalian bertiga, tak usah repot diambil hati, ayok ke rumah boti!" Ngeyel, Djiwa ingin lekas ke rumah ayah nomer tiganya.

"Males lah, jam dua siang loh ini waktunya nonton Teletubbies, sambil mimpi tapi." Yanto malas dilibatkan.

"Ini penting, harus di bahas dengan kalian bertiga. Ibarat kata ada anak bertanya pada bapaknya." Djiwa tahu meski menolak kedua orangtuanya tak mungkin tega mengabaikan permintaan kecilnya.

Djiwa memimpin perjalanan, dia keukeh jalan kaki tak ingin naek sepeda motor. Lagipula rumah begitu dekat, hitung-hitung olahraga. Berbeda tafsir dengan kedua orangtuanya yang rentan darah tinggi terkena teriknya matahari. Olahraga mana yang mengeluarkan keringat, bukan kalori terbakar tapi perkara panas tak tertahan. Jadilah Dayat dan Yanto berbagi payung. Di bawah naungan payung mereka berhimpitan, demi terhindar dari teriknya mentari di atas ubun-ubun.

Andai bisa tukar tambah orangtua, mungkin sudah sedari dulu di lakukan oleh Djiwa. Kenapa mereka tak lebih dewasa dari anak lima belas tahun, panas sedikit tak mungkin membunuhnya bukan. Toh ini bukan padang pasir, oleh karena itu dia dengan lantang mencemooh kedua orangtuanya dengan kata aleman.

"Assalamualaikum, nenek aku datang." Djiwa menyapa Mayang yang tiduran sembari menunggu pembeli di warung miliknya.

"Waalaikumsalam, sudah makan belum?" Pertanyaan yang selalu ditanyakan setiap kali Djiwa datang, tak perduli pukul berapapun itu.

"Nek, Djiwa apa kaya orang kelaparan sih? Setiap kesini selalu di suruh makan." Protes Djiwa.

"Ya bukan, siapa tahu kau kepengen makan masakan nenek, hari ini nenek masak semur jengkol." Senyum Mayang sembari menerima Djiwa mencium tangannya.

"Nenek mah, itu kan nenek Rini yang masak, hah malas sekali remaja seperti aku yang tampan rupawan di beri makanan punya aroma khas pengharum alami kamar mandi." Geleng-geleng kepala, Djiwa kena jitak Yanto.

"Aduh, apasih bowan nggk jelas aja." Melotot ke arah Yanto.

"Ujang ada nggak ini bi?" Dayat bertanya sembari salim.

"Ada lagi tidur, sana bangunin." Ujar Mayang.

Djiwa semangat 45, secepat kilat masuk kamar ayahnya. Terpampang Ujang tidur tengkurap, dia ancang-ancang, langsung lompat ke atas tubuh ayahnya. "Hahahah, seru sekali."

"Uhukkk, weduss gembel aih hah awas." Ujang mengusir tubuh Djiwa yang hampir setara dengannya.

"Sayang boti, peluk." Djiwa berlagak manja, Ujang yang bersiap murka jadi sirna.

Mengelus anak rambut Djiwa yang basah karena keringat. "Ada apa, apa ada yang ngajak berantem lagi?"

Djiwa beringsut, dengan perlahan menggeser tubuhnya. Membwri isyarat agar Ujang bangun dan duduk di dekatnya, begitu pula untuk Dayat dan Yanto. "Jadi, siapa yang mau datang ke acara sekolah?"

"Kau kena guru BK lagi?" Curiga Yanto.

"Haish kenapa selalu berburuk sangka dengan anak, bapak-bapak yang terhormat minggu depan Djiwa kelulusan, itu undangan udah di kasih, eh tapi Djiwa lupa tadi pas sampe rumah di taro mana ya, di meja makan...atau...tak penting bukan itu akar permasalahannya." Djiwa menggerutu.

"Udah gampang kita datang bertiga saja beres." Ujang ingin tidur, dia harus cepat-cepat menyudahi rapat yang selalu diadakan Djiwa yang kelebihan energi.

"No no no, nanti ngabis-ngabisin makanan bikin malu, satu orang aja udah hompipa sana." Djiwa memberi solusi.

"Udah nanti kita bawa bekel, tenang aja nggk bikin malu, pokoknya datang bertiga." Putus Yanto.

"Malu atuh lah, udah seorang aja." Djiwa malas, dia ingat perpisahan SD, sekolahan jadi penuh keluarga besarnya saja, tiga ayah dan tiga kakek nenek, belum lagi om dan bibi nya, Djiwa tak mau terulang kembali.

"Iya Djiwa kaya nggk pernah perpisahan aja, udah itu mah masalah kecil, seujung kuku kaki bayi aja, dah sekarang mau ikut pulang tempat Botu apa disini aja?" Dayat menerima pesanan ikan baru saja notifikasi masuk ponselnya, perihal ini harus segera di selesaikan.

"Tapi Djiwa benar-benar anak setan ya?" Melenceng dari bahasan semula.

Ketiga perjaka berstatus ayah itu memutar bola mata, mereka tahu panjang cerita yang harus di perdengarkan pada Djiwa. Yanto mewakili mereka berujar. "Kau sudah dengar kan, kalau kau di temukan saat kita mencari kesakitan di kuburan malam itu."

"Nah, terus kejadian penemuan bayi, apa nggk ada polisi atau apalah yang berkaitan dengan Djiwa gitu?" Todong putranya.

"Jadi ceritanya begini..."

Bersambung

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
aduhhhh djiwaaaaaa tolonginnnn
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
yaa alloh,,, knp jd kerasukan lagiiii...
mkny pakkkk dekatkan diri sama yg maha kuasa....
jd kasiannn sm C musdal🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
djiwa dipercaya 👍👍👍👍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
gelang ny sayang ma djiwa
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
ya salammmm galauuuuu😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
ngareppp yaaa🤭🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
😱😱😱
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
waduh 😣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Memang kesurupan 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Setuju 🤫
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
klo tinggal di desa,,, bareng2...
koplak nyaa nularrr nnti😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
wajarrrrr
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
😂😂😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
diaa inget Zalina🤧
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
😂😂😂😂
lbh kyakkk yaaa,,,
bpk nyaa djiwa sultannn
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Itu ujian untukmu Djiwa, semoga kamu bisa menjaga amanah kiai 😁
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Ternyata Djiwa msh keturunan kiai 👍😍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Alhamdulillah ternyata gelangnya bisa melindungi Djiwa lg 😉
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Wow apa gelangnya hidup lg 😱
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!